Karakterisasi Yurisprudensi No : 1149 K/SIP/1975
Bahwa suatu gugatan menjadi obscuur libel apabila objek yang disengketakan tidak menyebutkan lokasi, tidak jelas batas, ukuran dan luas serta tidak ditemukan objek sengketa.
Usulan Perbaikan Yurisprudensi
Jika objek gugatan berupa tanah, maka harus dijelaskan secara jelas dalam surat gugatan meliputi lokasi, batas, letak, dan ukuran.
Usulan Perbaikan Yurisprudensi
Jika objek gugatan berupa tanah, maka harus dijelaskan secara jelas dalam surat gugatan meliputi lokasi, batas, letak, dan ukuran.
- Menimbang mengenai keberatan ad. 1: Bahwa keberatan ini tidak dapat dibenarkan, karena mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat perghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan dalam tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak dilaksanakan atau ada kesalahan dalam pelaksaan hukum, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 18 Undang-undang Mahkamah Agung Indonesia (Undang-Undang No. 1 tahun 1950);
- Mengenai keberatan ad. 2: bahwa keberatan ini dapat dibenarkan, karena ternyata surat gugatan tidak dengan jelas menyebutkan letak/ batas-batas tanah sengketa, hal mana oleh penggugat untuk kasasi/tergugat asal telah sejak semula mengemukakan hal tersebut, tetapi tetap masih mengajukan gugatan dalam rekonpensi;
- Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan pada ad.2 tersebut, maka keputusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin harus dibatalkan dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini dengan menyatakan bahwa gugatan dalam rekonpensi dan gugatan dalam rekonpensi tidak dapat diterima;
- Menimbang, bahwa mengenai biaya perkara dibebankan kepada Tergugat dalam kasasi/penggugat asal, baik yang jatuh dalam tingkat pertama dan tingkat banding, maupun dalam tingkat kasasi.
Materi pokok perkara yang dipermasalahkan dalam Putusan Nomor 1149 K/SIP/1975 adalah dalam gugatan apabila berkaitan dengan objek sengketa berupa tanah harus menyebutkan lokasi, batas, luas, ukuran, dan letak. Tanpa disebutkan secara jelaskan mengakibatkan gugatan dianggap obscuur libel (gugatan kabur atau tidak jelas berkaitan dengan objek gugatan). Pokok permasalahan awalnya dimulai dengan Putusan Pengadilan Negeri Kuala Kapuas Nomor 5/1974/Pdt/K.Kp dalam amarnya menyebut menolak gugatan penggugat. Selanjutnya diajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banjarmasin. Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin No. 74/1974/Pdt.Bjm membatalkan putusan Pengadilan Negeri dan mengadili sendiri dengan menyatakan menerima gugatan konpensi seluruhnya, menolak gugatan rekopensi seluruhnya, dan membebankan biaya perkara kepada Tergugat/Terbanding. Atas putusan tersebut selanjutnya diajukan permohonan kasasi oleh pemohon kasasi yang tak lain adalah Tergugat. Amar perkara kasasi. yaitu No. 1149 K/SIP/1975 diputus tahun 1979 menyakan bahwa gugatan penggugat dalam konpensi diyatakan tidak dapat diterima. Secara teori, suatu gugatan dapat dikualifikasikan menjadi gugatan yang diterima, ditolak, dan tidak dapat diterima. Secara teori sederhana, gugatan ditolak berarti telah masuk dan diperiksanya pokok perkara tetapi gugatan tidak dapat diterima belum sampai pada pemeriksaan pokok perkara. Berbagai cacat formil yang mungkin melekat pada gugatan mengakibatkan putusan tidak dapat diterima seperti: 1. Gugatan tidak memiliki dasar hukum; 2. Gugatan error in persona dalam bentuk diskualifikasi atau plurium litis consortium; 3. Gugatan mengandung cacat atau obscuur libel; atau 4. Gugatan melanggar yurisdiksi (kompetensi) absolut atau relatif dan sebagainya. Dengan demikian kaidah yurisprudensi berupa dasar pemberian putusan NO (tidak dapat diterima) ini dapat dilihat antara lain dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1149/K/Sip/1975 tanggal 17 April 1975 jo. Putusan Mahkamah Agung RI No. 565/K/Sip/1973 tanggal 21 Agustus 1973, jo. Putusan Mahkamah Agung RI No. 1149/K/Sip/1979 tanggal 7 April 1979 yang menyatakan bahwa jika objek gugatan yang tidak jelas, maka gugatan tidak dapat diterima. Berdasarkan data yang ada, terhadap yurisprudensi No. 1149/K/Sip/1975, telah diikuti oleh beberapa putusan lain yang kesemuanya diputus pada tingkat pertama di Pengadilan Negeri pada sengketa penguasaan objek tanah. Sebagai contoh, pada putusan No. 05/Pdt.G/2012/PN.MBO yang mana merupakan sengketa waris tanah 25 Hektare dari ayah para penggugat. Para pihak dalam sengketa ini terdiri dari 6 (enam) orang Penggugat versus 8 (delapan) orang Tergugat. Hakim dalam salah satu pertimbangan hukumnya telah mengutip secara benar bunyi dari yurisprudensi No. 1149/K/Sip/1975, tetapi putusan yang diberikan adalah mengabulkan gugatan penggugat. Putusan No. 7/Pdt G/PN.MBO dalam perkara penguasaan dan pemanfaatan tanah oleh Tergugat atas tanah peninggalan orang tua Penggugat. Majelis Hakim telah dengan tepat mengutip yurisprudensi No. 1149/K/SIP/1975 dalam pertimbangannya. Dalam perjalanan perkara, walaupun telah dilakukan pemeriksaan setempat (descante), tetapi Para Penggugat tidak dapat menunjukkan batas, luas, lokasi dari objek yang dipersengketakan mengakibatkan gugatan diputus dengan gugatan tidak dapat diterima (NO). Demikian pula antator menemukan pengutipan yurisprudensi dan kaidah yang tepat dalam pertimbangan hakim pada Putusan No. 13/Pdt.G/2012/PN.AMD. Sementara itu pada Putusan No. 4/Pdt.G/2018/PN.MBO dalam pertimbangan hukumnya, hakim telah salah mencantumkan makna dari kaidah yurisprudensi No. 1149/K/SIP/1975 yang justru berkaitan dengan salah menggugat (error in persona) dalam kasus antara Para Penggugat dengan Perseroan Terbatas sebagai badan hukum (Tergugat I) telah mengakibatkan kekaburan kaidah. Kesimpulan: Terdapat beberapa putusan yang mengikuti yurisprudensi No. 1149/K/Sip/1975 salah satunya putusan No. 05/Pdt.G/2012/PN.MBO, secara kaidah hukum bermakna sama, namun diktum putusan hakim mengabulkan gugatan. Putusan lainnya adalah No. 7/Pdt/G/2016/PN.MBO dan No 13/Pdt/G/2012/PN.AMD telah dengan tepat mencantumkan nomor dan kaidah yurisprudensi dalam pertimbangan hukumnya, dan telah keliru menarik kaidah hukum yurisprudensi oleh hakim yang memutus perkara No. 4/Pdt/G/2018/PN.MBO.