Karakterisasi Yurisprudensi No : 305 K/Sip/1971

  • Post : 2024-08-07 11:08:26
  • Download ()
Kaidah Yurisprudensi : 305 K/Sip/1971
Penggugat berhak atau memiliki kewenangan untuk menentukan subjek hukum yang hendak digugatnya. Dalam asas Hukum Acara Perdata, hanya penggugat yang berwenang untuk menentukan siapa yang akan digugatnya sebagai tergugat di Pengadilan.
Pertimbangan Hukum
Perselisihan tidak bisa didamaikan meskipun pemohon kasasi (Penggugat asal/Pembanding terdahulu) sudah meminta kepada Termohon kasasi (Tergugat asal/Terbanding terdahulu); dan Penempatan Pengadilan Tinggi Medan atas Maridjo sebagai Tergugat II asal.
Anotasi Oleh : Muhammad Faiz Aziz
PENGGUGAT MEMPUNYAI HAK DALAM MENENTUKAN PIHAK YANG HENDAK DIGUGATNYA

Mahkamah Agung menerbitkan putusan yang kemudian menjadi yurisprudensi bagi putusan-putusan berikutnya di pengadilan. Putusan tersebut adalah Putusan No. 305 K/Sip/1971 dalam perkara antara Kasan Rizal melawan Sakinin. Kasan Rizal adalah Pemohon kasasi yang sebelumnya adalah Pembanding dan Penggugat. Sementara itu, Sakinin adalah Termohon kasasi yang sebelumnya merupakan Terbanding dan juga Tergugat. Perkara ini merupakan perkara kasasi yang asalnya adalah dari perkara di Pengadilan Tinggi Medan (tingkat banding) dengan perkara No. 235/1965 dan di Pengadilan Negeri Tanjung Balai (tingkat pertama) dengan perkara No. 73/1964. Yurisprudensi ini berkaitan dengan penambahan pihak saat mengajukan banding di mana Maridjo sebagai Terbanding II tidak ada dalam Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai sebelumnya. Namun demikian, dalam perkara banding di Pengadilan Tinggi Medan No. 235/1965, Maridjo muncul sebagai pihak. Pengadilan Tinggi Medan dalam putusannya menempatkan “pihak baru” ini dan kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Agung dalam putusannya No. 305 K/Sip/1971. Mahkamah Agung menimbang bahwa Pengadilan Tinggi Medan telah salah di mana dengan secara jabatan menempatkan Maridjo yang sebelumnya tidak digugat sebagai Tergugat asal II. Hal ini bertentangan dengan asas hukum acara perdata di mana pihak yang menggugat berwenang untuk menggugat siapa saja yang dikehendakinya dan bukan pihak lain yan menentukan. Selain itu, Pengadilan Tinggi Medan hanya menempatkan Maridjo sebagai Terbanding II/Tergugat II tanpa melakukan pemeriksaan ulangan. Asas soal kebebasan Penggugat ini didasarkan bahwa inisiatif gugatan ada pada Penggugat dan yang bersangkutanlah yang menentukan dan mempunyai pengaruh terhadap suatu gugatan atau jalannya perkara. Asas ini sebetulnya secara tidak langsung terefleksikan dari muatan Pasal 118 HIR (Herzien Inlandsch Reglement)/Pasal 142 RBG (Reglement tot Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura) meskipun tidak mengatur kebebasan tersebut secara langsung. Gugatan diajukan oleh Penggugat dan gugatan dapat diajukan terhadap beberapa Tergugat jika ada. RBG yang berlaku bagi wilayah di luar Jawa dan Madura dalam Pasal 142 mengatur sebagai berikut: Gugatan-gugatan perdata dalam tingkat pertama yang menjadi wewenang pengadilan negeri dilakukan oleh Penggugat atau oleh seorang kuasanya yang diangkat menurut ketentuan-ketentuan tersebut dalam Pasal 147, dengan suatu surat permohonan yang ditanda-tangani olehnya atau oleh kuasa tersebut dan disampaikan kepada ketua pengadilan negeri yang menguasai wilayah hukum tempat tinggal Tergugat atau, jika tempat tinggalnya tidak diketahui di tempat tinggalnya yang sebenarnya. Dalam hal ada beberapa Tergugat yang tempat tinggalnya tidak terletak di dalam wilayah satu pengadilan negeri, maka gugatan diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang berada di wilayah salah satu di antara para Tergugat, menurut pilihan Penggugat. Dalam hal para Tergugat berkedudukan sebagai debitur dan penanggungnya, maka sepanjang tidak tunduk kepada ketentuan-ketentuan termuat dalam ayat (2) Pasal 6 Reglemen Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili di Indonesia (selanjutnya disingkat R.O) gugatan diajukan kepada ketua pengadilan negeri tempat tinggal orang yang berutan pokok (debitur pokok) atau seorang diantara para debitur pokok. Sementara itu, HIR yang berlaku untuk wilayah Jawa dan Madura dalam Pasal 118 mengatur berikut ini: Gugatan perdata, yang pada tingkat pertama masuk kekuasaan pengadilan Negeri, harus dimasukkan dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh Penggugat atau oleh wakilnya menurut Pasal 123, kepada ketua pengadilan negeri di daerah hukum siapa Tergugat bertempat diam atau jika tidak diketahui tempat diamnya, tempat tinggal sebetulnya. Jika Tergugat lebih dari seorang, sedang mereka tidak tinggal di dalam itu dimajukan kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggal salah seorang dari Tergugat itu, yang dipilih oleh Penggugat. Jika Tergugat-Tergugat satu sama lain dalam perhubungan sebagai perutang utama dan penanggung, maka Penggugatan itu dimasukkan kepada ketua pengadilan negeri di tempat orang yang berutang utama dari salah seorang dari pada orang berutang utama itu, kecuali dalam hal yang ditentukan pada ayat 2 dari Pasal 6 dari reglemen tentang aturan hakim dan mahkamah serta kebijaksanaan kehakiman (R.O). Kedua pasal yang saling bermiripan ini menegaskan secara tidak langsung berkaitan dengan hak atau kewenangan Penggugat atas gugatannya dan siapa yang hendak digugatnya. Dalam hal ini, tidak seorang pun termasuk Hakim membuat penetapan sendiri mengenai siapa yang bisa digugat oleh Penggugat. Kehadiran Putusan MA No. 305 K/Sip/1971 menjadi yurisprudensi bagi putusan-putusan MA dan juga lembaga peradilan di bawahnya. Para Hakim mempedomani yurisprudensi ini agar tidak begitu saja memasukkan pihak yang tidak digugat ke dalam gugatan. Dalam konteks perkara perdata, pada asasnya hakim bersifat pasif dan tidak dapat begitu saja menentukan jalannya perkara atas hal-hal yang sebelumnya tidak diatur dalam suatu regulasi. Namun demikian, Hakim tetap bisa proaktif dalam menggali permasalahan atau perselisihan perdata para pihak untuk menyelesaikan dan memutuskan perkara yang ditangani. Hakim juga wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup di masyarakat. Hal ini sesuai dengan asas penyelenggaran kekuasaan kehakiman yang tertuang dalam UU No. 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan saat kasus Kasan Rizal melawan Sakinin ini berjalan juga sudah diatur dalam UU No. 19/1964 dan UU No. 14/1970 berkaitan dengan ketentuan pokok kekuasaan kehakiman.

  Download Karakterisasi   File Putusan

Majelis Hakim

  • Prof. R. Sardjono -
  • Sri Widojati Wiratmo Soekito S.H -
  • Busthanul Arifin S.H -

Ringkasan Putusan

  •    Tanggal : 1964-08-03  
  • Gugatan masuk ke Pengadilan Negeri Tanjung Balai, di mana duduknya perkara adalah bahwa mendiang ibu penggugat meninggal dunia pada 1963 dan meninggalkan emas atau perhiasan dan sebidang tanah di Batu VIII Air Joman, Kepenghuluan Lubuk Palas Kecamatan Air Joman.

  •    Tanggal : 1964-08-03  
  • Isi gugatan meliputi:
    1. Pembatalan pemberian harta (emas dan tanah) mendiang ibu kepada Tergugat karena bertentangan dengan legitimie portie;
    2. Mengesahkan tanah tersebut sebagai pusaka;
    3. Menetapkan pembagian dengan perhitungan merata, yaitu 1/3;
    4. Permintaan agar Maridjo dipelihara dan menjadi tanggung jawab Penggugat;
    5. Membaca hamdalah;
    6. Sita/vonis dapat dijalankan meskuipun Tergugat mengadakan verser/appel ataupun kasasi;
    7. Tergugat menanggung biaya perkara.
  •    Tanggal : 1964-10-22  
  • Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai adalah tidak menerima gugatan, sita yang sudah berjalan dihentikan, dan menghukum Penggugat membayar biaya perkara.
  •    Tanggal : 1966-06-18  
  • Putusan Pengadilan Tinggi Medan:
    1. Membatalkan putusan PN Tanjung Balai;
    2. Menempatkan adik pembanding dan Terbanding yaitu Maridjo sebagai Tergugat II; dan 
    3. Putusan PT Medan mengabulkan sebagian permohonan banding.
  •    Tanggal : 1971-05-29  
  • Putusan MA:
    1. Menerima permohonan kasasi dari Pemohon kasasi (Penggugat asal); dan 
    2. Membatalkan putusan PT Medan.

Frasa Terkait Karakterisasi

Author Info