Karakterisasi Yurisprudensi No : 5 K/TUN/1992
Mengenai petitum-petitum lainnya yang berisikan permohonan untuk menyatakan batal atau tidak sah akan keputusan-keputusan badan atau pejabat tata usaha negara yang digugat yang berhubungan dengan surat perpanjangan SIPPT tersebut harus pula dapat diterima sebagai telah memenuhi syarat-syarat formil, karena jangka waktu tersebut dalam Pasal 55 itu harus dihitung sejak penggugat-penggugat asal mengetahui adanya keputusan-keputusan yang merugikan mereka, yang penggugat-penggugat asal dalilkan sebagai baru diketahui ketika mereka hendak mengurus surat sertifikat tanah yang bersangkutan.
Mengenai petitum-petitum lainnya yang berisikan permohonan untuk menyatakan batal atau tidak sah akan keputusan-keputusan badan atau pejabat tata usaha negara yang digugat yang berhubungan dengan surat perpanjangan SIPPT tersebut harus pula dapat diterima sebagai telah memenuhi syarat-syarat formil, karena jangka waktu tersebut dalam Pasal 55 itu harus dihitung sejak penggugat-penggugat asal mengetahui adanya keputusan-keputusan yang merugikan mereka, yang penggugat-penggugat asal dalilkan sebagai baru diketahui ketika mereka hendak mengurus surat sertifikat tanah yang bersangkutan.
JANGKA WAKTU MENGAJUKAN GUGATAN PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
HARUS DIHITUNG SEJAK PENGGUGAT MENGETAHUI ADANYA
KEPUTUSAN YANG MERUGIKAN
Jangka waktu mengajukan gugatan pada Peradilan Tata Usaha Negara telah diatur dalam Undang-undang nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU Peratun). Ketentuan Pasal 55 mengatur, bahwa: ''Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara''.
Ketentuan tersebut menitikberatkan pada ''diterimanya'' atau ''diumumkannya'' sebuah keputusan untuk menentukan jangka waktu gugatan. Jangka waktu 90 (sembilan puluh hari) dihitung sejak saat ''diterimanya'' atau ''diumumkannya'' sebuah keputusan.
Putusan Mahkamah Agung nomor 5K/TUN/1992 memberikan pemaknaan baru terhadap ketentuan Pasal 55 tersebut. Putusan tersebut menyatakan bahwa ketentuan jangka waktu mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 bermakna, bahwa jangka waktu mengajukan gugatan harus dihitung sejak Penggugat mengetahui adanya keputusan yang merugikannya.
Majelis hakim dalam perkara ini, terdiri dari Olden Bidara, S.H, Ketua Muda MARI sebagai Ketua Majelis, Kohar Hari Sumarno, S.H dan TH. Ketut Suraputra, sebagai Hakim-hakim Anggota. Sementara para pihak dalam perkara ini (tingkat kasasi) adalah Kepala BPN yang berkedudukan di Jl. S no. 2 KB Jakarta Selatan, Gubernur Kepala Daerah IJ berkedudukan di Jl. M-S no. 8-9 Jakarta Pusat, PT. JS dan PT. SGM melawan Ny. D Binti A, Ny. YR Binti ZAS dan Moh. R bin Moh. S. Kaidah jangka waktu mengajukan gugatan yang diargumentasikan oleh MA dalam putusan ini berkaitan dengan perdebatan tentang jangka waktu mengajukan gugatan bagi pihak yang tidak dituju (pihak ketiga) atau yang tidak menerima atau tidak mengetahui akan adanya keputusan yang merugikan kepentingannya. Salah satu pemohon (Kepala BPN) mendalilkan bahwa Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara telah salah menerapkan hukum karena telah memeriksa dan mengadili gugatan yang kadaluarsa. Bahwa Penggugat asal/Termohon Kasasi yang merasa kepentingannya dirugikan sejak saat mengajukan surat permohonan kepada BPN untuk dapat melakukan balik nama pada tanggal 16 Januari 1989, berarti selambat-lambatnya tanggal 16 April 1989 gugatan sudah diajukan.
Bahwa memang Pasal 55 tidak secara jelas mengatur mengenai jangka waktu mengajukan gugatan bagi pihak ketiga yang merasa kepentingannya dirugikan. Hal inilah yang kemudian diperjelas oleh putusan MA ini. Dalam menjawab hal itu, MA mulai dengan melihat salah satu petitum Penggugat asal, yaitu petitum angka 12. Dalam petitum tersebut Penggugat asal mohon agar Surat Perpanjangan Surat Izin Penunjukkan Penggunaan Tanah (SIPPT) No. 4662/-1.711.5 tanggal 22 November 1990 dinyatakan batal. Gugatan telah diterima di kepaniteraan PTUN Jakarta pada tanggal 19 Februari 1991. Dengan demikian, gugatan ini telah memenuhi syarat jangka waktu mengajukan gugatan (90 hari).
Kemudian, mengenai keputusan-keputusan TUN lainnya (yang diterbitkan sebelum SIPPT) yang ada dalam petitum lain dan berhubungan dengan Surat Perpanjangan SIPPT, harus pula dapat diterima dan dianggap telah memenuhi syarat formil sebagaimana ditentukan dalam Pasal 55. Sebab, jangka waktu mengajukan gugatan harus dihitung sejak Penggugat mengetahui adanya keputusan-keputusan yang merugikan mereka, yang mereka dalilkan sebagai baru diketahui ketika mereka hendak mengurus Surat Sertifikat Tanah yang bersangkutan.
Sebenarnya pertimbangan yang dinyatakan dalam putusan MA tersebut sejalan dengan Surat Edaran MA (SEMA) nomor 2 tahun 1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan beberapa Ketentuan dalam Undang-undang nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Dalam angka romawi V tentang tenggang waktu dijelaskan bahwa bagi mereka yang tidak dituju oleh suatu Keputusan ata Usaha Negara tetapi yang merasa kepentingannya dirugikan, maka tenggang waktu sebagaimana dimaksud pasal 55 dhitung secara kasuistis sejak saat ia merasa kepentingannya dirugikan oleh Keputusan Tata Usaha Negara dan mengetahui adanya keputusan tersebut.
Putusan MA ini menjadi yurisprudensi yang diikuti oleh putusan-putusan Peratun lain. Sebagaimana terlihat dalam putusan PTUN Jakarta nomor: 215/G/2014/PTUN-JKT., antara Ludwig Franz Willibald Maria Joseph Leonard Erbgraf Von Waldburg Wolfegg Waldsee sebagai Penggugat melawan Kepala Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Tergugat dan Yesisca Iskandar sebagai Tergugat II Intervensi. Mengenai jangka waktu mengajukan gugatan dinyatakan pada halaman 121, bahwa: ''Menimbang bahwa terkait dengan dalil Penggugat untuk menentukan penghitungan tenggang waktu menggugat mempedomani Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Putusan No. Register 5 K/TUN/1992 tanggal 21 Januari 1993 dan setelah Majelis Hakim menelusuri dan mengindentifikasi terhadap kumpulan Yurisprudensi yang dimaksud Penggugat, ternyata Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. Register 5 K/TUN/1992 tanggal 21 Januari 1993 telah mempunyai nilai rick-lijn karena sudah dikumpulkan dan dibukukan dalam bentuk Yurisprudensi yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung RI yaitu dalam Kumpulan Yurisprudensi MARI Tahun 1993 halaman 244-278 sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman/petunjuk bagi hakim untuk mengadili perkara''. Kemudian dalam putusan PTUN Denpasar nomor: 29/G/2012/PTUN.Dps., kaidah hukum sebagaimana putusan MA No. 5 K/TUN/1992 digunakan dalam pernyataan berikut: ''Menimbang, bahwa dengan memperhatikan Nama yang dituju didalam surat keputusan / obyek sengketa a quo maka posisi Penggugat terhadap obyek sengketa a quo adalah sebagai pihak ketiga yang tidak dituju langsung oleh Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi obyek sengketa atau dengan kata lain obyek sengketa a quo bukan diterbitkan atas nama Penggugat. Bahwa bagi pihak ketiga yang tidak dituju langsung oleh suatu Surat Keputusan Tata Usaha Negara, sesuai Yurisprudensi tetap Mahkamah Agung RI yaitu: Putusan MA RI Nomor: 5 K/TUN/1992 tanggal 21 Januari 1993, Putusan MA RI Nomor: 41 K/TUN/1994 tanggal 10 Nopember 1994, dan Putusan MA RI Nomor : 270 K/TUN/2001 tanggal 04 Maret 2002. Yang mana dari Yurisprudensi tetap tersebut memuat kaidah hukum: Bahwa Tenggang waktu pengajuan gugatan bagi pihak ketiga yang tidak dituju langsung oleh suatu Surat Keputusan Tata Usaha Negara yang merugikan kepentingannya adalah 90 (sembilan puluh) hari terhitung secara kasuistis sejak mengetahui adanya keputusan yang merugikan kepentingannya tersebut''.
Dengan adanya yurisprudensi tersebut, pada dasarnya Penggugat memiliki waktu yang lebih longgar untuk mengajukan gugatan. Namun dalam perkara ini, gugatan Penggugat dinyatakan tidak diterima sebab menurut pertimbangan hakim, Penggugat telah mengetahui adanya keputusan jauh hari sebelumnya, bahwa: “Menimbang, bahwa apabila dihubungkan tanggal Penggugat mengetahui dan merasa kepentinggannya dirugikan yaitu saat melaporkan Sekolah Dasar Lentera Kasih (in casu Tergugat II Intervensi) ke Kepolisian pada tanggal 28 Juni 2012 dengan tanggal pendaftaran gugatan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Denpasar pada tanggal 30 Oktober 2012 sehingga secara yuridis normatif gugatan Penggugat telah melewati tenggang waktu 90 (Sembilan puluh ) hari”. Beberapa putusan di atas menjunjukkan bahwa penting untuk membuktikan 2 (dua) unsur utama dalam yurisprudensi MA, yaitu unsur ''mengetahui'' dan ''merugikan kepentingan''. Kedua unsur tersebut menentukan jangka waktu mengajukan gugatan bagi pihak ketiga yang memiliki kepentingan terhadap adanya sebuah Keputusan Tata Usaha Negara.