Karakterisasi Yurisprudensi No : 813 K/Pid/1987
Kaidah 1 : Menilai ada tidaknya perbuatan terdakwa bertujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, cukup dinilai dari perilaku terdakwa sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, karena jabatan dan kedudukannya, apakah perbuatan terdakwa tersebut memang dikehendaki dengan kesadaran untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan.
Kaidah 2 : Unsur ‘secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara’ tidak perlu jumlah kerugian tersebut ditentukan dengan pasti jumlahnya. Pembayaran yang jauh lebih besar dari prestasi yang dilakukan, adalah ukuran bahwa perbuatan tersebut menguntungkan pemborong dan merugikan Negara.
Bahwa penafsiran pengadilan tinggi tersebut adalah keliru, oleh karena unsur “dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan”, cukup dinilai dari kenyataan yang terjadi atau dihubungkan dengan perilaku Terdakwa sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya, karena jabatan dan kedudukannya, seperti yang telah dipertimbangkan pengadilan negeri dalam putusannya hal 178 sampai 182, demikian pula unsur “secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara juga telah dipertimbangkan dengan cukup oleh pengadilan negeri, pertimbangan-pertimbangan mana adalah telah tepat dan benar dan dijadikan pertimbangan sendiri oleh Mahkamah Agung dalam mengambil putusannya.
PENAFSIRAN UNSUR 'DENGAN MAKSUD MENGUNTUNG DIRI SENDIRI ATAU ORANG LAIN
ATAU SUATU BADAN' DAN 'SECARA LANGSUNG ATAU TIDAK LANGSUNG DAPAT
MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA'
Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam perkara ini memperjelas penafsiran dari unsur ‘dengan masud menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan’ dan unsur ‘secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara’ yang terdapat dalam Pasal 1 Ayat 1 sub b Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Korupsi.
Dalam perkara tersebut, terdakwa yang merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil dalam kedudukan atau jabatannya sebagai Ketua Badan Pemeriksa Pekerjaan (BPP) Proyek Reboisasi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara di Pengadilan Negeri Manado didakwa melakukan secara primair Pasal 1 Ayat 1 sub a jo Pasal 28 Undang-Undang No. 3 tahun 1971 jo Pasal 55, Pasal 64 dan 65 KUHP. Selain itu terdakwa juga didakwa secara subsidair atas Pasal Ayat 1 sub b jo Pasal 28 Undang-Undang No. 3 tahun 1971 jo Pasal 55, Pasal 64 dan 65 KUHP. Terdakwa juga didakwa dengan dakwaan kedua berdasarkan Pasal 423 KUHP jo Pasal 1 sub c jo Pasal 28 Undang-Undang No. 3 tahun 1971, lalu dakwaan ketiga berdasarkan Pasal 418 KUHP jo Pasal 1 ayat 1 sub c jo Pasal 28 Undang-undang No. 3 tahun 1971 dan dakwaan keempat berdasarkan Pasal 435 KUHP jo Pasal 1 Ayat 1 sub c jo Pasal 28 Undang-undang No. 3 tahun 1971.
Dalam putusan Pengadilan Negeri Manado, terdakwa dinyatakan tidak terbukti atas dakwaan pertama primair dan dakwaan kedua, ketinga hingga keempat sehingga dinyatakan bebas. Namun terdakwa dinyatakan terbukti atas dakwaan kesatu subsidair yaitu turut melakukan Pasal 1 Ayat 1 sub b jo Pasal 28 Undang-undang No. 3 tahun 1971 jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 55 KUHP.
Atas putusan tersebut Jaksa dan terdakwa mengajukan banding. Pengadilan Tinggi di Manado membatalkan putusan Pengadilan Negeri dan menyatakan banding dari Jaksa tidak diterima, serta banding dari terdakwa diterima sehingga putusan dari Pengadilan Tinggi di Manado adalah membebaskan terdakwa.
Atas putusan tersebut, Jaksa pada Kejaksaan Tinggi Manado dan Jaksa pada Kejaksaan Negeri Manado mengajukan permohonan kasasi. Dalam putusannya Mahkamah Agung memberikan pendapat bahwa meskipun yang diputuskan oleh Pengadilan Tinggi adalah putusan bebas yang seharusnya tidak dapat lagi diajukan kasasi, namun dengan pertimbangan selaku badan peradilan tertinggi yang mempunyai tugas untuk membina dan menjaga agar semua hukum dan Undang-undang di seluruh wilayah Negara diterapkan secara tepat dan adil, maka Mahkamah Agung memeriksa putusan pengadilan bawahannya yang membebaskan terdakwa, guna menentukan sudah tepat dan adilnya putusan pengadilan bawahannya itu. Selain itu Mahkamah Agung juga mempertimbangkan apakah putusan pembebasan yang membebaskan terdakwa tersebut apakah termasuk ke dalam pembebasan yang murni sifatnya sehingga permohonan kasasi tidak dapat diterima. Atau sebaliknya pembebasan itu didasarkan pada penafsiran yang keliru terhadap sebutan tindak pidana yang dimuat dalam surat dakwaan dan bukan didasarkan pada tidak terbuktinya suatu unsur perbuatan yang didakwakan atau dengan kata lain, pembebasan itu sebenarnya adalah merupakan putusan lepas daris egala tuntutan hukum, atau apabila dalam menjatuhkan putusan itu pengadilan telah melampaui batas wewenangnya, maka Mahkamah Agung berpendapat permohonan kasasi tersebut dapat diterima. Dalam perkara ini, Mahkamah Agung berpendapat bahwa Pengadilan Negeri tidak membebaskan terdakwa dari segala dakwaan, melainkan melepaskan terdakwa dari tuntutan hukum, sehingga pembebasan ini merupakan pembebasan berselubung.
Selain daripada itu, Mahkamah Agung juga berpendapat bahwa Pengadilan Tinggi telah keliru dalam menafsirkan unsur 'dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan' dan unsur 'secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara'. Menurut Mahkamah Agung, untuk menilai ada tidaknya perbuatan terdakwa bertujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, cukup dinilai dari perilaku terdakwa sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, karena jabatan dan kedudukannya, apakah perbuatan terdakwa tersebut memang dikehendaki dengan kesadaran untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan. Dalam hal ini terdakwa selaku Ketua Badan Pemeriksa Proyek yang mempunyai tugas melaksanakan bimbingan teknis, pengawasan pelaksanaan, penilaian hasil serta menyusun berita acara kemajuan pekerjaan. Karena perbuatan yang penandatangan berita acara penyelesaian proyek dengan tidak memeriksa ke lokasi dan hanya berdasarkan consensus rapat merupakan perbuatan menyalahgunakan wewenang, kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya.
Selain itu Mahkamah Agung juga berpendapat perbuatan terdakwa memang dikehendaki dengan kesadaran untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan. Hal ini terbukti dari pembuatan BAPP yang tidak benar, yang menyatakan bahwa proyek telah 100% selesai meski kenyataannya tidak demikian. Dengan ditandatanganinya BAPP dana proyek dapat dicairkan, maka Negara mengalami kerugian sebesar selisih pekerjaan tersebut. Sehingga meskipun jumlah kerugian tidak dapat ditentukan dengan pasti jumlahnya, tetapi sudah jelas kerugian tersebut ada sebagaimana hasil pemeriksaan. Dengan demikian, menurut Mahkamah Agung, pertimbangan Pengadilan Tinggi Manado tentang tidak adanya eksalahan terdakwa dalam hal pengalihan pengelolaan proyek dengan alasan Negara tidak dirugikan adalah tidak beralasan karena Pengadilan Tinggi hanya menilai dari keterangan terdakwa saja tanpa memperhatikan keterangan saksi-saksi dan alat bukti lain.
Berdasarkan pertimbangan Pengadilan Tinggi telah salah menafsirkan unsur 'dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan' dan unsur 'secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara' sehingga menimbulkan penafsiran yang keliru mengenais ebutan perbuatan pidana yang didakwakan dalam dakwaan kesatu subsidair. Untuk Mahkamah Agung kemudian membatalkan putusan Pengadilan Tinggi dan mengadili sendiri dan memutus terdakwa bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan korupsi sebagai suatu perbuatan berlanjut.
Kaidah jurisprudensi yang menafsirkan bahwa unsur 'secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara' tidak perlu jumlah kerugian tersebut ditentukan dengan pasti jumlahnya, telah diikuti oleh beberapa putusan hakim untuk perkara sejenis yaitu perkara dengan dakwaan tindak pidana korupsi yang pembuktian atas kerugian keuangan Negara dirasakan tidak secara akurat dapat menunjukkan jumlah dari besarnya kerugian Negara. Yaitu antara lain Putusan Nomor 10/Pid.SUS/TPK /2015/PN.Amb., Nomor 17/Pid.Tipikor /2013/PN.AB., Nomor 18/Pid.Tipikor /2013/PN.AB., Nomor 21/Pid.Sus-TPK/2014/PN.Amb., Nomor 22/Pid.Sus-TPK/2014/PN.Amb., Nomor 23/Pid.Sus-TPK/2014/PN.Amb dimana putusan-putusan tersebut menyelesaikan perkara tindak pidana korupsi dengan dakwaan melakukan pelanggaran atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
Meski di dalam beberapa putusan, perkara yang diselesaikan, kerugian keuangan Negara jelas dapat dibuktikan jumlahnya, namun kaidah jurisprudensi yang menafsirkan bahwa unsur ‘secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara’ tidak perlu jumlah kerugian tersebut ditentukan dengan pasti jumlahnya tersebut, tetap dicantumkan sebagai kaidah yang digunakan untuk menafsir unsur yang menafsirkan bahwa unsur ‘secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara’ dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.