Karakterisasi Yurisprudensi No : 1498 K/PDT/2006
Untuk membuktikan apakah jual-beli tanah sengketa terjadi dengan cara yang benar, berdasarkan asas billijkheid beginsel, maka yang harus membuktikan adalah pembeli (i.c termohon kasasi/tergugat iii), karena apabila ia benar telah membeli tanah tersebut, maka ia akan lebih mudah untuk membuktikannya. Menurut majelis kasasi, bukti-bukti yang diajukan oleh termohon kasasi/tergugat iii sebagai dasar telah beralihnya hak atas tanah sengketa kepada termohon kasasi/tergugat iii mengandung cacat yuridis.
Terhadap permohonan kasasi, hakim pada Mahmakah Agung membatalkan putusan Pengadilan tinggi Jakarta dengan pertimbangan hukum antara lain Pengadilan Tinggi salah menerapkan hukum atas dasar pertimbangan yang tidak cukup. Berikut adalah pertimbangan hakim Mahkamah Agung pada perkara No. 1498 K/Pdt/K/2006, antara lain:
1. Dalam keadaan tertentu, fotokopi dari fotokopi dapat diterima sebagai bukti. Dalam perkara ini, Majelis Hakim tingkat pertama menggunakan alat bukti fotokopi untuk menunjang pengakuan Termohon Kasasi/Tergugat III, bahwa tanah sengketa semula milik orang tua Pemohon Kasasi /Penggugat yang setelah beralih ke tangan Termohon Kasasi/Tergugat II kemudian dibeli oleh Termohon Kasasi/Tergugat III;
2. Untuk membuktikan apakah jual-beli tanah sengketa terjadi dengan cara yang benar, berdasarkan asas billijkheid beginsel, maka yang harus membuktikannya adalah pembeli ( i.c. Termohon Kasasi/Tergugat III), karena apabila ia benar telah membeli tanah tersebut, maka ia akan lebih mudah untuk membuktikannya.
1. Dalam keadaan tertentu, fotokopi dari fotokopi dapat diterima sebagai bukti. Dalam perkara ini, Majelis Hakim tingkat pertama menggunakan alat bukti fotokopi untuk menunjang pengakuan Termohon Kasasi/Tergugat III, bahwa tanah sengketa semula milik orang tua Pemohon Kasasi /Penggugat yang setelah beralih ke tangan Termohon Kasasi/Tergugat II kemudian dibeli oleh Termohon Kasasi/Tergugat III;
2. Untuk membuktikan apakah jual-beli tanah sengketa terjadi dengan cara yang benar, berdasarkan asas billijkheid beginsel, maka yang harus membuktikannya adalah pembeli ( i.c. Termohon Kasasi/Tergugat III), karena apabila ia benar telah membeli tanah tersebut, maka ia akan lebih mudah untuk membuktikannya.
KEABSAHAN FOTOKOPI
ALAT BUKTI
Perkara
dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 1498 K/Pdt/2006 menyelesaikan sengketa
terkait sengketa peralihan hak atas tanah. Dalam gugatannya di Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat, Penggugat mendalilkan bahwa ; Masnin binti Samit
merupakan ahli waris satu-satunya dari Samit/Amit yang mewarisi tanah seluas
2.280 m² yang terletak di Persil 55a dari Girik C No. 718 di Kampung Guji,
Kelurahan Duri Kepa Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Saat ini tanah
tersebut dikuasai oleh PT Pertamina Tbk (Tergugat III) yang telah melakukan
pembebasan atau pelepasan tanah seluas 12 Ha di Kampung Guji, Kelurahan Duri,
Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pada tahun 1970. Di dalam bidang tanah
yang dikuasai oleh PT. Pertamina tersebut, termasuk di dalamnya adalah sebagian
tanah warisan seluas 1.500 m² milik Masnin binti Samit, yang kemudian menjadi
objek sengketa. Pada saat proses pembebasan tanah tersebut, PT. Pertamina
bekerjasama dengan PT. Mastraco (Tergugat II) PT. Mastraco yang bersama-sama
dengan aparat Kantor Kecamatan dan Kelurahan Duri Kepa, termasuk Hayu Kesuma
(Tergugat I) memberikan penyuluhan dan penjelasan kepada seluruh pemilik tanah
yang akan dibebaskan. Kemudian surat giriknya diminta oleh Hayu Kesuma
(Tergugat I) untuk dibuatkan Akta Pelepasan Hak yang akan diajukan kepada PT.
Pertamina Tbk untuk mendapatkan pembayaran. Sesuai prosedur tersebut istri
Samit memberikan surat giriknya yaitu C No. 718 atas nama Samit bin Kibi,
dengan luas 2.280 m², kepada Hayu Kesuma yang datang bersama-sama aparat dari
Kantor Kelurahan Duri Kepa. Oleh karena tanah yang akan dibebaskan hanya seluas
1.500 m², maka girik tersebut dipecah menjadi Girik C No. 721 atas nama Amit
bin Kibi dengan luas 780 m² yang kemudian dikembalikan kepada Istri Samit dan
Girik C No. 721 atas nama Amit bin Kibi dengan luas 1.500 m² diserahkan kepada
Hayu Kesuma. Setelah surat girik tersebut diserahkan, istri Samit terus
menanyakan pembayaran tanah tersebut hingga tahun 1990, istri Samit meninggal,
belum ada pembayaran ganti rugi pembebasan tanah tersebut. Sampai sekarang pun
uang pembebasan tanah tersebut belum diterima oleh Masnin. Belakangan Masnin
mengetahui terhadap tanah masyarakat yang dibebaskan PT. Pertamina, bahwa
pembayaran ganti rugi atas pelepasan tanah Samit telah diberikan kepada Hayu
Kesuma (Tergugat I). dalam akta No. 25 tentang tentang Pelepasan Hak dengan
Pembayaran Ganti Kerugian tertanggal 20 Juni 1970 tertera bahwa tanah tersebut
dialihkan kepada PT. Mastraco (Tergugat II) oleh Hayu Kesuma (Tergugat I)
berdasarkan surat kuasa menjual tertanggal 13 Juni 1970. Kemudian tanah
tersebut dijual kepada PT. Pertamina berdasarkan Akta Perjanjian Notaris &
PPAT Januar Hamid No. 2 tanggal 22 Mei 1970. Akan tetapi surat kuasa tersebut
dibuat dengan tipu daya karena sesungguhnya Samit telah meninggal pada tahun
1963 (berdasarkan akta pembagian warisan No. 296/APW/1992/PAJB tertanggal 29
Oktober 1992 dan Surat Keterangan Waris tertanggal 8 Mei 2003) dan tidak
mungkin memberikan kuasa menjual kepada Hayu Kesuma pada tahun 1970. Untuk
mendapatkan kembali tanah tersebut Masnin menggugat Hayu Kesuma, PT. Mastraco,
dan PT Pertamina untuk mendapatkan kembali hak atas tanahnya tersebut. akan
tetapi dalam proses pembuktian, Masnin mengalami kendala karena untuk
membuktikan haknya tersebut, Masnin hanya dapat menunjukan fotokopi Girik C No.
721 dengan luas 1.500 m² tanpa dapat dicocokkan dengan surat aslinya
dikarenakan asli girik ada pada Tergugat III (PT. Pertamina Tbk). Dalam
putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan
untuk sebagian. Majelis Hakim menyatakan menurut hukum Masnin adalah pemilik
sah atas tanah a quo. Putusan tersebut didasarkan pada bukti fotokopi Girik C
No. 721 dengan luas 1.500 m² yang dikaitkan dengan pengakuan Tergugat III.
Majelis Hakim menerima bukti fotokopi Girik C No. 721 dengan mengkaitkannya
dengan pengakuan dalam Jawaban Tergugat III bahwa tanah a quo berasal dari
milik Samit/Amit yang setelah beralih ke Tergugat II yang kemudian dibeli oleh
Tergugat III. Akan Tetapi, Majelis Hakim di Pengadilan Tinggi Jakarta
membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan alasan bukti
fotokopi girik tersebut dianggap tidak sah karena tidak dicocokkan dengan surat
aslinya. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta tidak mempertimbangkan
yurisprudensi yaitu Putusan MA No. 112 K/Pdt/1996 yang menerima bukti fotokopi
apabila bersesuaian dengan alat bukti lain, serta Putusan MA No. 410 K/Pdt/2004
yang menerima bukti fotokopi karena bersesuaian dengan pengakuan pihak lawan.
Pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung berpendapat bahwa Pengadilan Tinggi Jakarta
telah salah menerapkan hukum sebab tidak memberikan pertimbangan yang cukup.
Alasannya karena Pengadilan Tinggi Jakarta tidak melihat dalam konteks apa
bukti fotokopi tersebut diterima oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat. Pertimbangan Pengadilan Tinggi Jakarta tersebut adalah keliru karena
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggunakan bukti fotokopi tersebut untuk
menunjang pengakuan Tergugat III dalam jawabannya, yang mengakui tanah sengketa
berasal dari milik Samit/Amit bin Kibi yang setelah beralih ke tangan Tergugat
II kemudian dibeli oleh Tergugat III. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat tidak memutus perkara berdasarkan bukti fotokopi yang berdiri sendiri,
tetapi bukti fotokopi tersebut dikaitkan dengan Pengakuan Tergugat III. Selain
itu bukti T.III-1 berupa fotokopi akta pelepasan hak atas tanah yang tidak
dapat dicocokkan dengan aslinya juga diterima oleh Majelis Hakim karena
bersesuaian dengan pengakuan Penggugat dan bukti P-6 (salinan akta pelepasan
hak atas tanah) bahwa memang telah terjadi pelepasan hak atas tanah a quo.
Bukti fotokopi tersebut memiliki kekuatan pembuktian bebas, Hakim bebas menilai
apakah bukti fotokopi tersebut sempurna atau memerlukan bukti lebih lanjut.
Bahwa, dalam Pasal 163 HIR, berbunyi “ Barang siapa, yang mengatakan ia
mempunyai hak, atau ia menyebutkan sesuatu perbuatan untuk menguatkan haknya
itu, atau untuk menambah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan
adanya hak itu atau adanya kejadian itu dan dalam Pasal 164 HIR tentang alat
bukti ayitu : Bukti surat, bukti saksi, persangkaan, pengakuan, dan supah.
Dalam perkara ini, Majelis Hakim menggunakan bukti fotokopi tersebut bersama
bukti P-6 dalam membuktikan adanya peristiwa pelepasan hak atas tanah yang
dilakukan Tergugat III pada tahun 1970. Putusan Yang Terkait / Mengikuti :
1.
Putusan Pengadilan No. 67/Pdt.G/2010/PN.Btl. Dalam perkara ini penggugat
mengajukan bukti fotokopi surat perjanjian jual beli tanah secara dibawah
tangan. Bukti fotokopi surat tersebut tidak diterima karena tidak disertai
surat aslinya untuk dicocokkan dengan surat aslinya tersebut, selain itu alat
bukti lain yang diajukan penggugat, yaitu keterangan saksi Sadino tidak
menguatkan bukti fotokopi tersebut.
2. Putusan Pengadilan No.
52/Pdt.G/2003/PN.Ptk jo. Putusan Pengadilan No. 35/Pdt/2004/PT.Ptk jo. Putusan
Mahkamah Agung No. 414 K/Pdt/2005. Dalam perkara ini penggugat mengajukan bukti
fotokopi Surat Pemberian Tanah dan bukti fotokopi Penterjemahan Surat Pemberian
Tanah yang keduanya tidak dicocokkan dengan aslinya. Bukti fotokopi tersebut
diterima karena bersesuaian dengan keterangan saksi, surat aporan kehilangan
dari Poltabes Sektor Kota Pontianak, serta surat pernyataan Para Turut Tergugat
yang mengakui bahwa mereka menggunakan tanah ahli waris Rahmah binti Kacung
(Penggugat). Bukti fotokopi tersebut memiliki kekuatan pembuktian bebas, Hakim
bebas menilai apakah bukti fotokopi tersebut sempurna atau memerlukan bukti
lebih lanjut. Dalam hal ini, Majelis Hakim menggunakan bukti fotokopi tersebut
bersama dengan keterangan saksi dan alat bukti lain yang bersesuaian dalam
membuktikan bahwa tanah sengketa merupakan milik Penggugat sebagai ahli waris
Rahmah binti Kacung.
3. Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 112 K/Pdt/1996 dan
yurisprudensi Mahkamah Agung No. 410 K/pdt/2004 yang memungkinkan diterimanya
bukti fotokopi yang tidak dapat dicocokkan dengan aslinya tetapi dikuatkan
dengan alat bukti lain, menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara demi
tercapainya kepastian hukum dan keadilan hukum.
KEABSAHAN FOTOKOPI
ALAT BUKTI
Perkara
dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 1498 K/Pdt/2006 menyelesaikan sengketa
terkait sengketa peralihan hak atas tanah. Dalam gugatannya di Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat, Penggugat mendalilkan bahwa ; Masnin binti Samit
merupakan ahli waris satu-satunya dari Samit/Amit yang mewarisi tanah seluas
2.280 m² yang terletak di Persil 55a dari Girik C No. 718 di Kampung Guji,
Kelurahan Duri Kepa Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Saat ini tanah
tersebut dikuasai oleh PT Pertamina Tbk (Tergugat III) yang telah melakukan
pembebasan atau pelepasan tanah seluas 12 Ha di Kampung Guji, Kelurahan Duri,
Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pada tahun 1970. Di dalam bidang tanah
yang dikuasai oleh PT. Pertamina tersebut, termasuk di dalamnya adalah sebagian
tanah warisan seluas 1.500 m² milik Masnin binti Samit, yang kemudian menjadi
objek sengketa. Pada saat proses pembebasan tanah tersebut, PT. Pertamina
bekerjasama dengan PT. Mastraco (Tergugat II) PT. Mastraco yang bersama-sama
dengan aparat Kantor Kecamatan dan Kelurahan Duri Kepa, termasuk Hayu Kesuma
(Tergugat I) memberikan penyuluhan dan penjelasan kepada seluruh pemilik tanah
yang akan dibebaskan. Kemudian surat giriknya diminta oleh Hayu Kesuma
(Tergugat I) untuk dibuatkan Akta Pelepasan Hak yang akan diajukan kepada PT.
Pertamina Tbk untuk mendapatkan pembayaran. Sesuai prosedur tersebut istri
Samit memberikan surat giriknya yaitu C No. 718 atas nama Samit bin Kibi,
dengan luas 2.280 m², kepada Hayu Kesuma yang datang bersama-sama aparat dari
Kantor Kelurahan Duri Kepa. Oleh karena tanah yang akan dibebaskan hanya seluas
1.500 m², maka girik tersebut dipecah menjadi Girik C No. 721 atas nama Amit
bin Kibi dengan luas 780 m² yang kemudian dikembalikan kepada Istri Samit dan
Girik C No. 721 atas nama Amit bin Kibi dengan luas 1.500 m² diserahkan kepada
Hayu Kesuma. Setelah surat girik tersebut diserahkan, istri Samit terus
menanyakan pembayaran tanah tersebut hingga tahun 1990, istri Samit meninggal,
belum ada pembayaran ganti rugi pembebasan tanah tersebut. Sampai sekarang pun
uang pembebasan tanah tersebut belum diterima oleh Masnin. Belakangan Masnin
mengetahui terhadap tanah masyarakat yang dibebaskan PT. Pertamina, bahwa
pembayaran ganti rugi atas pelepasan tanah Samit telah diberikan kepada Hayu
Kesuma (Tergugat I). dalam akta No. 25 tentang tentang Pelepasan Hak dengan
Pembayaran Ganti Kerugian tertanggal 20 Juni 1970 tertera bahwa tanah tersebut
dialihkan kepada PT. Mastraco (Tergugat II) oleh Hayu Kesuma (Tergugat I)
berdasarkan surat kuasa menjual tertanggal 13 Juni 1970. Kemudian tanah
tersebut dijual kepada PT. Pertamina berdasarkan Akta Perjanjian Notaris &
PPAT Januar Hamid No. 2 tanggal 22 Mei 1970. Akan tetapi surat kuasa tersebut
dibuat dengan tipu daya karena sesungguhnya Samit telah meninggal pada tahun
1963 (berdasarkan akta pembagian warisan No. 296/APW/1992/PAJB tertanggal 29
Oktober 1992 dan Surat Keterangan Waris tertanggal 8 Mei 2003) dan tidak
mungkin memberikan kuasa menjual kepada Hayu Kesuma pada tahun 1970. Untuk
mendapatkan kembali tanah tersebut Masnin menggugat Hayu Kesuma, PT. Mastraco,
dan PT Pertamina untuk mendapatkan kembali hak atas tanahnya tersebut. akan
tetapi dalam proses pembuktian, Masnin mengalami kendala karena untuk
membuktikan haknya tersebut, Masnin hanya dapat menunjukan fotokopi Girik C No.
721 dengan luas 1.500 m² tanpa dapat dicocokkan dengan surat aslinya
dikarenakan asli girik ada pada Tergugat III (PT. Pertamina Tbk). Dalam
putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan
untuk sebagian. Majelis Hakim menyatakan menurut hukum Masnin adalah pemilik
sah atas tanah a quo. Putusan tersebut didasarkan pada bukti fotokopi Girik C
No. 721 dengan luas 1.500 m² yang dikaitkan dengan pengakuan Tergugat III.
Majelis Hakim menerima bukti fotokopi Girik C No. 721 dengan mengkaitkannya
dengan pengakuan dalam Jawaban Tergugat III bahwa tanah a quo berasal dari
milik Samit/Amit yang setelah beralih ke Tergugat II yang kemudian dibeli oleh
Tergugat III. Akan Tetapi, Majelis Hakim di Pengadilan Tinggi Jakarta
membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan alasan bukti
fotokopi girik tersebut dianggap tidak sah karena tidak dicocokkan dengan surat
aslinya. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta tidak mempertimbangkan
yurisprudensi yaitu Putusan MA No. 112 K/Pdt/1996 yang menerima bukti fotokopi
apabila bersesuaian dengan alat bukti lain, serta Putusan MA No. 410 K/Pdt/2004
yang menerima bukti fotokopi karena bersesuaian dengan pengakuan pihak lawan.
Pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung berpendapat bahwa Pengadilan Tinggi Jakarta
telah salah menerapkan hukum sebab tidak memberikan pertimbangan yang cukup.
Alasannya karena Pengadilan Tinggi Jakarta tidak melihat dalam konteks apa
bukti fotokopi tersebut diterima oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat. Pertimbangan Pengadilan Tinggi Jakarta tersebut adalah keliru karena
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggunakan bukti fotokopi tersebut untuk
menunjang pengakuan Tergugat III dalam jawabannya, yang mengakui tanah sengketa
berasal dari milik Samit/Amit bin Kibi yang setelah beralih ke tangan Tergugat
II kemudian dibeli oleh Tergugat III. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat tidak memutus perkara berdasarkan bukti fotokopi yang berdiri sendiri,
tetapi bukti fotokopi tersebut dikaitkan dengan Pengakuan Tergugat III. Selain
itu bukti T.III-1 berupa fotokopi akta pelepasan hak atas tanah yang tidak
dapat dicocokkan dengan aslinya juga diterima oleh Majelis Hakim karena
bersesuaian dengan pengakuan Penggugat dan bukti P-6 (salinan akta pelepasan
hak atas tanah) bahwa memang telah terjadi pelepasan hak atas tanah a quo.
Bukti fotokopi tersebut memiliki kekuatan pembuktian bebas, Hakim bebas menilai
apakah bukti fotokopi tersebut sempurna atau memerlukan bukti lebih lanjut.
Bahwa, dalam Pasal 163 HIR, berbunyi “ Barang siapa, yang mengatakan ia
mempunyai hak, atau ia menyebutkan sesuatu perbuatan untuk menguatkan haknya
itu, atau untuk menambah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan
adanya hak itu atau adanya kejadian itu dan dalam Pasal 164 HIR tentang alat
bukti ayitu : Bukti surat, bukti saksi, persangkaan, pengakuan, dan supah.
Dalam perkara ini, Majelis Hakim menggunakan bukti fotokopi tersebut bersama
bukti P-6 dalam membuktikan adanya peristiwa pelepasan hak atas tanah yang
dilakukan Tergugat III pada tahun 1970. Putusan Yang Terkait / Mengikuti :
1.
Putusan Pengadilan No. 67/Pdt.G/2010/PN.Btl. Dalam perkara ini penggugat
mengajukan bukti fotokopi surat perjanjian jual beli tanah secara dibawah
tangan. Bukti fotokopi surat tersebut tidak diterima karena tidak disertai
surat aslinya untuk dicocokkan dengan surat aslinya tersebut, selain itu alat
bukti lain yang diajukan penggugat, yaitu keterangan saksi Sadino tidak
menguatkan bukti fotokopi tersebut.
2. Putusan Pengadilan No.
52/Pdt.G/2003/PN.Ptk jo. Putusan Pengadilan No. 35/Pdt/2004/PT.Ptk jo. Putusan
Mahkamah Agung No. 414 K/Pdt/2005. Dalam perkara ini penggugat mengajukan bukti
fotokopi Surat Pemberian Tanah dan bukti fotokopi Penterjemahan Surat Pemberian
Tanah yang keduanya tidak dicocokkan dengan aslinya. Bukti fotokopi tersebut
diterima karena bersesuaian dengan keterangan saksi, surat aporan kehilangan
dari Poltabes Sektor Kota Pontianak, serta surat pernyataan Para Turut Tergugat
yang mengakui bahwa mereka menggunakan tanah ahli waris Rahmah binti Kacung
(Penggugat). Bukti fotokopi tersebut memiliki kekuatan pembuktian bebas, Hakim
bebas menilai apakah bukti fotokopi tersebut sempurna atau memerlukan bukti
lebih lanjut. Dalam hal ini, Majelis Hakim menggunakan bukti fotokopi tersebut
bersama dengan keterangan saksi dan alat bukti lain yang bersesuaian dalam
membuktikan bahwa tanah sengketa merupakan milik Penggugat sebagai ahli waris
Rahmah binti Kacung.
3. Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 112 K/Pdt/1996 dan
yurisprudensi Mahkamah Agung No. 410 K/pdt/2004 yang memungkinkan diterimanya
bukti fotokopi yang tidak dapat dicocokkan dengan aslinya tetapi dikuatkan
dengan alat bukti lain, menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara demi
tercapainya kepastian hukum dan keadilan hukum.
KEABSAHAN FOTOKOPI
ALAT BUKTI
Perkara
dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 1498 K/Pdt/2006 menyelesaikan sengketa
terkait sengketa peralihan hak atas tanah. Dalam gugatannya di Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat, Penggugat mendalilkan bahwa ; Masnin binti Samit
merupakan ahli waris satu-satunya dari Samit/Amit yang mewarisi tanah seluas
2.280 m² yang terletak di Persil 55a dari Girik C No. 718 di Kampung Guji,
Kelurahan Duri Kepa Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Saat ini tanah
tersebut dikuasai oleh PT Pertamina Tbk (Tergugat III) yang telah melakukan
pembebasan atau pelepasan tanah seluas 12 Ha di Kampung Guji, Kelurahan Duri,
Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pada tahun 1970. Di dalam bidang tanah
yang dikuasai oleh PT. Pertamina tersebut, termasuk di dalamnya adalah sebagian
tanah warisan seluas 1.500 m² milik Masnin binti Samit, yang kemudian menjadi
objek sengketa. Pada saat proses pembebasan tanah tersebut, PT. Pertamina
bekerjasama dengan PT. Mastraco (Tergugat II) PT. Mastraco yang bersama-sama
dengan aparat Kantor Kecamatan dan Kelurahan Duri Kepa, termasuk Hayu Kesuma
(Tergugat I) memberikan penyuluhan dan penjelasan kepada seluruh pemilik tanah
yang akan dibebaskan. Kemudian surat giriknya diminta oleh Hayu Kesuma
(Tergugat I) untuk dibuatkan Akta Pelepasan Hak yang akan diajukan kepada PT.
Pertamina Tbk untuk mendapatkan pembayaran. Sesuai prosedur tersebut istri
Samit memberikan surat giriknya yaitu C No. 718 atas nama Samit bin Kibi,
dengan luas 2.280 m², kepada Hayu Kesuma yang datang bersama-sama aparat dari
Kantor Kelurahan Duri Kepa. Oleh karena tanah yang akan dibebaskan hanya seluas
1.500 m², maka girik tersebut dipecah menjadi Girik C No. 721 atas nama Amit
bin Kibi dengan luas 780 m² yang kemudian dikembalikan kepada Istri Samit dan
Girik C No. 721 atas nama Amit bin Kibi dengan luas 1.500 m² diserahkan kepada
Hayu Kesuma. Setelah surat girik tersebut diserahkan, istri Samit terus
menanyakan pembayaran tanah tersebut hingga tahun 1990, istri Samit meninggal,
belum ada pembayaran ganti rugi pembebasan tanah tersebut. Sampai sekarang pun
uang pembebasan tanah tersebut belum diterima oleh Masnin. Belakangan Masnin
mengetahui terhadap tanah masyarakat yang dibebaskan PT. Pertamina, bahwa
pembayaran ganti rugi atas pelepasan tanah Samit telah diberikan kepada Hayu
Kesuma (Tergugat I). dalam akta No. 25 tentang tentang Pelepasan Hak dengan
Pembayaran Ganti Kerugian tertanggal 20 Juni 1970 tertera bahwa tanah tersebut
dialihkan kepada PT. Mastraco (Tergugat II) oleh Hayu Kesuma (Tergugat I)
berdasarkan surat kuasa menjual tertanggal 13 Juni 1970. Kemudian tanah
tersebut dijual kepada PT. Pertamina berdasarkan Akta Perjanjian Notaris &
PPAT Januar Hamid No. 2 tanggal 22 Mei 1970. Akan tetapi surat kuasa tersebut
dibuat dengan tipu daya karena sesungguhnya Samit telah meninggal pada tahun
1963 (berdasarkan akta pembagian warisan No. 296/APW/1992/PAJB tertanggal 29
Oktober 1992 dan Surat Keterangan Waris tertanggal 8 Mei 2003) dan tidak
mungkin memberikan kuasa menjual kepada Hayu Kesuma pada tahun 1970. Untuk
mendapatkan kembali tanah tersebut Masnin menggugat Hayu Kesuma, PT. Mastraco,
dan PT Pertamina untuk mendapatkan kembali hak atas tanahnya tersebut. akan
tetapi dalam proses pembuktian, Masnin mengalami kendala karena untuk
membuktikan haknya tersebut, Masnin hanya dapat menunjukan fotokopi Girik C No.
721 dengan luas 1.500 m² tanpa dapat dicocokkan dengan surat aslinya
dikarenakan asli girik ada pada Tergugat III (PT. Pertamina Tbk). Dalam
putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan
untuk sebagian. Majelis Hakim menyatakan menurut hukum Masnin adalah pemilik
sah atas tanah a quo. Putusan tersebut didasarkan pada bukti fotokopi Girik C
No. 721 dengan luas 1.500 m² yang dikaitkan dengan pengakuan Tergugat III.
Majelis Hakim menerima bukti fotokopi Girik C No. 721 dengan mengkaitkannya
dengan pengakuan dalam Jawaban Tergugat III bahwa tanah a quo berasal dari
milik Samit/Amit yang setelah beralih ke Tergugat II yang kemudian dibeli oleh
Tergugat III. Akan Tetapi, Majelis Hakim di Pengadilan Tinggi Jakarta
membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan alasan bukti
fotokopi girik tersebut dianggap tidak sah karena tidak dicocokkan dengan surat
aslinya. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta tidak mempertimbangkan
yurisprudensi yaitu Putusan MA No. 112 K/Pdt/1996 yang menerima bukti fotokopi
apabila bersesuaian dengan alat bukti lain, serta Putusan MA No. 410 K/Pdt/2004
yang menerima bukti fotokopi karena bersesuaian dengan pengakuan pihak lawan.
Pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung berpendapat bahwa Pengadilan Tinggi Jakarta
telah salah menerapkan hukum sebab tidak memberikan pertimbangan yang cukup.
Alasannya karena Pengadilan Tinggi Jakarta tidak melihat dalam konteks apa
bukti fotokopi tersebut diterima oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat. Pertimbangan Pengadilan Tinggi Jakarta tersebut adalah keliru karena
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggunakan bukti fotokopi tersebut untuk
menunjang pengakuan Tergugat III dalam jawabannya, yang mengakui tanah sengketa
berasal dari milik Samit/Amit bin Kibi yang setelah beralih ke tangan Tergugat
II kemudian dibeli oleh Tergugat III. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat tidak memutus perkara berdasarkan bukti fotokopi yang berdiri sendiri,
tetapi bukti fotokopi tersebut dikaitkan dengan Pengakuan Tergugat III. Selain
itu bukti T.III-1 berupa fotokopi akta pelepasan hak atas tanah yang tidak
dapat dicocokkan dengan aslinya juga diterima oleh Majelis Hakim karena
bersesuaian dengan pengakuan Penggugat dan bukti P-6 (salinan akta pelepasan
hak atas tanah) bahwa memang telah terjadi pelepasan hak atas tanah a quo.
Bukti fotokopi tersebut memiliki kekuatan pembuktian bebas, Hakim bebas menilai
apakah bukti fotokopi tersebut sempurna atau memerlukan bukti lebih lanjut.
Bahwa, dalam Pasal 163 HIR, berbunyi “ Barang siapa, yang mengatakan ia
mempunyai hak, atau ia menyebutkan sesuatu perbuatan untuk menguatkan haknya
itu, atau untuk menambah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan
adanya hak itu atau adanya kejadian itu dan dalam Pasal 164 HIR tentang alat
bukti ayitu : Bukti surat, bukti saksi, persangkaan, pengakuan, dan supah.
Dalam perkara ini, Majelis Hakim menggunakan bukti fotokopi tersebut bersama
bukti P-6 dalam membuktikan adanya peristiwa pelepasan hak atas tanah yang
dilakukan Tergugat III pada tahun 1970. Putusan Yang Terkait / Mengikuti :
1.
Putusan Pengadilan No. 67/Pdt.G/2010/PN.Btl. Dalam perkara ini penggugat
mengajukan bukti fotokopi surat perjanjian jual beli tanah secara dibawah
tangan. Bukti fotokopi surat tersebut tidak diterima karena tidak disertai
surat aslinya untuk dicocokkan dengan surat aslinya tersebut, selain itu alat
bukti lain yang diajukan penggugat, yaitu keterangan saksi Sadino tidak
menguatkan bukti fotokopi tersebut.
2. Putusan Pengadilan No.
52/Pdt.G/2003/PN.Ptk jo. Putusan Pengadilan No. 35/Pdt/2004/PT.Ptk jo. Putusan
Mahkamah Agung No. 414 K/Pdt/2005. Dalam perkara ini penggugat mengajukan bukti
fotokopi Surat Pemberian Tanah dan bukti fotokopi Penterjemahan Surat Pemberian
Tanah yang keduanya tidak dicocokkan dengan aslinya. Bukti fotokopi tersebut
diterima karena bersesuaian dengan keterangan saksi, surat aporan kehilangan
dari Poltabes Sektor Kota Pontianak, serta surat pernyataan Para Turut Tergugat
yang mengakui bahwa mereka menggunakan tanah ahli waris Rahmah binti Kacung
(Penggugat). Bukti fotokopi tersebut memiliki kekuatan pembuktian bebas, Hakim
bebas menilai apakah bukti fotokopi tersebut sempurna atau memerlukan bukti
lebih lanjut. Dalam hal ini, Majelis Hakim menggunakan bukti fotokopi tersebut
bersama dengan keterangan saksi dan alat bukti lain yang bersesuaian dalam
membuktikan bahwa tanah sengketa merupakan milik Penggugat sebagai ahli waris
Rahmah binti Kacung.
3. Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 112 K/Pdt/1996 dan
yurisprudensi Mahkamah Agung No. 410 K/pdt/2004 yang memungkinkan diterimanya
bukti fotokopi yang tidak dapat dicocokkan dengan aslinya tetapi dikuatkan
dengan alat bukti lain, menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara demi
tercapainya kepastian hukum dan keadilan hukum.
Dalam
yurisprudensi No 1498 K/Pdt/2006, terdapat kaidah hukum yang saling berkaitan
yaitu fotokopi dari fotokopi yang dalam keadaan tertentu dapat diterima sebagai
alat bukti menurut anatator hakim telah melakukan penemuan hukum berupa
interpretasi yang diperluas (ekstensif) dari alat bukti surat. Sengketa a quo
diputus oleh pengadilan negeri yang kemudian dibatalkan putusannya oleh
pengadilan tinggi hingga berakhir di Mahkamah Agung. Dalam hal ini, hakim pada
tingkat kasasi menilai bahwa telah terjadi kesalahan dalam penerapan hukum yang
dilakukan oleh Hakim Pengadilan Tinggi dengan pertimbangan fotokopi dari
fotokopi dalam keadaan tertentu dapat diterima sebagai alat bukti, namun
penilaian dan kekuataan pembuktian bersifat bebas. Oleh karena itu kedudukan
fotokopi sebagai alat bukti merupakan perluasan dari Pasal 164 HIR. Mengingat
saat perkara ini diputus belum berlaku Undang-undang No 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik. Perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat dengan nomor putusan 164/Pdt.G/2004/PN Jkt Pst merupakan perkara
peralihan kepemilikan hak atas tanah yang merupakan objek warisan dari orang
tua Penggugat kepada Masnin binti Samit/Amit (Penggugat/Terbanding/Pemohon
Kasasi) sebagai satu satunya ahli waris. Perkara berawal dari pembebasan lahan
seluas 1.500 M2 dengan pemberian ganti kerugian oleh Tergugat III/
Pembanding/Termohon Kasasi melalui perantara Tergugat I dan Tergugat II. Sejak tahun
1970 hingga gugatan diajukan, ganti kerugian atas tanah seluas 1500 M2 yang
telah dalam penguasaan Tergugat III tidak pernah teralisasi, sehingga atas
keadaan ini Penggugat telah merasa dirugikan baik materiil maupun immateriil
atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan Tergugat. Dalam perkara ini
dicantumkan pula pihak-pihak yang didudukkan sebagai Turut Tergugat. Pada
pemeriksaan perkara di Pengadilan Negeri, Penggugat menggunakan alat bukti
fotocopi dari asli dengan memperlihatkan aslinya (P-1-P-7), dan P-8 merupakan
fotocopi dari fotocopi karena aslinya ada pada Tergugat III/Termohon Kasasi,
dan bukti-bukti tersebut tidak disangkal bahkan diterima baik sebagai bukti
yang sah oleh Tergugat III/Termohon Kasasi. Bukti P-8 merupakan akta No. 2
tanggal 10 Oktober 1970 Tentang Pelepasan Hak dengan Ganti Kerugian dari
Tergugat II kepada Tergugat III. Terdapat beberapa akta berikut turunannya
sebagai pelepasan hak yang berawal dari adanya Surat Kuasa dari Almarhum Samit
/ Amit bin Kibi ( orang tua penggugat) pada Tergugat I yang setelah ditelusuri
secara yuris formil, surat kuasa ini dipertanyakan keasliannya mengingat Samit
bin Amit bin Kibi meninggal pada tahun 1963, sementara surat kuasa bertahun
1970. Atas dasar pembuktian, maka judex factie pada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat mengabulkan gugatan Penggugat sebagian. Bahwa atas dasar putusan
Pengadilan Negeri, Tergugat III mengajukan permohonan banding, dan selanjutnya
putusan Pengadilan Tinggi membatalkan putusan Pengadilan Negeri. Terhadap putusan
Pengadilan Tinggi, Penggugat/Terbanding mengajukan permohonan kasasi dengan
alasan bahwa Judex factie pada Pengadilan Tinggi Jakarta telah salah dalam
menerapkan hukum, yaitu :
1.
menerapkan hukum atau melanggar hukum acara dan hukum pembuktian yang berlaku
serta menerapkan yurisprudensi putusan Mahkamah Agung RI No. 701 K/Sip/1976.;
2.
Judex factie tidak melaksanakan (melanggar) atau salah melaksanakan (
menerapkan) peraturan hukum tentang Hukum Waris.
3.
Judex factie dalam pertimbangan hukumya telah teryata kurang cukup dan terdapat
ketidaktertiban beracara dan/atau melanggar hukum acara karena tidak
mempertimbangkan sama sekali perbuatan Pemohon Kasasi/Tergugat III yang telah
menguasai tanah milik Penggugat/Pemohon Kasasi dengan alat bukti yang cacat
hukum dan/atau berdasarkan surat kuasa palsu sejak tahun 1970.
Selanjutnya,
terhadap perkara a-quo, judex yuris, mengabulkan permohonan kasasi dengan
putusan No. 1498 K/Pdt/K/2006 dengan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi
Jakarta No. 234/Pdt/2005/PT.DKI. Putusan Mahkamah Agung No.1498 K/Pdt/K/2006
setidaknya diikuti dan dikutip lebih dari 2 (dua) putusan pengadilan.
Yurisprudensi ini berkaitan dengan pengakuan terhadap alat bukti fotocopi dan
beban pembuktian yang selayaknya dibebankan pada pihak penjual. Majelis hakim
berpendapat dalam keadaan tertentu fotocopi dari fotocopi dapat diterima
sebagai alat bukti, tentunya hal ini harus didukung dengan alat bukti lain
misalnya saksi atau pengakuan, oleh karena itu menurut anatator dalam memutus
perkara ini hakim agung telah melakukan penemuan hukum berupa perluasaan dari
alat bukti tertulis ( ekstensif) mengingat sewaktu memeriksa dan memutus
perkara ini belum berlaku UU No 11 Tahun 2008 yang memberikan pengakuan
terhadap kekuataan hukum dari dokumen elektronik. Dalam penyelesaian perkara
perdata, hakim bersifat pasif, demikian salah satu asas yang dikenal dalam
penyelesaian sengketa perdata di pengadilan. Berkaitan dengan asas pasif, dalam
rangka mencapai kebenaran formil maka dalam mempertimbangkan dan memutuskan
suatu perkara, hakim berdasarkan pada hasil pembuktian yang seyogyanya
dilakukan oleh kedua belah pihak, Penggugat harus dapat membuktikan hal-hal
yang tercantum dalam gugatannya, demikian pula Tergugat harus dapat membuktikan
sangkalannya dalam jawaban sebagaimana disebut sebagai beban pembuktian ( Pasal
163 HIR). Oleh karena itu pembuktian merupakan tahap yang kelak sangat
menentukan putusan hakim. Menurut Anatator, penerapan beban pembuktian
merupakan masalah yuridis, yang berarti penerapannya dapat diperjuangkan hingga
tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Sebagai alat bukti yang pertama dan utama
menurut Pasal 164 HIR, akta otentik, perjanjian di bawah tangan, atau apapun
alat bukti yang bersifat tertulis/surat seyogyanya terlihat dan dapat
ditunjukkan aslinya, namun demikian menurut Doktin Hukum Pembuktian dari Prof.
Subekti, S.H., dalam bukunya berjudul “ Hukum Pembuktian” bahwa bukti surat
berupa fotokopi dari fotokopi, sepanjang tidak dapat dibuktikan sebagai surat
bukti palsu atau dipalsukan, adalah juga merupakan alat bukti yang sah. Atas
dasar hal demikian maka menurut Anatator, putusan Pengadilan Negeri sebagaimana
dikuatkan oleh Mahkamah Agung sudah tepat dengan didasarkan pada norma, kaidah,
serta doktrin dalam hukum pembuktian. Norma yang tersurat dalam Pasal 163 HIR
adalah pembuktian yang dibebankan oleh hakim baik kepada Penggugat maupun
Tergugat, yang memperoleh kesempatan yang sama. Diberikan kesempatan yang sama
dalam membuktikan merupakan implementasi dari asas hakim mendengar kedua belah
pihak ( audi et alteram partem). Asas bellijkheid mendasari lahirnya teori
kepatutan dalam pembebanan pembuktian, bahwa beban pembuktian harus dilihat
secara patut dalam arti bahwa hakim membebani salah satu pihak secara
berlebihan sementara pihak lain tidak demikian. Dalam kasus yang diputus oleh
Mahkamah Agung No. 1498 K/Pdt.2006 bahwa Tergugat III/Pemohon Kasasi sebagai
pihak pembeli dianggap layak, patut, dan lebih muda untuk dibebankan pembuktian
dengan menunjukkan bukti-bukti asli bahwa telah membeli tanah a-quo. Dengan
demikian, putusan Mahkamah Agung No. 1498 K/Pdt/2006 menghasilkan dalil
yurisprudensi:
1.
Dalam keadaan tertentu, fotocopi dari fotocopi dapat diterima sebagai alat
bukti. Dalam perkara ini, Majelis Hakim tingkat pertama menggunakan alat bukti
fotokopi untuk menunjang pengakuan Termohon Kasasi/Tergugat III, bahwa tanah
sengketa semula milik orang tua Pemohon Kasasi/Penggugat yang setelah beralih
ke tangan Termohona Kasasi/Tergugat II kemudian dibeli oleh Termohon
Kasasi/Tergugat III;
2.
Untuk membuktikan apakah jual beli tanah sengketa terjadi dengan cara yang
benar, maka berdasarkan asas bellijkheid beginsel, maka yang harus membuktikan
adalah pembeli ( i.c.Termohon Kasasi?Tergugat III), , karena apabila ia benar
telah membeli tanah tersebut, maka ia akan lebih mudah membuktikannya.