Karakterisasi Yurisprudensi No : 329 K/AG/2011
1. Perkawinan yang dilaksanakan oleh Pejabat Pencatat Perkawinan yang tidak berwenang tidak sah.
2. Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama tidak berwenang melaksanakan perkawian antara wanita dan laki-laki yang beragama selain Islam.
Usulan Perbaikan Kaidah Yurisprudensi
Pejabat Pencatat Perkawinan yang tidak berwenang tidak sah melakukan pencatatan perkawinan. Apabila Pejabat Pencatat Perkawinan melakukan pencatatan perkawinan antara wanita dan laki-laki yang beragama selain Islam, maka pencatatan Pejabat Pencatatan Perkawinan tersebut tidak sah karena tidak memiliki kewenangan.
2. Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama tidak berwenang melaksanakan perkawian antara wanita dan laki-laki yang beragama selain Islam.
Usulan Perbaikan Kaidah Yurisprudensi
Pejabat Pencatat Perkawinan yang tidak berwenang tidak sah melakukan pencatatan perkawinan. Apabila Pejabat Pencatat Perkawinan melakukan pencatatan perkawinan antara wanita dan laki-laki yang beragama selain Islam, maka pencatatan Pejabat Pencatatan Perkawinan tersebut tidak sah karena tidak memiliki kewenangan.
Alasan-alasan Pemohon Kasasi tidak dapat dibenarkan karena Pengadilan Tinggi Agama Semarang tidak salah menerapkan hukum, bukti-bukti yang merupakan fakta bahwa para pihak yang disebutkan dalam kutipan akte nikah bukanlah orang yang beragama Islam, sehingga kutipan akta nikah tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum, tidak ada sertifikat masuk Islam dari masing-masing pihak.
Perkara yang diterima, diperiksa dan diputus di Lingkungan Peradilan Agama ini merupakan perkara yang berkaitan dengan sengketa pembatalan nikah yang mengacu kepada Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Isu hukum yang diangkat dalam perkara ini adalah tentang kewenangan Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama terkait perkawinan antara wanita dan laki-laki yang beragama selain Islam dan Persyaratan terjadinya pembatalan pernikahan.
Kasus posisi dalam perkara ini adalah Akta Nikah No. 13/I3/IV/1995 tanggal 28 Maret 1995 yang diterbitkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Semarang Timur tidak memenuhi persyaratan-persyaratan hukum maupun tidak memenuhi prosedur hukum yang berlaku, akan tetapi ternyata telah diterbitkan secara melawan hukum oleh Tergugat I, sehingga karenanya demi hukum perbuatan tergugat tersebut terbukti bahwa Tergugat I maupun Tergugat II melakukan suatu perbuatan melawan hukum yang melanggar hak subjektif orang lain, sehingga para Penggugat memohon kepada Pengadilan Agama Semarang bahwa Perkawinan antara Tergugat II dan Ina Kususma Dewi batal dan dianggap tidak pernah terjadi sejak semula dan atau setidak-tidaknya menyatakan batal demi hukum serta tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan berlaku serta tidak sah sejak semula berdasarkan atas Kutipan Akta Nikah No. 13/13/IV/l995 tanggal 28 Maret 1995 yang diterbitkan oleh Tergugat I.
Bahwa terhadap gugatan tersebut, Pengadilan Agama Semarang telah mengambil putusan, yaitu Putusan Nomor 1276/Pdt.G/2009/PA.Sm. Tanggal 3 Juni 2010 M bertepatan dengan tanggal 20 Jumadil Akhir 1431 H, dalam Eksepsi: Menolak eksepsi Tergugat I dan Tergugat II, Dalam Konvensi: Menolak gugatan para Penggugat Nomor 1276/Pdt.G/2009/ PA.Sm. Tanggal 21 Juli 2009, dalam Rekonvesni Menyatakan gugatan Penggugat Rekonpensi tidak dapat diterima. Namun, pada tingkat banding, Pengadilan Tinggi Agama Semarang mengabulkan permohonan banding yang diajukan para Penggugat/Para Pembanding dengan menyatakan dalam amarnya dapat diterima dan Membatalkan putusan Pengadilan Agama Semarang Nomor 1276/Pdt.G/2009/PA.Sm serta hakim Pengadilan Tinggi Agama Semarang Mengadili sendiri, yaitu dalam Eksepsi: Menolak eksepsi Tergugat I dan Tergugat II. Dalam Konvensi: Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian, Menyatakan Tergugat I telah melakukan perbuatan melawan hukum, Membatalkan perkawinan antara Drs. Edianto Sudarmono (Tergugat II) dengan Ina Kusuma Dewi, Menyatakan Akta Nikah beserta kutipannya Nomor I3/13/IV/1995 tanggal 28 Maret 1995 yang diterbitkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Semarang Timur tidak berkekuatan hukum, Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Semarang untuk mengirimkan salinan putusan ini yang telah berkekuatan hukum tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Semarang Timur untuk dilakukan pencoretan dalam Buku Register Perkawinan tentang Akta Nikah Nomor 13/13/IV/l995 Tanggal 28 Maret 1995 dan Menyatakan gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya tidak dapat diterima.
Perkara tersebut kemudian dibawa pada tingkat kasasi dengan amarnya Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I Kepala kantor Urusan Agama Kecamatan Semarang Timur dan Pemohon Kasasi II dengan pertimbangan:
Bahwa alasan-alasan ini tidak dapat dibenarkan karena Pengadilan Tinggi Agama Semarang tidak salah menerapkan hukum, bukti-bukti yang merupakan fakta bahwa para pihak yang disebutkan dalam kutipan akte nikah bukanlah orang yang beragama Islam, sehingga kutipan akta nikah tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum, tidak ada sertifikat masuk Islam dari masing-masing pihak, dan alasan-alasan kasasi bersifat mengulang dan sudah dipertimbangkan oleh Judex facti tingkat banding.
Sebelum menganalisis putusan tersebut, terlebih dahulu perlu dipahami mengenai peraturan perundang-undangan terkait wewenang Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama dalam melaksanakan pencatatan perkawinan antara wanita dan laki-laki yang beragama selain Islam sebagaimana dinyatakan dalam pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan:
• Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk.
• Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat perkawinan pada kantor catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam berbagai perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan.
Sedangkan peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait pembatalan pernikahan ditemukan dalam pasal 26 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi:
• Perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali-nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri, jaksa dan suami atau isteri.
• Hak untuk membatalkan oleh suami atau isteri berdasarkan alasan dalam ayat (1) pasal ini gugur apabila mereka telah hidup bersama sebagai suami isteri dan dapat memperlihatkan akte perkawinan yang dibuat pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang dan perkawinan harus diperbaharui supaya sah.
Kemudian menjadi menarik untuk menilai apakah pernikahan antara Tergugat II dan Almarhumah Ina Kusuma Dewi dengan Kutipan Akta Nikah dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Semarang Timur, Kotamadya Semarang tanggal 28 Maret 1995, yang mana pernikahannya dilaksanakan didepan Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama dengan wali nikah yaitu wali hakim, karena Tergugat II dan Almarhumah Ina Kusuma Dewi merupakan mualaf sehingga patuut dipertanyakan atau tidaknya perkawinan dan pencatatan tersebut.
Pertama, dengan fakta dan pertimbangan yang dikeluarkan oleh Majlis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Semarang, terkait batalnya pernikahan Tergugat II dengan Almarhumah Ina Kusuma Dewi telah tepat. Menurut penulis dengan putusan majlis hakim tersebut telah sesuai dengan fakta yang ditemukan dilapangan bahwa Para Penggugat pada khususnya dan masyarakat dan atau tetangga pada umumnya, sama sekali tidak pernah mengetahui antara Tergugat II dengan almh. Ina Kusuma Dewi semasa hidupnya terikat sebagai suami-istri, padahal Ina Kusuma Dewi semasa hidupnya dan sampai meninggal dunia adalah beragama Budha dan Tergugat II beragama Katolik. Hal ini ditemukan berdasarkan Kartu Keluarga No. 115003/96/01455 tanggal 06 November 1996 tertera bahwa almh Ina Kusuma Dewi beragama Budha, bahkan kalaupun Tergugat II dan almh. Ina Kusuma Dewi telah mualaf mestinya ada surat keterangan pindah agama a/n. kedua calon pengantin. Surat keterangan tersebut diperlukan sebagai syarat kelengkapan melangsungkan perkawinan dan pencatatannya oleh Kantor Urusan Agama sehingga pernikahan yang dilaksanakan oleh Tergugat II dan almh. Ina Kusuma Dewi dihadapan Tergugat I dinyatakan batal dan dianggap tidak pernah terjadi sejak semula dan atau setidak-tidaknya menyatakan batal demi hukum serta tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Hal tersebut telah sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, meskipun pernikahan tersebut telah berjalan selama 14 tahun. Tetapi, hal tersebut bertengtangan dengan pasal 72 Kompilasi Hukum Islam “dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami isteri, dan tidak dapat menggunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur”. Namun karena kurang kuatnya bukti otentik yang menyatakan bahwa Tergugat II dan almh. Ina Kusuma Dewi telah mualaf. Pada tingkat kasasi pun majlis hakim menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi dan menyatakan bahwa putusan Pengadilan Tinggi Agama Semarang dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum.
Putusan Mahkamah Agung tersebut kemudian diikuti oleh Putusan Nomor 198/Pdt.G/2020/PN Tjk tanggal 21 Juni 2021 M dan Putusan Nomor 0412/Pdt.G/2014/PA.P.Bun tanggal 05 November 2014 M yang mana kaidah yurisprudensi kedua putusan tersebut adalah sama. Dengan demikian, menurut Penulis pertimbangan serta kaidah yurisprudensi dalam putusan nomor 329 K/AG/2011 telah ditafsirkan dan diikuti dengan tepat oleh kedua putusan tersebut di atas.
Sehingga tegasnya dengan adanya Yurisprudensi tersebut pada dasarnya memberikan kepastian hukum terhadap pernikahan yang dilaksanakan oleh Pejabat Pencatat Perkawinan yang tidak berwenang tidak sah dan Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama tidak berwenang melaksanakan perkawinan antara wanita dan laki-laki yang beragama selain Islam. maka pernikahannya dinyatakan batal dan dianggap tidak pernah terjadi sejak semula dan atau setidak-tidaknya menyatakan batal demi hukum serta tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Perkara yang diterima, diperiksa dan diputus di Lingkungan
Peradilan Agama ini merupakan perkara yang berkaitan dengan sengketa
pembatalan nikah yang mengacu kepada Kompilasi Hukum Islam dan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Isu hukum yang
diangkat dalam perkara ini adalah tentang kewenangan Pegawai Pencatat
Nikah Kantor Urusan Agama terkait perkawinan antara wanita dan laki-laki
yang beragama selain Islam dan Persyaratan terjadinya pembatalan
pernikahan.
Kasus posisi dalam
perkara ini adalah Akta Nikah No. 13/I3/IV/1995 tanggal 28 Maret 1995
yang diterbitkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Semarang Timur tidak
memenuhi persyaratan-persyaratan hukum maupun tidak memenuhi prosedur
hukum yang berlaku, akan tetapi ternyata telah diterbitkan secara
melawan hukum oleh Tergugat I, sehingga karenanya demi hukum perbuatan
tergugat tersebut terbukti bahwa Tergugat I maupun Tergugat II melakukan
suatu perbuatan melawan hukum yang melanggar hak subjektif orang lain,
sehingga para Penggugat memohon kepada Pengadilan Agama Semarang bahwa
Perkawinan antara Tergugat II dan Ina Kususma Dewi batal dan dianggap
tidak pernah terjadi sejak semula dan atau setidak-tidaknya menyatakan
batal demi hukum serta tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan
berlaku serta tidak sah sejak semula berdasarkan atas Kutipan Akta Nikah
No. 13/13/IV/l995 tanggal 28 Maret 1995 yang diterbitkan oleh Tergugat
I.
Bahwa terhadap gugatan tersebut,
Pengadilan Agama Semarang telah mengambil putusan, yaitu Putusan Nomor
1276/Pdt.G/2009/PA.Sm. Tanggal 3 Juni 2010 M bertepatan dengan tanggal
20 Jumadil Akhir 1431 H, dalam Eksepsi: Menolak eksepsi Tergugat I dan
Tergugat II, Dalam Konvensi: Menolak gugatan para Penggugat Nomor
1276/Pdt.G/2009/ PA.Sm. Tanggal 21 Juli 2009, dalam Rekonvesni
Menyatakan gugatan Penggugat Rekonpensi tidak dapat diterima. Namun,
pada tingkat banding, Pengadilan Tinggi Agama Semarang mengabulkan
permohonan banding yang diajukan para Penggugat/Para Pembanding dengan
menyatakan dalam amarnya dapat diterima dan Membatalkan putusan
Pengadilan Agama Semarang Nomor 1276/Pdt.G/2009/PA.Sm serta hakim
Pengadilan Tinggi Agama Semarang Mengadili sendiri, yaitu dalam
Eksepsi: Menolak eksepsi Tergugat I dan Tergugat II. Dalam Konvensi:
Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian, Menyatakan Tergugat I
telah melakukan perbuatan melawan hukum, Membatalkan perkawinan antara
Drs. Edianto Sudarmono (Tergugat II) dengan Ina Kusuma Dewi, Menyatakan
Akta Nikah beserta kutipannya Nomor I3/13/IV/1995 tanggal 28 Maret 1995
yang diterbitkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Semarang Timur tidak
berkekuatan hukum, Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Semarang
untuk mengirimkan salinan putusan ini yang telah berkekuatan hukum tetap
kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Semarang Timur untuk
dilakukan pencoretan dalam Buku Register Perkawinan tentang Akta Nikah
Nomor 13/13/IV/l995 Tanggal 28 Maret 1995 dan Menyatakan gugatan
Penggugat untuk selain dan selebihnya tidak dapat diterima.
Perkara tersebut kemudian dibawa pada tingkat kasasi dengan amarnya
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I Kepala kantor Urusan
Agama Kecamatan Semarang Timur dan Pemohon Kasasi II dengan
pertimbangan:
Bahwa alasan-alasan ini tidak dapat dibenarkan
karena Pengadilan Tinggi Agama Semarang tidak salah menerapkan hukum,
bukti-bukti yang merupakan fakta bahwa para pihak yang disebutkan dalam
kutipan akte nikah bukanlah orang yang beragama Islam, sehingga kutipan
akta nikah tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum, tidak ada sertifikat
masuk Islam dari masing-masing pihak, dan alasan-alasan kasasi bersifat
mengulang dan sudah dipertimbangkan oleh Judex facti tingkat banding.
Sebelum
menganalisis putusan tersebut, terlebih dahulu perlu dipahami mengenai
peraturan perundang-undangan terkait wewenang Pegawai Pencatat Nikah
Kantor Urusan Agama dalam melaksanakan pencatatan perkawinan antara
wanita dan laki-laki yang beragama selain Islam sebagaimana dinyatakan
dalam pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan:
•
Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan
perkawinannya menurut agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang
Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk.
• Pencatatan
perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agamanya
dan kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh Pegawai
Pencatat perkawinan pada kantor catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam
berbagai perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan.
Sedangkan peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait pembatalan
pernikahan ditemukan dalam pasal 26 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan yang berbunyi:
• Perkawinan yang
dilangsungkan dimuka pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang,
wali-nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2
(dua) orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga
dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri, jaksa dan
suami atau isteri.
• Hak untuk membatalkan oleh suami
atau isteri berdasarkan alasan dalam ayat (1) pasal ini gugur apabila
mereka telah hidup bersama sebagai suami isteri dan dapat memperlihatkan
akte perkawinan yang dibuat pegawai pencatat perkawinan yang tidak
berwenang dan perkawinan harus diperbaharui supaya sah.
Kemudian
menjadi menarik untuk menilai apakah pernikahan antara Tergugat II dan
Almarhumah Ina Kusuma Dewi dengan Kutipan Akta Nikah dari Kantor Urusan
Agama Kecamatan Semarang Timur, Kotamadya Semarang tanggal 28 Maret
1995, yang mana pernikahannya dilaksanakan didepan Pegawai Pencatat
Nikah Kantor Urusan Agama dengan wali nikah yaitu wali hakim, karena
Tergugat II dan Almarhumah Ina Kusuma Dewi merupakan mualaf sehingga
patuut dipertanyakan atau tidaknya perkawinan dan pencatatan tersebut.
Pertama,
dengan fakta dan pertimbangan yang dikeluarkan oleh Majlis Hakim
Pengadilan Tinggi Agama Semarang, terkait batalnya pernikahan Tergugat
II dengan Almarhumah Ina Kusuma Dewi telah tepat. Menurut penulis dengan
putusan majlis hakim tersebut telah sesuai dengan fakta yang ditemukan
dilapangan bahwa Para Penggugat pada khususnya dan masyarakat dan atau
tetangga pada umumnya, sama sekali tidak pernah mengetahui antara
Tergugat II dengan almh. Ina Kusuma Dewi semasa hidupnya terikat sebagai
suami-istri, padahal Ina Kusuma Dewi semasa hidupnya dan sampai
meninggal dunia adalah beragama Budha dan Tergugat II beragama Katolik.
Hal ini ditemukan berdasarkan Kartu Keluarga No. 115003/96/01455 tanggal
06 November 1996 tertera bahwa almh Ina Kusuma Dewi beragama Budha,
bahkan kalaupun Tergugat II dan almh. Ina Kusuma Dewi telah mualaf
mestinya ada surat keterangan pindah agama a/n. kedua calon pengantin.
Surat keterangan tersebut diperlukan sebagai syarat kelengkapan
melangsungkan perkawinan dan pencatatannya oleh Kantor Urusan Agama
sehingga pernikahan yang dilaksanakan oleh Tergugat II dan almh. Ina
Kusuma Dewi dihadapan Tergugat I dinyatakan batal dan dianggap tidak
pernah terjadi sejak semula dan atau setidak-tidaknya menyatakan batal
demi hukum serta tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Hal
tersebut telah sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan, meskipun pernikahan tersebut telah
berjalan selama 14 tahun. Tetapi, hal tersebut bertengtangan dengan
pasal 72 Kompilasi Hukum Islam “dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
setelah itu masih tetap hidup sebagai suami isteri, dan tidak dapat
menggunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya
gugur”. Namun karena kurang kuatnya bukti otentik yang menyatakan bahwa
Tergugat II dan almh. Ina Kusuma Dewi telah mualaf. Pada tingkat kasasi
pun majlis hakim menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi dan
menyatakan bahwa putusan Pengadilan Tinggi Agama Semarang dalam perkara
ini tidak bertentangan dengan hukum.
Putusan Mahkamah Agung tersebut kemudian diikuti oleh Putusan Nomor
198/Pdt.G/2020/PN Tjk tanggal 21 Juni 2021 M dan Putusan Nomor
0412/Pdt.G/2014/PA.P.Bun tanggal 05 November 2014 M yang mana kaidah
yurisprudensi kedua putusan tersebut adalah sama. Dengan demikian,
menurut Penulis pertimbangan serta kaidah yurisprudensi dalam putusan
nomor 329 K/AG/2011 telah ditafsirkan dan diikuti dengan tepat oleh
kedua putusan tersebut di atas.
Sehingga
tegasnya dengan adanya Yurisprudensi tersebut pada dasarnya memberikan
kepastian hukum terhadap pernikahan yang dilaksanakan oleh Pejabat
Pencatat Perkawinan yang tidak berwenang tidak sah dan Pegawai Pencatat
Nikah Kantor Urusan Agama tidak berwenang melaksanakan perkawinan antara
wanita dan laki-laki yang beragama selain Islam. maka pernikahannya
dinyatakan batal dan dianggap tidak pernah terjadi sejak semula dan atau
setidak-tidaknya menyatakan batal demi hukum serta tidak mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat.