Karakterisasi Yurisprudensi No : 88K/TUN/1993

  • Post : 2024-09-18 11:15:35
  • Download (1261)
Kaidah Yurisprudensi : 88K/TUN/1993

Untuk membuktikan bahwa tanah sengketa adalah C No. 396 dan C No. 29 milik dan atas nama penggugat dan bukan C 157 sisa milik atas nama R.M. Subari, maka harus diajukan gugatan ke dan diperiksa oleh Pengadilan Perdata

Pertimbangan Hukum
  • Bahwa Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta sudah tepat, yaitu tidak salah menerapkan hukum atau melanggar hukum yang berlaku, apalagi mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak dilaksanakan atau ada kesalahan dalam pelaksanaan hukum;
  • Bahwa alasan-alasan kasai Pemohon Kasasi tidak ditujukan kepada putusan Pengadilan Tinggi tata Usaha Negara Jakarta;
  • Bahwa untuk membuktikan bahwa tanah sengketa adalah C No. 396 dan C No. 29 atas nama Penggugat dan bukan C 157 sisa milik atas nama R.M. Subari, maka harus diajukan gugatan ke dan diperiksa oleh Pengadilan Perdata.

Anotasi Oleh : Rizky Septiana Widyaningtyas

Perkara ini disidangkan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang berkaitan dengan sengketa kepemilikan hak atas tanah. Acuan yang digunakan adalah Hukum Administrasi Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Isu hukum yang diangkat dalam perkara ini adalah kejelasan tentang kewenangan mengadili sengketa kepemilikan hak atas tanah.

Bahwa terhadap gugatan yang diajukan oleh Penggugat Djaonah dan Sa’ad Fadil Sa’di, terhadap Tergugat I Walikota Jakarta Pusat, Tergugat II Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Tergugat III Sekretaris Kelurahan Utan Kayu Selatan, Tergugat IV Lurah Rawasari, Tergugat V Camat Kecamatan Cempaka Putih, Tergugat VI Koordinator BINPAM pada Bagian Umum Dit.Jend. Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta telah mengambil putusan pada tanggal 1 Oktober 1992, yaitu Putusan No.102/1992/TN/P.TUN.JKT. Majelis hakim pada pokoknya menerima eksepsi para Tergugat dan menyatakan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta tidak berwenang mengadili perkara a quo. Selanjutnya putusan tingkat banding atas permohonan Penggugat pada intinya memperbaiki amar putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, sehingga amarnya berbunyi ''menyatakan gugatan tidak dapat diterima''. Kemudian atas permohonan Kasasi yang diajukan kembali oleh Penggugat, amar putusan Mahkamah Agung menguatkan putusan pengadilan tingkat banding dengan menyatakan ''menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi'', dengan pertimbangan hukum sebagai berikut :

  • Bahwa Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta sudah tepat, yaitu tidak salah menerapkan hukum atau melanggar hukum yang berlaku, apalagi mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak dilaksanakan atau ada kesalahan dalam pelaksanaan hukum;
  • Bahwa alasan-alasan kasai Pemohon Kasasi tidak ditujukan kepada putusan Pengadilan Tinggi tata Usaha Negara Jakarta;
  • Bahwa untuk membuktikan bahwa tanah sengketa adalah C No. 396 dan C No. 29 atas nama Penggugat dan bukan C 157 sisa milik atas nama R.M. Subari, maka harus diajukan gugatan ke dan diperiksa oleh Pengadilan Perdata.

Penulis berpendapat setidaknya terdapat 2 (dua) hal yang penting untuk menjadi perhatian dalam perkara a quo : Pertama, terkait dengan legal standing Penggugat mengajukan gugatan atas objek sengketa berupa KTUN yang ditujukan kepada orang lain. Kedua, terkait kompetensi pengadilan dalam mengadili sengketa kepemilikan tanah.

Kedua hal tersebut diuraikan sebagai berikut : Pertama, legal standing Penggugat mengajukan gugatan atas objek sengketa KTUN yang ditujukan kepada orang lain.

Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PTUN) mengatur mengenai subyek yang dapat menjadi penggugat di PTUN :

(1) Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.

Pada dasarnya, hanya orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan dapat mengajukan gugatan. Selanjutnya Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan memperluas subyek yang dapat menggugat ke PTUN : ''Badan dan/atau Pejabat pemerintahan dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk menilai ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan Wewenang dalam Keputusan dan/atau tindakan''. Pasal 87 huruf f Undang-Undang Administrasi Pemerintahan memperluas access to justice, yaitu turut pula untuk keputusan yang berlaku bagi wara masyarakat (Permana, 2016 :45). Namun demikian, untuk dapat diterima legal standingnya oleh pengadilan, penggugat haruslah merupakan bagian dari masyarakat yang dituju oleh surat keputusan tersebut meskipun tidak disebutkan individu-individunya atau pihak ketiga yang tidak dituju oleh keputusan namun kepentingannya dirugikan oleh keputusan atau tindakan administrasi pemerintahan (Permana, 2016:46-47).

Oleh karena kualifikasi Penggugat/Pembanding/Pemohon Kasasi dalam kasus a quo tidak memenuhi kondisi pertama, yaitu orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan dapat mengajukan gugatan; dan kedua, yaitu Badan dan/atau Pejabat pemerintahan yang dapat mengajukan untuk menilai ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan Wewenang dalam Keputusan dan/atau tindakan, maka Penggugat/Pembanding/Pemohon Kasasi haruslah memenuhi syarat yang ketiga untuk diterima legal standingnya oleh pengadilan. Sebagai pihak ketiga ketiga yang tidak dituju oleh keputusan, Penggugat/Pembanding/Pemohon Kasasi haruslah mampu membuktikan bahwa dirinya dirugikan oleh adanya Surat Perintah Bongkar Nomor 4320/1.785.2 tanggal 26 Desember 1992; Surat Perintah Bongkar (Peringatan ke II) Nomor 629/1.785.2 tanggal 20 Februari 1992; dan Surat Perintah Bongkar (Peringatan terakhir) Nomor 700/1.785.2 tanggal 20 Februari 1992; yang ketiganya ditujukan kepada Ny. Rosita Sitepu.

Kedua, kompetensi pengadilan dalam mengadili sengketa kepemilikan tanah.

Selanjutnya, diskusi mengenai sengketa yang berkaitan dengan kepemilikan tanah, apakah menjadi kewenangan PTUN atau Peradilan Umum, haruslah selalu dikaitkan dengan objek atau pokok gugatan/sengketanya. Dalam rangkaian pemberian hak atas tanah, sangatlah dimungkinkan diterbitkan suatu KTUN yang sifatnya memberikan hak kepada penerimanya atau justru pencabutan hak. Sebagai contoh Keputusan Pemberian Hak Guna Bangunan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas suatu bidang tanah tertentu kepada subyek tertentu, atau keputusan pencabutan hak atas tanah. Jika dalam prosedur pembuatan keputusan tersebut terdapat cacat administrasi yang menyebabkan tidak dipenuhinya syarat materiil dan formil suatu KTUN, maka dapat diajukan pembatalannya kepada PTUN.

Pasal 53 ayat (2) UU PTUN mengatur menganai alasan yang dapat digunakan untuk menggugat diterbitkannya suatu KTUN adalah ketika :

  1. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  2. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Di sisi lain, jika sengketa berkaitan dengan siapa subyek yang paling mempunyai hak atas suatu bidang tanah, maka hal tersebut termasuk ke dalam ranah sengketa perdata yang menjadi kewenangan atau kompetensi absolut Peradilan Umum. Sengketa hak atas tanah merupakan sengketa yang objeknya adalah suatu hak atas bidang tanah tertentu, yang melibatkan minimal dua pihak yang saling mengklaim sebagai pemegang hak.(Aridi dan Asnawi, tth: 2) Jika yang menjadi objek sengketa adalah hak atas tanah, atau mengenai siapa yang paling mempuanya hak atas suatu bidang tanah, maka sengketa tersebut masuk ke dalam ranah hukum perdata. Hal ini karena berkaitan dengan hubungan hukum antara satu orang dengan orang yang lain maupun hubungan hukum antara orang dengan benda melalui penguasaan atau pemilikan. (Aridi dan Asnawi, tth: 2) Dalam hal ini, pemeriksaan yang dilakukan oleh Peradilan Umum (perdata) untuk mengetahui siapa yang paling berhak atas bidang tanah dilakukan melalui pemeriksaan tentang status dan riwayat tanah serta bagaimana perolehan hak atas tanah dimaksud, apakah telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. (Aridi dan Asnawi, tth :2). Pengadilan memastikan beberapa hal berikut, mencakup(Aridi dan Asnawi, tth, hlm. 6-7) :

  1. Hubungan hukum antara seseorang atau badan hukum dengan seseorang atau badan hukum lainnya lainnya;
  2. Hubungan hukum antara seseorang atau badan hukum dengan beberapa orang atau badan hukum lainnya;
  3. Hubungan hukum antara seseorang atau badan hukum dengan objek (benda) tertentu;

Pada kasus a quo, walaupun berawal dari gugatan terhadap Surat Perintah Bongkar yang ditujukan kepada orang lain, namun tampaknya Penggugat/ Pembanding/Pemohon Kasasi lebih mempersoalkan mengenai pengakuan atas suatu hak atas tanah, walaupun yang bersangkutan sendiri menampik hal tersebut dalam permohonan kasasinya dengan menyatakan bahwa “...dalam gugatannya Pemohon Kasasi I dan II sama sekali tidak mempersoalkan dan tidak menuntut pemilikan tanah...” Meski demikian, bukti-bukti yang diajukan, argumentasi yang dibangun serta permohonan yang diajukan oleh Penggugat/Pembanding/Pemohon Kasasi menyatakan sebaliknya, bahwa persoalan kepemilikan tanahlah yang paling dominan. Tampaknya hal tersebut telah diterjemahkan oleh Majelis dengan baik. Dengan demikian, penulis berpendapat bahwa untuk membuktikan status kepemilikan atas bidang tanah tersebut, maka harus diajukan gugatan ke dan diperiksa oleh Pengadilan Perdata adalah sudah tepat.

  Download Karakterisasi   File Putusan

Putusan Yang Mengikuti

  • 9/G/2018/PTUN-PLG
  • 73/G/2017/PTUN-PLG
  • 14/G.TUN/2011/PTUN-Kdi
  • 52/G/2016/PTUN-SRG
  • 46/G/2014/PTUN-JKT
  • 50/G/2016/PTUN-JKT
  • 105/PLW/2016/PTUN-JKT
  • 108/PLW/2016/PTUN-JKT
  • 109/G/2015/PTUN-JKT
  • 110/G/2015/PTUN-JKT
  • 111/PLW/2016/PTUN-JKT
  • 144/G/2015/PTUN-JKT
  • 72/G/2013/PTUN-JKT
  • 88/G/2012/PTUN-JKT
  • 88/G/2013/PTUN-JKT
  • 132/G/2012/PTUN-JKT
  • 135/G/2012/PTUN-JKT
  • 152/G/2013/PTUN-JKT
  • 154/G/2012/PTUN-JKT
  • 184/G/2013/PTUN-JKT
  • 58/G/2014/PTUN-JKT
  • 169/G/2014/PTUN-JKT
  • 22/G/2014/PTUN.JKT
  • 45/G/2013/PTUN-JKT
  • 60/G/2012/PTUN-JKT
  • 196/G/2013/PTUN-JKT
  • 124/G/2014/PTUN-JKT
  • 47/G/2013/PTUN-JKT
  • 48/G/2012/PTUN-JKT
  • 98/G/2013/PTUN-JKT
  • 161/G/2013/PTUN-JKT
  • 072/G/2014/PTUN.SMG
  • 007/G/2016/PTUN.Smg

Majelis Hakim

  • Karlinah P.A. Soebroto, S.H. - Ketua
  • H.L. Rukmini, S.H. - Anggota
  • German Hoediarto, S.H. - Anggota

Ringkasan Putusan

  •    Tanggal : 1992-12-26  
  • Tergugat I (Walikotamadya Jakarta Pusat) menerbitkan surat perintah bongkar nomor 4320/A.785.2 (P-1)

  •    Tanggal : 1992-02-17  
  • Tergugat I menerbitkan Surat perintah bongkar (peringatan ke II) nomor 629/1.785.2 (P-2)

  •    Tanggal : 0000-00-00  
  • Tergugat I menerbitkan surat perintah bongkar (peringatan terakhir) nomor 700/1.785.2 (P-3)

  •    Tanggal : 0000-00-00  
  • Semua surat perintah bongkar ini ditujukan kepada Ny. P Rosita Sitepu sebagai penghuni bangunan di jalan pramuka ujung, kelurahan Rawasari Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat dengan alasan karena bangunan tersebut merupakan bangunan liar dan didirikan diatas tanah milik orang lain (girik C nomor 157 sisa)

  •    Tanggal : 0000-00-00  
  • Penggugat I dan II merasa dirugikan atas surat perintah bongkar tersebut karena merasa Tergugat I yakni walikotamadya Jakarta Pusat telah mengakui girik C Nomor 157 sisa adalah sah milik penggugat I dan II berdasarkan :

    1. Girik C nomor 396 persil 18 blok SII luas 2.740 milik penggugat I
    2. Girik C nomor 29 persil nomor 18 blok SII luas 2.200 MPT2PT milik penggugat II
  •    Tanggal : 0000-00-00  
  • Majelis hakim kasasi mempertimbangkan bahwa pembuktian tanah sengketa adalah C no 396 dan C no 29 milik penggugat dan bukan milik RM Subari harus diajukan dan dibuktikan melalui pengadilan umum dalam hal ini gugatan perdata.

  •    Tanggal : 0000-00-00  
  • Majelis hakim dalam amarnya menolak pemohonan kasasi dari pemohon kasasi dan menghukum pemohon kasasi untuk membayar biaya perkara.

Author Info

  • Rizky Septiana Widyaningtyas :
    -