Karakterisasi Yurisprudensi No : 93 K TUN 1996
"Mahkamah Agung berpendapat bahwa Keputusan TUN yang berkaitan dengan kepemilikan tanah tidak termasuk wewenang Peradilan Tata Usaha Negara, melainkan wewenang Peradilan Umum dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan.
"
Amar putusan PT TUN yang membatalkan putusan PTUN dalam hal pencabutan KTUN yang
diterbitkan oleh Tergugat.
Bahwa benar Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah bukan merupakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, sehingga akta jual beli yang disahkan oleh Camat adalah merupakan realisasi dari suatu perbuatan Hukum Perdata/Perikatan yang tidak dapat dinilai oleh PTUN.
Bahwa benar permohonan gugatan yang diajukan melebihi batas waktu yang ditentukan berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 yang dihitung secara kasuistis sejak pihak ketiga merasa kepentingannya dirugikan oleh KTUN dan sudah mengetahui adanya keputusan tersebut, maka gugatan akan ditolak.
Amar putusan Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Manado dan pengadilan dibawahnya dan menghukum Termohon Kasasi untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul dalam tiap tingkatan peradilan
KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA YANG BERKAITAN DENGAN KEPEMILIKAN TANAH BUKAN MERUPAKAN OBYEK SENGKETA DI PTUN
Perkara dalam putusan nomor 93K/TUN/1996 menyelesaiakn sengketa terkait gugatan penerbitan SHM oleh Camat selaku PPAT. Camat saat itu oleh Pasal 5 Peraturan Menteri Agraria Nomor 10 Tahun 1961 diamanahkan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan oleh Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, Camat memiliki wewenang untuk membuat akta. Sehingga dalam konteks saat itu, Camat adalah PPAT dan bukan merupakan Badan atau Pejabat TUN sebagaimana yang diamanahkan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986. Oleh karenanya, kaidah yang berlaku merujuk pada norma dalam Hukum Perjanjian/Perikatan. Maka apabila terjadi sengketa atau wanprestasi, pengadilan yang berwenang untuk memeriksa seharusnya adalah Pengadilan Umum dalam kasus keperdataan. Putusan nomor 93K/TUN/1996 adalah sudah tepat dan sesuai kaidah hukum yang berlaku. Sebagaimana diketahui, obyek sengketa Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986 Jo. UU No. 9 Tahun 2004 Jo. UU No. 51 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara. Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) menurut Pasal 1 angka 9 UU 51/2009 haruslah mengandung unsur-unsur: a) penetapan tertulis; b) Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara; c) tindakan hukum tata usaha negara; d) peraturan perundang-undangan yang berlaku; e) konkret; f) individual; g) final; dan h) akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Sehingga, jika unsur-unsur KTUN tersebut tidak terpenuhi, maka tidak bisa disebut sebagai KTUN, termasuk SHM yang diterbitkan oleh Camat selaku PPAT. Terhadap kasus tersebut, majelis hakim harus menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena obyek sengketa bukan merupakan kewenangan PTUN untuk memeriksa.
Perkara dalam putusan nomor 93K/TUN/1996 menyelesaiakn sengketa terkait gugatan penerbitan SHM oleh Camat selaku PPAT. Camat saat itu oleh Pasal 5 Peraturan Menteri Agraria Nomor 10 Tahun 1961 diamanahkan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan oleh Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, Camat memiliki wewenang untuk membuat akta. Sehingga dalam konteks saat itu, Camat adalah PPAT dan bukan merupakan Badan atau Pejabat TUN sebagaimana yang diamanahkan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986. Oleh karenanya, kaidah yang berlaku merujuk pada norma dalam Hukum Perjanjian/Perikatan. Maka apabila terjadi sengketa atau wanprestasi, pengadilan yang berwenang untuk memeriksa seharusnya adalah Pengadilan Umum dalam kasus keperdataan. Putusan nomor 93K/TUN/1996 adalah sudah tepat dan sesuai kaidah hukum yang berlaku. Sebagaimana diketahui, obyek sengketa Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986 Jo. UU No. 9 Tahun 2004 Jo. UU No. 51 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara. Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) menurut Pasal 1 angka 9 UU 51/2009 haruslah mengandung unsur-unsur: a) penetapan tertulis; b) Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara; c) tindakan hukum tata usaha negara; d) peraturan perundang-undangan yang berlaku; e) konkret; f) individual; g) final; dan h) akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Sehingga, jika unsur-unsur KTUN tersebut tidak terpenuhi, maka tidak bisa disebut sebagai KTUN, termasuk SHM yang diterbitkan oleh Camat selaku PPAT. Terhadap kasus tersebut, majelis hakim harus menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena obyek sengketa bukan merupakan kewenangan PTUN untuk memeriksa.
AKTA JUAL BELI BAGIAN DARI PERJANJIAN BUKAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA
Perkara dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 93 K/TUN/1996 menyelesaikan sengkata terkait kepemilikan tanah hasil peninggalan dari orang tua angkat. Perkara ini melibatkan pejabat tata usaha negara dalam hal ini Camat dan Kepala Kantor Pertanahan Nasional Kotamadya Manado yang menerbitkan sertifikat hak milik dari salah satu ahli waris sehingga terjadilah jual beli tanah. Perkara ini dimulai dengan adanya gugatan anak angkat sah yang bernama Franklin Arthur Bernandes Rambing dari suami istri bernama Wilhem Alanus Waroka (Almarhum) dan Rosali Amelia Rambing (Almarhum) berdasarkan pengangkatan anak dengan secara adat Minangkabau pada tanggal 3 Juli 1957 dan proses verbal No.9/XI/57 tanggal 14 November 1957 di hadapan Johannes Daniel Inkiriwang Wedana Kota Besar Manado serta dikuatkan dengan penetapan pengadilan Negeri Manado No. 15/Perd/1986/P/PN,Mdo tanggal 1 Maret 1986. Dalam gugatan tersebut meliputi beberapa hal yaitu: 1). Menyatakan bahwa Sdr. Harry Utu Legoh Direktur Utama PT. Marco Duta Sulut Manado ditarik dalam sengketa Tata Usaha Negara dalam perkara No. 16/G.TUN/1994/P.TUN.Mdo sebagai Penggugat Intervensi; 2). Segala kegiatan PT. Marco Duta Sulut Manado dalam pembagunan rumah-rumah diatas tanah sengketa milik Penggugat asli dihentikan dahulu/ditunda selama pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara sedang berjalan, sampai ada putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap; 3). Menyatakan tindakan/perbuatan Tergugat I dan Tergugat II tersebut diatas bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sewenang-wenang; 4). Menyatakan bahwa akta jual beli yang dibuat Tergugat I No. 15/KW/VII/94 tanggal 22 Juli 1994 antara Arthur Waroka kuasa dengan PT. Marco Duta Sulut Manado adalah tidak sah atau batal demi hukum. 5). Menyatakan bahwa sertifikat hak milik yang dibuat oleh Tergugat II No. 237/Ronomuut Surat Ukur No. 4340/1982 tanggal 22 Desember 1982 luas 61.440 M2 atas nama Wenny Waroka, Peter Waroka dan Arthur Waroka adalah tidak sah atau batal demi hukum; 6). Menghukum Tergugat I untuk membayar biaya ganti rugi kepada Penggugat asli sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) karena diterbitkannya akta jual beli No. 15/KW/VII/94 tanggal 22 Juli 1994 dan robohnya tanaman keras dan rusaknya kelestarian lingkungan hidup diatas tanah milik Penggugat. 7). Menghukum Tergugat I, Tergugat II dan Penggugat Intervensi untuk membayar biaya perkara secara tanggung renteng. Selanjutnya PTUN Manado melalui putusannya tanggal 17 April 1995 No. 16/G.TUN/1994/PTUN-Mdo dalam eksepsinya menyatakan eksepsi Tergugat II dikabulkan sebagian dan menyatakan bahwa eksepsi Tergugat II tentang lampau waktu mengajukan gugatan ke PTUN dapat dikabulkan, menolak eksepsi Tergugat II selebihnya. Sedangkan dalam pokok perkaranya menyatakan gugatan Penggugat terhadap Tergugat I maupun terhadap Tergugat II tidak dapat diterima. Selanjutnya dalam eksepsi dan pokok perkara menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp600.000,- (enam ratus ribu rupiah). Dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat telah dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Ujung Pandang dengan putusannya tanggal 30 November 1995 No. 32/BDG.TUN/1995/PT.TUN-U.PDG yang menerima permohonan banding dan membatalkan putusan PTUN Manado No. 16/G/TUN/1994/PTUN.Mdo tanggal 17 April 1995. Di dalam eksepsinya menolak eksepsi Terbanding II Tergugat II seluruhnya dan dalam pokok sengketa mengabulkan gugatan Pembanding-Penggugat untuk sebagian, menyatakan batal Akta Jual Beli No. 15/KW/VII/1994 tanggal 22 Juli 1994 dan juga memyatakan batal Sertifikat Hak Milik No. 237/Ranomuut, Surat Ukur Sementara No. 4348/1982 tanggal 22 Desember 1982, Luas 61.440 atas nama pemegang Hak Wenny Waroka, Peter Waroka dan Arthur Waroka. Menolak gugatan selain dan selebihnya. Terakhir menghukum Terbanding I-Tergugat I dan Terbanding II-Tergugat II untuk membayar biaya-biaya yang timbul dalam sengketa ini pada kedua tangkat peradilan pada tingkat banding sebesar yang tercantum dalam dictum. Setelah pemberitahuan kepada kedua belah pihak baik secara lisan pada tanggal 7 Februari 1996 dan dengan akta permohonan kasasi No. 16.Srt.G.TUN/1994.PTUN.Mdo dan tentang memori kasasi dari Tergugat I dan II/Terbanding diajukan jawaban memori kasasi. Mahkamah Agung dengan dasar pertimbangan menilai bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya secara formil dapat diterima. Pada pokoknya memori kasasi yang dimaksudkan bahwa Pemohon Kasasi I karena jabatannya menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagaimana diatur oleh Pasal 5 Peraturan Menteri Agraria No. 10 Tahun 1961, dan Pasal 19 Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1961 mengatur tentang Tugas dan Wewenang Camat untuk membuat akta, maka Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah bukan merupakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1 ayat 2 UU No. 5 tahunn 1986 sehingga dengan demikian akta jual beli yang disahkan oleh Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah merupakan realisasi dari suatu perjanjian atau dalam ruang lingkup Hukum Perjanjian yang berarti merupakan realisasi dari suatu perbuatan hukum Perdata yang tidak dapat dinilai oleh Pengadilan Tata Usaha Negara. Oleh karenanya maka putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Ujung Pandang yang telah membatalkan Akta Jual Beli No. 15/KW/VII/1994 tertanggal 22 Juli 1994 tidak tepat karena tidak didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku serta merugikan pihak Pemohaon Kasasi I bersama pihak pembeli yang beritikad baik. Terkait alasan-alasan Pemohon Kasasi II bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara Manado mengenai gugatan Penggugat telah lampau waktu adalah tepat dan benar karena ada pertimbangan tersebut telah didasarkan pada batas waktu sebagaimana Pasal 55 UU No. 5 Tahun 1986 dimana dalam pertimbangannya terdapat beberapa kekeliruan diantaranya, Pertama, tidak mungkin Pemohon Kasasi II memberitahukan penerbitan Sertifikat Hak Milik No. 237/Ranomuut kepada Termohon Kasasi untuk mengambil sertifikat tersebut, karena Termohon Kasasi bukan pemilik yang berhak atas tanah yang diterbitkan sertifkat tersebut. Kedua, apa yang dipertimbangakan oleh Pengadlan Tinggi Tata Usaha Negara Ujung Pandang tentang limit waktu gugatan Penggugat harus dihitung sejak kuasa Termohon Kasasi membaca akta jual beli tanggal 22 Juni 1994 adalah tidak benar dan hal itu merupakan pengakuan yang mengada-ada, karena Termohon kasasi sudah mengetahui jauh sebelum tanah tersebut dialihkan atau setidak-tidaknya pada saat proses awal dari penerbitan sertifikat dimaksud. Ketiga, dalam pertimbangannya Pengadilan Tinggi Tata Usaa Negara Ujung Pandang yang menilai bahwa pengumuman yang dilaksanakan oleh Pemohon Kasasi II tidak dapat dihitung sejak tanggal pengumuman tersebut, karena tidak mungkin dapat menjangkau seluruh masyarakat Ranomuut adalah tidak tepat mengingat lembaga pengumuman yang dilaksanakan oleh Instansi Badan Pertanahan Nasional sesuai dengan ketentuan yang berlaku tidak memiliki nilai yuridis. Selain itu perlu juga digarisbawahi bahwa apa yang telah dipertimbangkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Manado tentang akta jual beli yang bukan merupakan Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara adalah benar dan tepat sehingga apa yang dipertimbangkan oleh pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Ujung Pandang adalah keliru karena Akte Jual Beli adalah suatu Perjanjian Khusus yang dibuat oleh para pihak, namun jika salah satu pihak melakukan wanprestasi dapat diajukan pada peradilan umum (Hakim Perdata). Selanjutnya bahwa, pertimbangan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Ujung Pandang tentang penilaian Permohonan Penegasan Konversi atas nama Wenny Waroka, dkk hanya melihat dari apa yang tercantum dalam Sertifikat Hak Milik No. 237/Ranomuut karena asal persil konversi berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 2 Tahun 1962 Jo. Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No.26/DDA/1972 adalah keliru, Pertimbangan Mahkamah Agung terkait dengan Alasan Pemohon Kasasi II yakni mengenai keberatan ad.1. tidak dibenarkan karna Judex facti sudah tepat, eksepsi mengenai lampau waktu sudah dipertimbangkan dengan baik oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Ujung Pandang. Selanjutnya disebutkan bahwa pengetahuan penggugat mengenai penerbitan sertifikat tidak didasarkan bukti melainkan asumsi saja, Patut pula dicermati bahwa dalam pertimbangannya Mahkamah mencermati alasan pemohon Kasasi II mengenai keberatan-keberatan ad.2 dan 3 yaitu terkait keberatan-keberatan dapat dibenarkan karena Judex Factie salah menerapkan hukum dengan alasan/pertimbangan sebagai berikut, bahwa dasar gugatan adalah penerbitan Sertifikat Hak Milik yang diterbitkan oleh Tergugat No. 237/1982 atas nama Wenny Waroka dkk. Bahwa menurut Penggugat setifikat tersebut adalah mengenai tanah milik Penggugat yang diperoleh dari orang tua angkatnya bernama Alm. Wilhem Alanus Waroka dan Alm, Rosali Amelia Rambing. Bahwa tanah tersebut merupakan bagian dari harga peninggalan orang tuanya Albert Waroka dan A.W.Pesik. bahwa untuk mengetahui apakah terdapat kekeliruan dalam hal fisik tanah sengketa dan kepemilikannya atas tanah sengketa maka hal tersebut diperlukan pemeriksaan dan ditetapkan Pengadilan Perdata baru kemudian dapat ditetapkan apakah ada kekeliruan atas penerbitan Sertifikat No. 237/1982 atas nama Wenny Waroka, dkk karena didasarkan atas data yang keliru. Berdasarkan berbagai pertimbangan diatas maka Mahkamah Agung mengadili, mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi dalam hal ini adalah Camat Kepala Wilayah Kecamatan yang diwakili kuasanya, Kepala Kantor Petanahan Nasional Kotamadya Manado dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Ujung Pandang tanggal 30 November 1995 No.32/BDG.TUN/1995/PT.TUN.U.PDG. yang juga membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Manado tanggal 17 April 1995 No.16/G.TUN/1994/PTUN.MDO, menyatakan gugatan tidak dapat diterima dan menghukum Termohon Kasasi untuk membayar semua biaya perkara baik yang jatuh dalam peradilan tingkat pertama, banding maupun tingkat kasasi, yang d dalam tingkat kasasi ditetapkan sebesar Rp50.000,- (lima puluh ribu rupiah). Ketentuan Pasal 47 Undang-Undang 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara merumuskan bahwa Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara [1]. Dalam berbagai literatur ?sengketa Tata Usaha Negara? yang dimaksud menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 (Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009) dirumuskan sebagai: Sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[2] Lebih jauh Indroharto merumuskan arti ?urusan pemerintahan? dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Pasca berlakunya UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara dirumuskan sebagai berikut [3], Pertama, Berwenang mengadili perkara berupa gugatan dan permohonan. Kedua, berwenang mengadili perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah, yaitu perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan pemerintahan (Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan) yang biasa disebut dengan onrechtmatige overheidsdaad (OOD). Ketiga, Keputusan Tata Usaha Negara yang sudah diperiksa dan diputus melalui upaya banding administrasi menjadi kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara.
Download Karakterisasi
File Putusan
Perkara dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 93 K/TUN/1996 menyelesaikan sengkata terkait kepemilikan tanah hasil peninggalan dari orang tua angkat. Perkara ini melibatkan pejabat tata usaha negara dalam hal ini Camat dan Kepala Kantor Pertanahan Nasional Kotamadya Manado yang menerbitkan sertifikat hak milik dari salah satu ahli waris sehingga terjadilah jual beli tanah. Perkara ini dimulai dengan adanya gugatan anak angkat sah yang bernama Franklin Arthur Bernandes Rambing dari suami istri bernama Wilhem Alanus Waroka (Almarhum) dan Rosali Amelia Rambing (Almarhum) berdasarkan pengangkatan anak dengan secara adat Minangkabau pada tanggal 3 Juli 1957 dan proses verbal No.9/XI/57 tanggal 14 November 1957 di hadapan Johannes Daniel Inkiriwang Wedana Kota Besar Manado serta dikuatkan dengan penetapan pengadilan Negeri Manado No. 15/Perd/1986/P/PN,Mdo tanggal 1 Maret 1986. Dalam gugatan tersebut meliputi beberapa hal yaitu: 1). Menyatakan bahwa Sdr. Harry Utu Legoh Direktur Utama PT. Marco Duta Sulut Manado ditarik dalam sengketa Tata Usaha Negara dalam perkara No. 16/G.TUN/1994/P.TUN.Mdo sebagai Penggugat Intervensi; 2). Segala kegiatan PT. Marco Duta Sulut Manado dalam pembagunan rumah-rumah diatas tanah sengketa milik Penggugat asli dihentikan dahulu/ditunda selama pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara sedang berjalan, sampai ada putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap; 3). Menyatakan tindakan/perbuatan Tergugat I dan Tergugat II tersebut diatas bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sewenang-wenang; 4). Menyatakan bahwa akta jual beli yang dibuat Tergugat I No. 15/KW/VII/94 tanggal 22 Juli 1994 antara Arthur Waroka kuasa dengan PT. Marco Duta Sulut Manado adalah tidak sah atau batal demi hukum. 5). Menyatakan bahwa sertifikat hak milik yang dibuat oleh Tergugat II No. 237/Ronomuut Surat Ukur No. 4340/1982 tanggal 22 Desember 1982 luas 61.440 M2 atas nama Wenny Waroka, Peter Waroka dan Arthur Waroka adalah tidak sah atau batal demi hukum; 6). Menghukum Tergugat I untuk membayar biaya ganti rugi kepada Penggugat asli sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) karena diterbitkannya akta jual beli No. 15/KW/VII/94 tanggal 22 Juli 1994 dan robohnya tanaman keras dan rusaknya kelestarian lingkungan hidup diatas tanah milik Penggugat. 7). Menghukum Tergugat I, Tergugat II dan Penggugat Intervensi untuk membayar biaya perkara secara tanggung renteng. Selanjutnya PTUN Manado melalui putusannya tanggal 17 April 1995 No. 16/G.TUN/1994/PTUN-Mdo dalam eksepsinya menyatakan eksepsi Tergugat II dikabulkan sebagian dan menyatakan bahwa eksepsi Tergugat II tentang lampau waktu mengajukan gugatan ke PTUN dapat dikabulkan, menolak eksepsi Tergugat II selebihnya. Sedangkan dalam pokok perkaranya menyatakan gugatan Penggugat terhadap Tergugat I maupun terhadap Tergugat II tidak dapat diterima. Selanjutnya dalam eksepsi dan pokok perkara menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp600.000,- (enam ratus ribu rupiah). Dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat telah dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Ujung Pandang dengan putusannya tanggal 30 November 1995 No. 32/BDG.TUN/1995/PT.TUN-U.PDG yang menerima permohonan banding dan membatalkan putusan PTUN Manado No. 16/G/TUN/1994/PTUN.Mdo tanggal 17 April 1995. Di dalam eksepsinya menolak eksepsi Terbanding II Tergugat II seluruhnya dan dalam pokok sengketa mengabulkan gugatan Pembanding-Penggugat untuk sebagian, menyatakan batal Akta Jual Beli No. 15/KW/VII/1994 tanggal 22 Juli 1994 dan juga memyatakan batal Sertifikat Hak Milik No. 237/Ranomuut, Surat Ukur Sementara No. 4348/1982 tanggal 22 Desember 1982, Luas 61.440 atas nama pemegang Hak Wenny Waroka, Peter Waroka dan Arthur Waroka. Menolak gugatan selain dan selebihnya. Terakhir menghukum Terbanding I-Tergugat I dan Terbanding II-Tergugat II untuk membayar biaya-biaya yang timbul dalam sengketa ini pada kedua tangkat peradilan pada tingkat banding sebesar yang tercantum dalam dictum. Setelah pemberitahuan kepada kedua belah pihak baik secara lisan pada tanggal 7 Februari 1996 dan dengan akta permohonan kasasi No. 16.Srt.G.TUN/1994.PTUN.Mdo dan tentang memori kasasi dari Tergugat I dan II/Terbanding diajukan jawaban memori kasasi. Mahkamah Agung dengan dasar pertimbangan menilai bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya secara formil dapat diterima. Pada pokoknya memori kasasi yang dimaksudkan bahwa Pemohon Kasasi I karena jabatannya menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagaimana diatur oleh Pasal 5 Peraturan Menteri Agraria No. 10 Tahun 1961, dan Pasal 19 Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1961 mengatur tentang Tugas dan Wewenang Camat untuk membuat akta, maka Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah bukan merupakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1 ayat 2 UU No. 5 tahunn 1986 sehingga dengan demikian akta jual beli yang disahkan oleh Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah merupakan realisasi dari suatu perjanjian atau dalam ruang lingkup Hukum Perjanjian yang berarti merupakan realisasi dari suatu perbuatan hukum Perdata yang tidak dapat dinilai oleh Pengadilan Tata Usaha Negara. Oleh karenanya maka putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Ujung Pandang yang telah membatalkan Akta Jual Beli No. 15/KW/VII/1994 tertanggal 22 Juli 1994 tidak tepat karena tidak didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku serta merugikan pihak Pemohaon Kasasi I bersama pihak pembeli yang beritikad baik. Terkait alasan-alasan Pemohon Kasasi II bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara Manado mengenai gugatan Penggugat telah lampau waktu adalah tepat dan benar karena ada pertimbangan tersebut telah didasarkan pada batas waktu sebagaimana Pasal 55 UU No. 5 Tahun 1986 dimana dalam pertimbangannya terdapat beberapa kekeliruan diantaranya, Pertama, tidak mungkin Pemohon Kasasi II memberitahukan penerbitan Sertifikat Hak Milik No. 237/Ranomuut kepada Termohon Kasasi untuk mengambil sertifikat tersebut, karena Termohon Kasasi bukan pemilik yang berhak atas tanah yang diterbitkan sertifkat tersebut. Kedua, apa yang dipertimbangakan oleh Pengadlan Tinggi Tata Usaha Negara Ujung Pandang tentang limit waktu gugatan Penggugat harus dihitung sejak kuasa Termohon Kasasi membaca akta jual beli tanggal 22 Juni 1994 adalah tidak benar dan hal itu merupakan pengakuan yang mengada-ada, karena Termohon kasasi sudah mengetahui jauh sebelum tanah tersebut dialihkan atau setidak-tidaknya pada saat proses awal dari penerbitan sertifikat dimaksud. Ketiga, dalam pertimbangannya Pengadilan Tinggi Tata Usaa Negara Ujung Pandang yang menilai bahwa pengumuman yang dilaksanakan oleh Pemohon Kasasi II tidak dapat dihitung sejak tanggal pengumuman tersebut, karena tidak mungkin dapat menjangkau seluruh masyarakat Ranomuut adalah tidak tepat mengingat lembaga pengumuman yang dilaksanakan oleh Instansi Badan Pertanahan Nasional sesuai dengan ketentuan yang berlaku tidak memiliki nilai yuridis. Selain itu perlu juga digarisbawahi bahwa apa yang telah dipertimbangkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Manado tentang akta jual beli yang bukan merupakan Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara adalah benar dan tepat sehingga apa yang dipertimbangkan oleh pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Ujung Pandang adalah keliru karena Akte Jual Beli adalah suatu Perjanjian Khusus yang dibuat oleh para pihak, namun jika salah satu pihak melakukan wanprestasi dapat diajukan pada peradilan umum (Hakim Perdata). Selanjutnya bahwa, pertimbangan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Ujung Pandang tentang penilaian Permohonan Penegasan Konversi atas nama Wenny Waroka, dkk hanya melihat dari apa yang tercantum dalam Sertifikat Hak Milik No. 237/Ranomuut karena asal persil konversi berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 2 Tahun 1962 Jo. Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No.26/DDA/1972 adalah keliru, Pertimbangan Mahkamah Agung terkait dengan Alasan Pemohon Kasasi II yakni mengenai keberatan ad.1. tidak dibenarkan karna Judex facti sudah tepat, eksepsi mengenai lampau waktu sudah dipertimbangkan dengan baik oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Ujung Pandang. Selanjutnya disebutkan bahwa pengetahuan penggugat mengenai penerbitan sertifikat tidak didasarkan bukti melainkan asumsi saja, Patut pula dicermati bahwa dalam pertimbangannya Mahkamah mencermati alasan pemohon Kasasi II mengenai keberatan-keberatan ad.2 dan 3 yaitu terkait keberatan-keberatan dapat dibenarkan karena Judex Factie salah menerapkan hukum dengan alasan/pertimbangan sebagai berikut, bahwa dasar gugatan adalah penerbitan Sertifikat Hak Milik yang diterbitkan oleh Tergugat No. 237/1982 atas nama Wenny Waroka dkk. Bahwa menurut Penggugat setifikat tersebut adalah mengenai tanah milik Penggugat yang diperoleh dari orang tua angkatnya bernama Alm. Wilhem Alanus Waroka dan Alm, Rosali Amelia Rambing. Bahwa tanah tersebut merupakan bagian dari harga peninggalan orang tuanya Albert Waroka dan A.W.Pesik. bahwa untuk mengetahui apakah terdapat kekeliruan dalam hal fisik tanah sengketa dan kepemilikannya atas tanah sengketa maka hal tersebut diperlukan pemeriksaan dan ditetapkan Pengadilan Perdata baru kemudian dapat ditetapkan apakah ada kekeliruan atas penerbitan Sertifikat No. 237/1982 atas nama Wenny Waroka, dkk karena didasarkan atas data yang keliru. Berdasarkan berbagai pertimbangan diatas maka Mahkamah Agung mengadili, mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi dalam hal ini adalah Camat Kepala Wilayah Kecamatan yang diwakili kuasanya, Kepala Kantor Petanahan Nasional Kotamadya Manado dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Ujung Pandang tanggal 30 November 1995 No.32/BDG.TUN/1995/PT.TUN.U.PDG. yang juga membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Manado tanggal 17 April 1995 No.16/G.TUN/1994/PTUN.MDO, menyatakan gugatan tidak dapat diterima dan menghukum Termohon Kasasi untuk membayar semua biaya perkara baik yang jatuh dalam peradilan tingkat pertama, banding maupun tingkat kasasi, yang d dalam tingkat kasasi ditetapkan sebesar Rp50.000,- (lima puluh ribu rupiah). Ketentuan Pasal 47 Undang-Undang 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara merumuskan bahwa Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara [1]. Dalam berbagai literatur ?sengketa Tata Usaha Negara? yang dimaksud menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 (Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009) dirumuskan sebagai: Sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[2] Lebih jauh Indroharto merumuskan arti ?urusan pemerintahan? dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Pasca berlakunya UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara dirumuskan sebagai berikut [3], Pertama, Berwenang mengadili perkara berupa gugatan dan permohonan. Kedua, berwenang mengadili perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah, yaitu perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan pemerintahan (Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan) yang biasa disebut dengan onrechtmatige overheidsdaad (OOD). Ketiga, Keputusan Tata Usaha Negara yang sudah diperiksa dan diputus melalui upaya banding administrasi menjadi kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara.