Karakterisasi Yurisprudensi No : 1498 K/PDT/2006

  • Post : 2024-08-07 15:31:49
  • Download ()
Kaidah Yurisprudensi : 1498 K/PDT/2006
Untuk membuktikan apakah jual-beli tanah sengketa terjadi dengan cara yang benar, berdasarkan asas billijkheid beginsel, maka yang harus membuktikan adalah pembeli (i.c termohon kasasi/tergugat iii), karena apabila ia benar telah membeli tanah tersebut, maka ia akan lebih mudah untuk membuktikannya. Menurut majelis kasasi, bukti-bukti yang diajukan oleh termohon kasasi/tergugat iii sebagai dasar telah beralihnya hak atas tanah sengketa kepada termohon kasasi/tergugat iii mengandung cacat yuridis.
Pertimbangan Hukum
Terhadap permohonan kasasi, hakim pada Mahmakah Agung membatalkan putusan Pengadilan tinggi Jakarta dengan pertimbangan hukum antara lain Pengadilan Tinggi salah menerapkan hukum atas dasar pertimbangan yang tidak cukup. Berikut adalah pertimbangan hakim Mahkamah Agung pada perkara No. 1498 K/Pdt/K/2006, antara lain:

1. Dalam keadaan tertentu, fotokopi dari fotokopi dapat diterima sebagai bukti. Dalam perkara ini, Majelis Hakim tingkat pertama menggunakan alat bukti fotokopi untuk menunjang pengakuan Termohon Kasasi/Tergugat III, bahwa tanah sengketa semula milik orang tua Pemohon Kasasi /Penggugat yang setelah beralih ke tangan Termohon Kasasi/Tergugat II kemudian dibeli oleh Termohon Kasasi/Tergugat III;

2. Untuk membuktikan apakah jual-beli tanah sengketa terjadi dengan cara yang benar, berdasarkan asas billijkheid beginsel, maka yang harus membuktikannya adalah pembeli ( i.c. Termohon Kasasi/Tergugat III), karena apabila ia benar telah membeli tanah tersebut, maka ia akan lebih mudah untuk membuktikannya.

Anotasi Oleh : Dr. Saim Aksinuddin
KEABSAHAN FOTOKOPI ALAT BUKTI
Perkara dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 1498 K/Pdt/2006 menyelesaikan sengketa terkait sengketa peralihan hak atas tanah. Dalam gugatannya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Penggugat mendalilkan bahwa ; Masnin binti Samit merupakan ahli waris satu-satunya dari Samit/Amit yang mewarisi tanah seluas 2.280 m² yang terletak di Persil 55a dari Girik C No. 718 di Kampung Guji, Kelurahan Duri Kepa Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Saat ini tanah tersebut dikuasai oleh PT Pertamina Tbk (Tergugat III) yang telah melakukan pembebasan atau pelepasan tanah seluas 12 Ha di Kampung Guji, Kelurahan Duri, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pada tahun 1970. Di dalam bidang tanah yang dikuasai oleh PT. Pertamina tersebut, termasuk di dalamnya adalah sebagian tanah warisan seluas 1.500 m² milik Masnin binti Samit, yang kemudian menjadi objek sengketa. Pada saat proses pembebasan tanah tersebut, PT. Pertamina bekerjasama dengan PT. Mastraco (Tergugat II) PT. Mastraco yang bersama-sama dengan aparat Kantor Kecamatan dan Kelurahan Duri Kepa, termasuk Hayu Kesuma (Tergugat I) memberikan penyuluhan dan penjelasan kepada seluruh pemilik tanah yang akan dibebaskan. Kemudian surat giriknya diminta oleh Hayu Kesuma (Tergugat I) untuk dibuatkan Akta Pelepasan Hak yang akan diajukan kepada PT. Pertamina Tbk untuk mendapatkan pembayaran. Sesuai prosedur tersebut istri Samit memberikan surat giriknya yaitu C No. 718 atas nama Samit bin Kibi, dengan luas 2.280 m², kepada Hayu Kesuma yang datang bersama-sama aparat dari Kantor Kelurahan Duri Kepa. Oleh karena tanah yang akan dibebaskan hanya seluas 1.500 m², maka girik tersebut dipecah menjadi Girik C No. 721 atas nama Amit bin Kibi dengan luas 780 m² yang kemudian dikembalikan kepada Istri Samit dan Girik C No. 721 atas nama Amit bin Kibi dengan luas 1.500 m² diserahkan kepada Hayu Kesuma. Setelah surat girik tersebut diserahkan, istri Samit terus menanyakan pembayaran tanah tersebut hingga tahun 1990, istri Samit meninggal, belum ada pembayaran ganti rugi pembebasan tanah tersebut. Sampai sekarang pun uang pembebasan tanah tersebut belum diterima oleh Masnin. Belakangan Masnin mengetahui terhadap tanah masyarakat yang dibebaskan PT. Pertamina, bahwa pembayaran ganti rugi atas pelepasan tanah Samit telah diberikan kepada Hayu Kesuma (Tergugat I). dalam akta No. 25 tentang tentang Pelepasan Hak dengan Pembayaran Ganti Kerugian tertanggal 20 Juni 1970 tertera bahwa tanah tersebut dialihkan kepada PT. Mastraco (Tergugat II) oleh Hayu Kesuma (Tergugat I) berdasarkan surat kuasa menjual tertanggal 13 Juni 1970. Kemudian tanah tersebut dijual kepada PT. Pertamina berdasarkan Akta Perjanjian Notaris & PPAT Januar Hamid No. 2 tanggal 22 Mei 1970. Akan tetapi surat kuasa tersebut dibuat dengan tipu daya karena sesungguhnya Samit telah meninggal pada tahun 1963 (berdasarkan akta pembagian warisan No. 296/APW/1992/PAJB tertanggal 29 Oktober 1992 dan Surat Keterangan Waris tertanggal 8 Mei 2003) dan tidak mungkin memberikan kuasa menjual kepada Hayu Kesuma pada tahun 1970. Untuk mendapatkan kembali tanah tersebut Masnin menggugat Hayu Kesuma, PT. Mastraco, dan PT Pertamina untuk mendapatkan kembali hak atas tanahnya tersebut. akan tetapi dalam proses pembuktian, Masnin mengalami kendala karena untuk membuktikan haknya tersebut, Masnin hanya dapat menunjukan fotokopi Girik C No. 721 dengan luas 1.500 m² tanpa dapat dicocokkan dengan surat aslinya dikarenakan asli girik ada pada Tergugat III (PT. Pertamina Tbk). Dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan untuk sebagian. Majelis Hakim menyatakan menurut hukum Masnin adalah pemilik sah atas tanah a quo. Putusan tersebut didasarkan pada bukti fotokopi Girik C No. 721 dengan luas 1.500 m² yang dikaitkan dengan pengakuan Tergugat III. Majelis Hakim menerima bukti fotokopi Girik C No. 721 dengan mengkaitkannya dengan pengakuan dalam Jawaban Tergugat III bahwa tanah a quo berasal dari milik Samit/Amit yang setelah beralih ke Tergugat II yang kemudian dibeli oleh Tergugat III. Akan Tetapi, Majelis Hakim di Pengadilan Tinggi Jakarta membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan alasan bukti fotokopi girik tersebut dianggap tidak sah karena tidak dicocokkan dengan surat aslinya. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta tidak mempertimbangkan yurisprudensi yaitu Putusan MA No. 112 K/Pdt/1996 yang menerima bukti fotokopi apabila bersesuaian dengan alat bukti lain, serta Putusan MA No. 410 K/Pdt/2004 yang menerima bukti fotokopi karena bersesuaian dengan pengakuan pihak lawan. Pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung berpendapat bahwa Pengadilan Tinggi Jakarta telah salah menerapkan hukum sebab tidak memberikan pertimbangan yang cukup. Alasannya karena Pengadilan Tinggi Jakarta tidak melihat dalam konteks apa bukti fotokopi tersebut diterima oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pertimbangan Pengadilan Tinggi Jakarta tersebut adalah keliru karena Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggunakan bukti fotokopi tersebut untuk menunjang pengakuan Tergugat III dalam jawabannya, yang mengakui tanah sengketa berasal dari milik Samit/Amit bin Kibi yang setelah beralih ke tangan Tergugat II kemudian dibeli oleh Tergugat III. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak memutus perkara berdasarkan bukti fotokopi yang berdiri sendiri, tetapi bukti fotokopi tersebut dikaitkan dengan Pengakuan Tergugat III. Selain itu bukti T.III-1 berupa fotokopi akta pelepasan hak atas tanah yang tidak dapat dicocokkan dengan aslinya juga diterima oleh Majelis Hakim karena bersesuaian dengan pengakuan Penggugat dan bukti P-6 (salinan akta pelepasan hak atas tanah) bahwa memang telah terjadi pelepasan hak atas tanah a quo. Bukti fotokopi tersebut memiliki kekuatan pembuktian bebas, Hakim bebas menilai apakah bukti fotokopi tersebut sempurna atau memerlukan bukti lebih lanjut. Bahwa, dalam Pasal 163 HIR, berbunyi “ Barang siapa, yang mengatakan ia mempunyai hak, atau ia menyebutkan sesuatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu, atau untuk menambah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu dan dalam Pasal 164 HIR tentang alat bukti ayitu : Bukti surat, bukti saksi, persangkaan, pengakuan, dan supah. Dalam perkara ini, Majelis Hakim menggunakan bukti fotokopi tersebut bersama bukti P-6 dalam membuktikan adanya peristiwa pelepasan hak atas tanah yang dilakukan Tergugat III pada tahun 1970. Putusan Yang Terkait / Mengikuti : 
1. Putusan Pengadilan No. 67/Pdt.G/2010/PN.Btl. Dalam perkara ini penggugat mengajukan bukti fotokopi surat perjanjian jual beli tanah secara dibawah tangan. Bukti fotokopi surat tersebut tidak diterima karena tidak disertai surat aslinya untuk dicocokkan dengan surat aslinya tersebut, selain itu alat bukti lain yang diajukan penggugat, yaitu keterangan saksi Sadino tidak menguatkan bukti fotokopi tersebut. 
2. Putusan Pengadilan No. 52/Pdt.G/2003/PN.Ptk jo. Putusan Pengadilan No. 35/Pdt/2004/PT.Ptk jo. Putusan Mahkamah Agung No. 414 K/Pdt/2005. Dalam perkara ini penggugat mengajukan bukti fotokopi Surat Pemberian Tanah dan bukti fotokopi Penterjemahan Surat Pemberian Tanah yang keduanya tidak dicocokkan dengan aslinya. Bukti fotokopi tersebut diterima karena bersesuaian dengan keterangan saksi, surat aporan kehilangan dari Poltabes Sektor Kota Pontianak, serta surat pernyataan Para Turut Tergugat yang mengakui bahwa mereka menggunakan tanah ahli waris Rahmah binti Kacung (Penggugat). Bukti fotokopi tersebut memiliki kekuatan pembuktian bebas, Hakim bebas menilai apakah bukti fotokopi tersebut sempurna atau memerlukan bukti lebih lanjut. Dalam hal ini, Majelis Hakim menggunakan bukti fotokopi tersebut bersama dengan keterangan saksi dan alat bukti lain yang bersesuaian dalam membuktikan bahwa tanah sengketa merupakan milik Penggugat sebagai ahli waris Rahmah binti Kacung. 
3. Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 112 K/Pdt/1996 dan yurisprudensi Mahkamah Agung No. 410 K/pdt/2004 yang memungkinkan diterimanya bukti fotokopi yang tidak dapat dicocokkan dengan aslinya tetapi dikuatkan dengan alat bukti lain, menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara demi tercapainya kepastian hukum dan keadilan hukum.  
Anotasi Oleh : Dr. Utari Dewi Fatimah
KEABSAHAN FOTOKOPI ALAT BUKTI
Perkara dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 1498 K/Pdt/2006 menyelesaikan sengketa terkait sengketa peralihan hak atas tanah. Dalam gugatannya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Penggugat mendalilkan bahwa ; Masnin binti Samit merupakan ahli waris satu-satunya dari Samit/Amit yang mewarisi tanah seluas 2.280 m² yang terletak di Persil 55a dari Girik C No. 718 di Kampung Guji, Kelurahan Duri Kepa Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Saat ini tanah tersebut dikuasai oleh PT Pertamina Tbk (Tergugat III) yang telah melakukan pembebasan atau pelepasan tanah seluas 12 Ha di Kampung Guji, Kelurahan Duri, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pada tahun 1970. Di dalam bidang tanah yang dikuasai oleh PT. Pertamina tersebut, termasuk di dalamnya adalah sebagian tanah warisan seluas 1.500 m² milik Masnin binti Samit, yang kemudian menjadi objek sengketa. Pada saat proses pembebasan tanah tersebut, PT. Pertamina bekerjasama dengan PT. Mastraco (Tergugat II) PT. Mastraco yang bersama-sama dengan aparat Kantor Kecamatan dan Kelurahan Duri Kepa, termasuk Hayu Kesuma (Tergugat I) memberikan penyuluhan dan penjelasan kepada seluruh pemilik tanah yang akan dibebaskan. Kemudian surat giriknya diminta oleh Hayu Kesuma (Tergugat I) untuk dibuatkan Akta Pelepasan Hak yang akan diajukan kepada PT. Pertamina Tbk untuk mendapatkan pembayaran. Sesuai prosedur tersebut istri Samit memberikan surat giriknya yaitu C No. 718 atas nama Samit bin Kibi, dengan luas 2.280 m², kepada Hayu Kesuma yang datang bersama-sama aparat dari Kantor Kelurahan Duri Kepa. Oleh karena tanah yang akan dibebaskan hanya seluas 1.500 m², maka girik tersebut dipecah menjadi Girik C No. 721 atas nama Amit bin Kibi dengan luas 780 m² yang kemudian dikembalikan kepada Istri Samit dan Girik C No. 721 atas nama Amit bin Kibi dengan luas 1.500 m² diserahkan kepada Hayu Kesuma. Setelah surat girik tersebut diserahkan, istri Samit terus menanyakan pembayaran tanah tersebut hingga tahun 1990, istri Samit meninggal, belum ada pembayaran ganti rugi pembebasan tanah tersebut. Sampai sekarang pun uang pembebasan tanah tersebut belum diterima oleh Masnin. Belakangan Masnin mengetahui terhadap tanah masyarakat yang dibebaskan PT. Pertamina, bahwa pembayaran ganti rugi atas pelepasan tanah Samit telah diberikan kepada Hayu Kesuma (Tergugat I). dalam akta No. 25 tentang tentang Pelepasan Hak dengan Pembayaran Ganti Kerugian tertanggal 20 Juni 1970 tertera bahwa tanah tersebut dialihkan kepada PT. Mastraco (Tergugat II) oleh Hayu Kesuma (Tergugat I) berdasarkan surat kuasa menjual tertanggal 13 Juni 1970. Kemudian tanah tersebut dijual kepada PT. Pertamina berdasarkan Akta Perjanjian Notaris & PPAT Januar Hamid No. 2 tanggal 22 Mei 1970. Akan tetapi surat kuasa tersebut dibuat dengan tipu daya karena sesungguhnya Samit telah meninggal pada tahun 1963 (berdasarkan akta pembagian warisan No. 296/APW/1992/PAJB tertanggal 29 Oktober 1992 dan Surat Keterangan Waris tertanggal 8 Mei 2003) dan tidak mungkin memberikan kuasa menjual kepada Hayu Kesuma pada tahun 1970. Untuk mendapatkan kembali tanah tersebut Masnin menggugat Hayu Kesuma, PT. Mastraco, dan PT Pertamina untuk mendapatkan kembali hak atas tanahnya tersebut. akan tetapi dalam proses pembuktian, Masnin mengalami kendala karena untuk membuktikan haknya tersebut, Masnin hanya dapat menunjukan fotokopi Girik C No. 721 dengan luas 1.500 m² tanpa dapat dicocokkan dengan surat aslinya dikarenakan asli girik ada pada Tergugat III (PT. Pertamina Tbk). Dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan untuk sebagian. Majelis Hakim menyatakan menurut hukum Masnin adalah pemilik sah atas tanah a quo. Putusan tersebut didasarkan pada bukti fotokopi Girik C No. 721 dengan luas 1.500 m² yang dikaitkan dengan pengakuan Tergugat III. Majelis Hakim menerima bukti fotokopi Girik C No. 721 dengan mengkaitkannya dengan pengakuan dalam Jawaban Tergugat III bahwa tanah a quo berasal dari milik Samit/Amit yang setelah beralih ke Tergugat II yang kemudian dibeli oleh Tergugat III. Akan Tetapi, Majelis Hakim di Pengadilan Tinggi Jakarta membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan alasan bukti fotokopi girik tersebut dianggap tidak sah karena tidak dicocokkan dengan surat aslinya. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta tidak mempertimbangkan yurisprudensi yaitu Putusan MA No. 112 K/Pdt/1996 yang menerima bukti fotokopi apabila bersesuaian dengan alat bukti lain, serta Putusan MA No. 410 K/Pdt/2004 yang menerima bukti fotokopi karena bersesuaian dengan pengakuan pihak lawan. Pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung berpendapat bahwa Pengadilan Tinggi Jakarta telah salah menerapkan hukum sebab tidak memberikan pertimbangan yang cukup. Alasannya karena Pengadilan Tinggi Jakarta tidak melihat dalam konteks apa bukti fotokopi tersebut diterima oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pertimbangan Pengadilan Tinggi Jakarta tersebut adalah keliru karena Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggunakan bukti fotokopi tersebut untuk menunjang pengakuan Tergugat III dalam jawabannya, yang mengakui tanah sengketa berasal dari milik Samit/Amit bin Kibi yang setelah beralih ke tangan Tergugat II kemudian dibeli oleh Tergugat III. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak memutus perkara berdasarkan bukti fotokopi yang berdiri sendiri, tetapi bukti fotokopi tersebut dikaitkan dengan Pengakuan Tergugat III. Selain itu bukti T.III-1 berupa fotokopi akta pelepasan hak atas tanah yang tidak dapat dicocokkan dengan aslinya juga diterima oleh Majelis Hakim karena bersesuaian dengan pengakuan Penggugat dan bukti P-6 (salinan akta pelepasan hak atas tanah) bahwa memang telah terjadi pelepasan hak atas tanah a quo. Bukti fotokopi tersebut memiliki kekuatan pembuktian bebas, Hakim bebas menilai apakah bukti fotokopi tersebut sempurna atau memerlukan bukti lebih lanjut. Bahwa, dalam Pasal 163 HIR, berbunyi “ Barang siapa, yang mengatakan ia mempunyai hak, atau ia menyebutkan sesuatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu, atau untuk menambah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu dan dalam Pasal 164 HIR tentang alat bukti ayitu : Bukti surat, bukti saksi, persangkaan, pengakuan, dan supah. Dalam perkara ini, Majelis Hakim menggunakan bukti fotokopi tersebut bersama bukti P-6 dalam membuktikan adanya peristiwa pelepasan hak atas tanah yang dilakukan Tergugat III pada tahun 1970. Putusan Yang Terkait / Mengikuti : 
1. Putusan Pengadilan No. 67/Pdt.G/2010/PN.Btl. Dalam perkara ini penggugat mengajukan bukti fotokopi surat perjanjian jual beli tanah secara dibawah tangan. Bukti fotokopi surat tersebut tidak diterima karena tidak disertai surat aslinya untuk dicocokkan dengan surat aslinya tersebut, selain itu alat bukti lain yang diajukan penggugat, yaitu keterangan saksi Sadino tidak menguatkan bukti fotokopi tersebut. 
2. Putusan Pengadilan No. 52/Pdt.G/2003/PN.Ptk jo. Putusan Pengadilan No. 35/Pdt/2004/PT.Ptk jo. Putusan Mahkamah Agung No. 414 K/Pdt/2005. Dalam perkara ini penggugat mengajukan bukti fotokopi Surat Pemberian Tanah dan bukti fotokopi Penterjemahan Surat Pemberian Tanah yang keduanya tidak dicocokkan dengan aslinya. Bukti fotokopi tersebut diterima karena bersesuaian dengan keterangan saksi, surat aporan kehilangan dari Poltabes Sektor Kota Pontianak, serta surat pernyataan Para Turut Tergugat yang mengakui bahwa mereka menggunakan tanah ahli waris Rahmah binti Kacung (Penggugat). Bukti fotokopi tersebut memiliki kekuatan pembuktian bebas, Hakim bebas menilai apakah bukti fotokopi tersebut sempurna atau memerlukan bukti lebih lanjut. Dalam hal ini, Majelis Hakim menggunakan bukti fotokopi tersebut bersama dengan keterangan saksi dan alat bukti lain yang bersesuaian dalam membuktikan bahwa tanah sengketa merupakan milik Penggugat sebagai ahli waris Rahmah binti Kacung. 
3. Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 112 K/Pdt/1996 dan yurisprudensi Mahkamah Agung No. 410 K/pdt/2004 yang memungkinkan diterimanya bukti fotokopi yang tidak dapat dicocokkan dengan aslinya tetapi dikuatkan dengan alat bukti lain, menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara demi tercapainya kepastian hukum dan keadilan hukum.  
Anotasi Oleh : Dedy Mulyana
KEABSAHAN FOTOKOPI ALAT BUKTI
Perkara dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 1498 K/Pdt/2006 menyelesaikan sengketa terkait sengketa peralihan hak atas tanah. Dalam gugatannya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Penggugat mendalilkan bahwa ; Masnin binti Samit merupakan ahli waris satu-satunya dari Samit/Amit yang mewarisi tanah seluas 2.280 m² yang terletak di Persil 55a dari Girik C No. 718 di Kampung Guji, Kelurahan Duri Kepa Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Saat ini tanah tersebut dikuasai oleh PT Pertamina Tbk (Tergugat III) yang telah melakukan pembebasan atau pelepasan tanah seluas 12 Ha di Kampung Guji, Kelurahan Duri, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pada tahun 1970. Di dalam bidang tanah yang dikuasai oleh PT. Pertamina tersebut, termasuk di dalamnya adalah sebagian tanah warisan seluas 1.500 m² milik Masnin binti Samit, yang kemudian menjadi objek sengketa. Pada saat proses pembebasan tanah tersebut, PT. Pertamina bekerjasama dengan PT. Mastraco (Tergugat II) PT. Mastraco yang bersama-sama dengan aparat Kantor Kecamatan dan Kelurahan Duri Kepa, termasuk Hayu Kesuma (Tergugat I) memberikan penyuluhan dan penjelasan kepada seluruh pemilik tanah yang akan dibebaskan. Kemudian surat giriknya diminta oleh Hayu Kesuma (Tergugat I) untuk dibuatkan Akta Pelepasan Hak yang akan diajukan kepada PT. Pertamina Tbk untuk mendapatkan pembayaran. Sesuai prosedur tersebut istri Samit memberikan surat giriknya yaitu C No. 718 atas nama Samit bin Kibi, dengan luas 2.280 m², kepada Hayu Kesuma yang datang bersama-sama aparat dari Kantor Kelurahan Duri Kepa. Oleh karena tanah yang akan dibebaskan hanya seluas 1.500 m², maka girik tersebut dipecah menjadi Girik C No. 721 atas nama Amit bin Kibi dengan luas 780 m² yang kemudian dikembalikan kepada Istri Samit dan Girik C No. 721 atas nama Amit bin Kibi dengan luas 1.500 m² diserahkan kepada Hayu Kesuma. Setelah surat girik tersebut diserahkan, istri Samit terus menanyakan pembayaran tanah tersebut hingga tahun 1990, istri Samit meninggal, belum ada pembayaran ganti rugi pembebasan tanah tersebut. Sampai sekarang pun uang pembebasan tanah tersebut belum diterima oleh Masnin. Belakangan Masnin mengetahui terhadap tanah masyarakat yang dibebaskan PT. Pertamina, bahwa pembayaran ganti rugi atas pelepasan tanah Samit telah diberikan kepada Hayu Kesuma (Tergugat I). dalam akta No. 25 tentang tentang Pelepasan Hak dengan Pembayaran Ganti Kerugian tertanggal 20 Juni 1970 tertera bahwa tanah tersebut dialihkan kepada PT. Mastraco (Tergugat II) oleh Hayu Kesuma (Tergugat I) berdasarkan surat kuasa menjual tertanggal 13 Juni 1970. Kemudian tanah tersebut dijual kepada PT. Pertamina berdasarkan Akta Perjanjian Notaris & PPAT Januar Hamid No. 2 tanggal 22 Mei 1970. Akan tetapi surat kuasa tersebut dibuat dengan tipu daya karena sesungguhnya Samit telah meninggal pada tahun 1963 (berdasarkan akta pembagian warisan No. 296/APW/1992/PAJB tertanggal 29 Oktober 1992 dan Surat Keterangan Waris tertanggal 8 Mei 2003) dan tidak mungkin memberikan kuasa menjual kepada Hayu Kesuma pada tahun 1970. Untuk mendapatkan kembali tanah tersebut Masnin menggugat Hayu Kesuma, PT. Mastraco, dan PT Pertamina untuk mendapatkan kembali hak atas tanahnya tersebut. akan tetapi dalam proses pembuktian, Masnin mengalami kendala karena untuk membuktikan haknya tersebut, Masnin hanya dapat menunjukan fotokopi Girik C No. 721 dengan luas 1.500 m² tanpa dapat dicocokkan dengan surat aslinya dikarenakan asli girik ada pada Tergugat III (PT. Pertamina Tbk). Dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan untuk sebagian. Majelis Hakim menyatakan menurut hukum Masnin adalah pemilik sah atas tanah a quo. Putusan tersebut didasarkan pada bukti fotokopi Girik C No. 721 dengan luas 1.500 m² yang dikaitkan dengan pengakuan Tergugat III. Majelis Hakim menerima bukti fotokopi Girik C No. 721 dengan mengkaitkannya dengan pengakuan dalam Jawaban Tergugat III bahwa tanah a quo berasal dari milik Samit/Amit yang setelah beralih ke Tergugat II yang kemudian dibeli oleh Tergugat III. Akan Tetapi, Majelis Hakim di Pengadilan Tinggi Jakarta membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan alasan bukti fotokopi girik tersebut dianggap tidak sah karena tidak dicocokkan dengan surat aslinya. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta tidak mempertimbangkan yurisprudensi yaitu Putusan MA No. 112 K/Pdt/1996 yang menerima bukti fotokopi apabila bersesuaian dengan alat bukti lain, serta Putusan MA No. 410 K/Pdt/2004 yang menerima bukti fotokopi karena bersesuaian dengan pengakuan pihak lawan. Pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung berpendapat bahwa Pengadilan Tinggi Jakarta telah salah menerapkan hukum sebab tidak memberikan pertimbangan yang cukup. Alasannya karena Pengadilan Tinggi Jakarta tidak melihat dalam konteks apa bukti fotokopi tersebut diterima oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pertimbangan Pengadilan Tinggi Jakarta tersebut adalah keliru karena Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggunakan bukti fotokopi tersebut untuk menunjang pengakuan Tergugat III dalam jawabannya, yang mengakui tanah sengketa berasal dari milik Samit/Amit bin Kibi yang setelah beralih ke tangan Tergugat II kemudian dibeli oleh Tergugat III. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak memutus perkara berdasarkan bukti fotokopi yang berdiri sendiri, tetapi bukti fotokopi tersebut dikaitkan dengan Pengakuan Tergugat III. Selain itu bukti T.III-1 berupa fotokopi akta pelepasan hak atas tanah yang tidak dapat dicocokkan dengan aslinya juga diterima oleh Majelis Hakim karena bersesuaian dengan pengakuan Penggugat dan bukti P-6 (salinan akta pelepasan hak atas tanah) bahwa memang telah terjadi pelepasan hak atas tanah a quo. Bukti fotokopi tersebut memiliki kekuatan pembuktian bebas, Hakim bebas menilai apakah bukti fotokopi tersebut sempurna atau memerlukan bukti lebih lanjut. Bahwa, dalam Pasal 163 HIR, berbunyi “ Barang siapa, yang mengatakan ia mempunyai hak, atau ia menyebutkan sesuatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu, atau untuk menambah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu dan dalam Pasal 164 HIR tentang alat bukti ayitu : Bukti surat, bukti saksi, persangkaan, pengakuan, dan supah. Dalam perkara ini, Majelis Hakim menggunakan bukti fotokopi tersebut bersama bukti P-6 dalam membuktikan adanya peristiwa pelepasan hak atas tanah yang dilakukan Tergugat III pada tahun 1970. Putusan Yang Terkait / Mengikuti : 
1. Putusan Pengadilan No. 67/Pdt.G/2010/PN.Btl. Dalam perkara ini penggugat mengajukan bukti fotokopi surat perjanjian jual beli tanah secara dibawah tangan. Bukti fotokopi surat tersebut tidak diterima karena tidak disertai surat aslinya untuk dicocokkan dengan surat aslinya tersebut, selain itu alat bukti lain yang diajukan penggugat, yaitu keterangan saksi Sadino tidak menguatkan bukti fotokopi tersebut. 
2. Putusan Pengadilan No. 52/Pdt.G/2003/PN.Ptk jo. Putusan Pengadilan No. 35/Pdt/2004/PT.Ptk jo. Putusan Mahkamah Agung No. 414 K/Pdt/2005. Dalam perkara ini penggugat mengajukan bukti fotokopi Surat Pemberian Tanah dan bukti fotokopi Penterjemahan Surat Pemberian Tanah yang keduanya tidak dicocokkan dengan aslinya. Bukti fotokopi tersebut diterima karena bersesuaian dengan keterangan saksi, surat aporan kehilangan dari Poltabes Sektor Kota Pontianak, serta surat pernyataan Para Turut Tergugat yang mengakui bahwa mereka menggunakan tanah ahli waris Rahmah binti Kacung (Penggugat). Bukti fotokopi tersebut memiliki kekuatan pembuktian bebas, Hakim bebas menilai apakah bukti fotokopi tersebut sempurna atau memerlukan bukti lebih lanjut. Dalam hal ini, Majelis Hakim menggunakan bukti fotokopi tersebut bersama dengan keterangan saksi dan alat bukti lain yang bersesuaian dalam membuktikan bahwa tanah sengketa merupakan milik Penggugat sebagai ahli waris Rahmah binti Kacung. 
3. Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 112 K/Pdt/1996 dan yurisprudensi Mahkamah Agung No. 410 K/pdt/2004 yang memungkinkan diterimanya bukti fotokopi yang tidak dapat dicocokkan dengan aslinya tetapi dikuatkan dengan alat bukti lain, menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara demi tercapainya kepastian hukum dan keadilan hukum.  
Anotasi Oleh : Anita Afriana
Dalam yurisprudensi No 1498 K/Pdt/2006, terdapat kaidah hukum yang saling berkaitan yaitu fotokopi dari fotokopi yang dalam keadaan tertentu dapat diterima sebagai alat bukti menurut anatator hakim telah melakukan penemuan hukum berupa interpretasi yang diperluas (ekstensif) dari alat bukti surat. Sengketa a quo diputus oleh pengadilan negeri yang kemudian dibatalkan putusannya oleh pengadilan tinggi hingga berakhir di Mahkamah Agung. Dalam hal ini, hakim pada tingkat kasasi menilai bahwa telah terjadi kesalahan dalam penerapan hukum yang dilakukan oleh Hakim Pengadilan Tinggi dengan pertimbangan fotokopi dari fotokopi dalam keadaan tertentu dapat diterima sebagai alat bukti, namun penilaian dan kekuataan pembuktian bersifat bebas. Oleh karena itu kedudukan fotokopi sebagai alat bukti merupakan perluasan dari Pasal 164 HIR. Mengingat saat perkara ini diputus belum berlaku Undang-undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor putusan 164/Pdt.G/2004/PN Jkt Pst merupakan perkara peralihan kepemilikan hak atas tanah yang merupakan objek warisan dari orang tua Penggugat kepada Masnin binti Samit/Amit (Penggugat/Terbanding/Pemohon Kasasi) sebagai satu satunya ahli waris. Perkara berawal dari pembebasan lahan seluas 1.500 M2 dengan pemberian ganti kerugian oleh Tergugat III/ Pembanding/Termohon Kasasi melalui perantara Tergugat I dan Tergugat II. Sejak tahun 1970 hingga gugatan diajukan, ganti kerugian atas tanah seluas 1500 M2 yang telah dalam penguasaan Tergugat III tidak pernah teralisasi, sehingga atas keadaan ini Penggugat telah merasa dirugikan baik materiil maupun immateriil atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan Tergugat. Dalam perkara ini dicantumkan pula pihak-pihak yang didudukkan sebagai Turut Tergugat. Pada pemeriksaan perkara di Pengadilan Negeri, Penggugat menggunakan alat bukti fotocopi dari asli dengan memperlihatkan aslinya (P-1-P-7), dan P-8 merupakan fotocopi dari fotocopi karena aslinya ada pada Tergugat III/Termohon Kasasi, dan bukti-bukti tersebut tidak disangkal bahkan diterima baik sebagai bukti yang sah oleh Tergugat III/Termohon Kasasi. Bukti P-8 merupakan akta No. 2 tanggal 10 Oktober 1970 Tentang Pelepasan Hak dengan Ganti Kerugian dari Tergugat II kepada Tergugat III. Terdapat beberapa akta berikut turunannya sebagai pelepasan hak yang berawal dari adanya Surat Kuasa dari Almarhum Samit / Amit bin Kibi ( orang tua penggugat) pada Tergugat I yang setelah ditelusuri secara yuris formil, surat kuasa ini dipertanyakan keasliannya mengingat Samit bin Amit bin Kibi meninggal pada tahun 1963, sementara surat kuasa bertahun 1970. Atas dasar pembuktian, maka judex factie pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Penggugat sebagian. Bahwa atas dasar putusan Pengadilan Negeri, Tergugat III mengajukan permohonan banding, dan selanjutnya putusan Pengadilan Tinggi membatalkan putusan Pengadilan Negeri. Terhadap putusan Pengadilan Tinggi, Penggugat/Terbanding mengajukan permohonan kasasi dengan alasan bahwa Judex factie pada Pengadilan Tinggi Jakarta telah salah dalam menerapkan hukum, yaitu :
1. menerapkan hukum atau melanggar hukum acara dan hukum pembuktian yang berlaku serta menerapkan yurisprudensi putusan Mahkamah Agung RI No. 701 K/Sip/1976.; 
2. Judex factie tidak melaksanakan (melanggar) atau salah melaksanakan ( menerapkan) peraturan hukum tentang Hukum Waris. 
3. Judex factie dalam pertimbangan hukumya telah teryata kurang cukup dan terdapat ketidaktertiban beracara dan/atau melanggar hukum acara karena tidak mempertimbangkan sama sekali perbuatan Pemohon Kasasi/Tergugat III yang telah menguasai tanah milik Penggugat/Pemohon Kasasi dengan alat bukti yang cacat hukum dan/atau berdasarkan surat kuasa palsu sejak tahun 1970. 
Selanjutnya, terhadap perkara a-quo, judex yuris, mengabulkan permohonan kasasi dengan putusan No. 1498 K/Pdt/K/2006 dengan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 234/Pdt/2005/PT.DKI. Putusan Mahkamah Agung No.1498 K/Pdt/K/2006 setidaknya diikuti dan dikutip lebih dari 2 (dua) putusan pengadilan. Yurisprudensi ini berkaitan dengan pengakuan terhadap alat bukti fotocopi dan beban pembuktian yang selayaknya dibebankan pada pihak penjual. Majelis hakim berpendapat dalam keadaan tertentu fotocopi dari fotocopi dapat diterima sebagai alat bukti, tentunya hal ini harus didukung dengan alat bukti lain misalnya saksi atau pengakuan, oleh karena itu menurut anatator dalam memutus perkara ini hakim agung telah melakukan penemuan hukum berupa perluasaan dari alat bukti tertulis ( ekstensif) mengingat sewaktu memeriksa dan memutus perkara ini belum berlaku UU No 11 Tahun 2008 yang memberikan pengakuan terhadap kekuataan hukum dari dokumen elektronik. Dalam penyelesaian perkara perdata, hakim bersifat pasif, demikian salah satu asas yang dikenal dalam penyelesaian sengketa perdata di pengadilan. Berkaitan dengan asas pasif, dalam rangka mencapai kebenaran formil maka dalam mempertimbangkan dan memutuskan suatu perkara, hakim berdasarkan pada hasil pembuktian yang seyogyanya dilakukan oleh kedua belah pihak, Penggugat harus dapat membuktikan hal-hal yang tercantum dalam gugatannya, demikian pula Tergugat harus dapat membuktikan sangkalannya dalam jawaban sebagaimana disebut sebagai beban pembuktian ( Pasal 163 HIR). Oleh karena itu pembuktian merupakan tahap yang kelak sangat menentukan putusan hakim. Menurut Anatator, penerapan beban pembuktian merupakan masalah yuridis, yang berarti penerapannya dapat diperjuangkan hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Sebagai alat bukti yang pertama dan utama menurut Pasal 164 HIR, akta otentik, perjanjian di bawah tangan, atau apapun alat bukti yang bersifat tertulis/surat seyogyanya terlihat dan dapat ditunjukkan aslinya, namun demikian menurut Doktin Hukum Pembuktian dari Prof. Subekti, S.H., dalam bukunya berjudul “ Hukum Pembuktian” bahwa bukti surat berupa fotokopi dari fotokopi, sepanjang tidak dapat dibuktikan sebagai surat bukti palsu atau dipalsukan, adalah juga merupakan alat bukti yang sah. Atas dasar hal demikian maka menurut Anatator, putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dikuatkan oleh Mahkamah Agung sudah tepat dengan didasarkan pada norma, kaidah, serta doktrin dalam hukum pembuktian. Norma yang tersurat dalam Pasal 163 HIR adalah pembuktian yang dibebankan oleh hakim baik kepada Penggugat maupun Tergugat, yang memperoleh kesempatan yang sama. Diberikan kesempatan yang sama dalam membuktikan merupakan implementasi dari asas hakim mendengar kedua belah pihak ( audi et alteram partem). Asas bellijkheid mendasari lahirnya teori kepatutan dalam pembebanan pembuktian, bahwa beban pembuktian harus dilihat secara patut dalam arti bahwa hakim membebani salah satu pihak secara berlebihan sementara pihak lain tidak demikian. Dalam kasus yang diputus oleh Mahkamah Agung No. 1498 K/Pdt.2006 bahwa Tergugat III/Pemohon Kasasi sebagai pihak pembeli dianggap layak, patut, dan lebih muda untuk dibebankan pembuktian dengan menunjukkan bukti-bukti asli bahwa telah membeli tanah a-quo. Dengan demikian, putusan Mahkamah Agung No. 1498 K/Pdt/2006 menghasilkan dalil yurisprudensi:
1. Dalam keadaan tertentu, fotocopi dari fotocopi dapat diterima sebagai alat bukti. Dalam perkara ini, Majelis Hakim tingkat pertama menggunakan alat bukti fotokopi untuk menunjang pengakuan Termohon Kasasi/Tergugat III, bahwa tanah sengketa semula milik orang tua Pemohon Kasasi/Penggugat yang setelah beralih ke tangan Termohona Kasasi/Tergugat II kemudian dibeli oleh Termohon Kasasi/Tergugat III;
2. Untuk membuktikan apakah jual beli tanah sengketa terjadi dengan cara yang benar, maka berdasarkan asas bellijkheid beginsel, maka yang harus membuktikan adalah pembeli ( i.c.Termohon Kasasi?Tergugat III), , karena apabila ia benar telah membeli tanah tersebut, maka ia akan lebih mudah membuktikannya.
  Download Karakterisasi   File Putusan

Majelis Hakim

  • Dr. Harifin A. Tumpa, S.H., M.H. -
  • Andar Purba, S.H. -
  • Prof. Dr. Valerine J.L. Kriekhoff, S.H., M.A.g. -

Ringkasan Putusan

  •    Tanggal : 1970-02-12  
  • PT Pertamina Tbk (Tergugat III) telah melakukan pembebasan atau pelepasan tanah seluas 12 Ha di Kampung Guji, Kelurahan Duri, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pada tahun 1970. Di dalam bidang tanah yang dikuasai oleh PT. Pertamina tersebut, termasuk di dalamnya adalah sebagian tanah warisan milik Masnin binti Samit ahli waris satu-satunya dari Samit/Amit, seluas 1.500 m² yang terletak di Persil 55a dari Girik C No. 718 di Kampung Guji, Kelurahan Duri Kepa Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat,
  •    Tanggal : 2004-01-05  
  • Gugatan/Petitum:
    Dalam Provisi:
    1. Mengabulkan permohonan Provisi seluruhnya;
    2. Dst.
    Dalam Pokok Perkara:
    1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
    2. Menyatakan Penggugat adalah Penggugat yang baik;
    3. Menyatakan sah dan berharga semua alat bukti yang diajukan Penggugat dalam perkara ini;
    4. Menyatakan bahwa surat kuasa almarhum Samit/Amit bin Kibi pada Tergugat I tanggal 13 Juni 1970 batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum;
    5. Dst.
  •    Tanggal : 2004-12-01  
  • Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.164/Pdt.G/2004/PN.Jkt.Pst.
    Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan untuk sebagian. Menyatakan bahwa surat kuasa almarhum Samit/Amit bin Kibi pada Tergugat I tanggal 13 Juni 1970 batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Menyatakan menurut hukum bahwa Penggugat adalah pemilik sah atas tanah sengketa tersebut, yang terletak di Kelurahan Duri, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Persil 55 d, Girik C No. 721 tangal 15 Juni 1970, seluas 1.500m2, dengan batas-batas sebagai berikut: …dst.

    Putusan tersebut didasarkan pada bukti fotokopi Girik C No. 721 dengan luas 1.500 m² yang dikaitkan dengan pengakuan Tergugat III. Majelis Hakim menerima bukti fotokopi Girik C No. 721 dengan mengkaitkannya dengan pengakuan dalam Jawaban Tergugat III bahwa tanah a quo berasal dari milik Samit/Amit yang setelah beralih ke Tergugat II yang kemudian dibeli oleh Tergugat III
  •    Tanggal : 2005-09-29  
  • Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 234/Pdt/2005/PT.DKI.
    Pengadilan Tinggi Jakarta membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan alasan bukti fotokopi girik tersebut dianggap tidak sah karena tidak dicocokkan dengan surat aslinya;
    Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat dalam putusannya menyatakan:
    - Menerima permohonan banding dari Tergugat III/Pembanding;
    - Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 1 Desember 2004 No. 164/Pdt.G/2004/PN.Jkt,Pst., yang dimohonkan banding tersebut. Dan Mengadili Sendiri;
    - Menolak gugatan Penggugat/Terbanding untuk seluruhnya.
  •    Tanggal : 2008-01-23  
  • Putusan Mahkamah Agung No. 1498 K/Pdt/2006
    Mahkamah Agung tidak sependapat dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta, Mahkamah Agung berpendapat bahwa alat bukti fotokopi girik tersebut adalah sah dengan mengakitkannya dengan pengakuan Tergugat III. Begitu pula dengan Surat Kuasa tanggal 13 Juni 1970 batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum karena dibuat setelah pemberi kuasa meninggal dunia tahun 1963.
    Amar Putusan Mahkamah Agung, pada pokoknya menyebutkan:
    - Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : MASNIN binti SAMIT/AMIT tersebut.
    - Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 234/Pdt/2005/PT.DKI. tanggal 29 September 2005;
    - Mengadili Sendiri (pada amar pokok perkara);
    - Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian.
    - Menyatakan bahwa surat kuasa almarhum Samit/Amit bin Kibi pada Tergugat I tanggal 13 Juni 1970 batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum;

Frasa Terkait Karakterisasi

Author Info

  • Dr. Saim Aksinuddin :
    .
  • Dr. Utari Dewi Fatimah :
    .
  • Dedy Mulyana :
    .
  • Anita Afriana :
    merupakan dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran