Karakterisasi Yurisprudensi No : 1 Yur Ag 2018 (368K-Ag-1999)
Wasiat wajibah dapat diberikan tidak hanya kepada anak angkat sebagaimana diatur dalam Pasal 209 KHI namun juga dapat diberikan kepada ahli waris yang tidak beragama Islam.Perbaikan KaidahWasiat wajibah dapat diberikan kepada ahli waris yang tidak beragama Islam dalam keadaan tertentu.
-
Perkara ini disidangkan di lingkungan peradilan agama yang menunjukan bahwa para pihak menggunakan dasar hukum Islam sebagai acuan pembagian warisan. Isu hukum yang diangkat dalam perkara ini yaitu kejelasan tentang: (1) penetapan ahli waris tidak beragama Islam yang mendapat wasiat wajibah; (2) bagian yang diterima oleh ahli waris yang tidak beragama Islam. Oleh karena perkara ini dalam ranah hukum Islam, maka pertimbangan dasar hukum positif sedikit memiliki kemungkinan ditemukan dalam perkara ini. Majelis hakim membuat pertimbangan berdasarkan keterangan saksi serta penafsiran secara sosiologis.Perkara ini bermula dari adanya sebuah keluarga muslim, H. Sanusi dengan istrinya Hj. Suyatmi yang memiliki 6 (enam) orang anak kandung. H. Sanusi mempunyai harta bawaan berupa rumah dan tanah serta harta bersama yaitu ruamh dan tanah yang lainnya. Setelah semua anak dewasa, salah satu anak (Sri Widyastuti) keluar dari agama Islam. Sedangkan yang lainnya tetap memeluk agama Islam. Beberapa bulan sebelum H. Sanusi meninggal, telah dipanggil anaknya Sri Widyastuti untuk kembali memeluk agama Islam, namun Sri tetap pada pendiriannya. Tidak lama kemudian H. Sanusi meninggal dan setahun kemudian Hj. Suyatmi juga meninggal dunia. Kedua orang tua (H. Sanusi dan Hj. Suyatmi) meninggalkan harta warisan serta 6 (enam) orang anak kandung yaitu Djoko Sampuro, Untung Legiyanto, Siti Aisyah, Bambang Setyabudi dan Esti Nuri Purwanti, yang kelima anak itu beragama Islam. Sedangkan Sri widyastuti beragama Kristen.Harta warisan H. Sanusi berupa 14 (empat belas) bidnag tanah yang terletak di berbagai daerah (Jakarta, Bogor dan Purworejo). Harta warisan Hj. Suyatmi juga terdiri dari beberapa bidang tanah dan rumah. Dan harta warisan tersebut belum pernah diadakan pembagian waris kepada ahli waris. Salah seorang anak (Bambang Setyabudi/ Penggigat) mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama terhadap saudara-saudaranya yaitu Djoko (Tergugat I), Siti (Tergugat II), Esti (Tergugat III), Untung (Turut Tergugat I) dan Sri (Turut Tergugat II). Dalam gugatannya dia mendalilkan bahwa harta warisan ayah ibunya belum pernah dilakukan pembagian waris. Dan Penggugat menghendaki agar yang memperoleh bagian dari harta warisan adalah yang beragama Islam saja. Sementara Sri yang tidak beragama Islam menolak harta warisan dibagi dengan ketentuan demikian. Penggugat berpendirian dalam gugatannya bahwa Sri karena keluar dari agama Islam, maka tidak berhak mewarisi harta warisan ayah ibunya yang beragama Islam. Sehingga yang berhak menjadi ahli waris H. Sanusi adalah Hj. Suyatmi, Djoko, Untung, Siti, Bambang dan Esti. Dalam gugatannya Penggugat mengajukan ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat.Dalam persidangan di PA, Penggugat dan Tergugat serta Turut tergugat I hadir, dan memberikan jawaban membenarkan dalil gugatan penggugat. Sedangkan turut tergugat II tidak hadir di persidangan dan memberikan surat jawaban yang pada intinya:a. Pasal 1,2,3 UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah forum peradilan bagi orang-orang yang beragama Islamb. Turut Tergugat II mengakui kalau ia beragama kristen dan ia keberatan diadili oleh PA yang bukan merupakan forum peradilan bagi yang beragama kristen, yang seharusnya gugatan diajukan ke PN.c. Diajukannya gugatan waris ke PA oleh Penggugat adalah dengan maksud untuk mengucilkan/melenyapkan hak waris turut tergugat II selaku ahli waris.d. Dalam masalah warisan ini terdapat sengketa sehingga Pasal 50 UU No. 7 Tahun 1989 dapat diterapkan dalam kasus sengketa ini, dan PN yang berwenang mengadili perkara ini bukan PA.Penggugat berpendirian bahwa harta warisan belum pernah dibagi waris dan masih berstatus harta peninggalan dari orang tua yang beragama Islam. Dengan menyebutkan Pasal 171 huruf c jo. Pasal 175 dan 188 KHI, maka turut tergugat II yang telah keluar dari agama Islam semasa ayah ibunya masih hidup tidak berhak mendapat warisan. Menurut Pasal 171 KHI, majelis hakim PA Jakarta Pusat berpendapat bahwa turut tergugat II yang tidak beragama Islam, menurut hukum Islam bukanlah ahli waris. Berdasarkan pertimbangan tersebut, majelis hakim memberikan putusan yaitu putusan tanggal 4 November 1993 Nomor 337/Pdt.G/1993/PA.JP menolak eksepsi turut tergugat II dan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya. Kemudian turut tergugat II yang beragama Nasarani tidak menerima putusan PA tersebut yang menyatakan anak yang tidak beragama Islam bukan ahli waris orang tua kandungnya dan tidak berhak memperoleh bagian dari harta warisannya. Selanjutnya ia mohon banding ke PTA, putusan dalam tingkat pertama atas permohonan turut tergugat II telah dibatalkan oleh PTA Jakarta dengan putusan tanggal 25 Oktober 1994 yaitu putusan Nomor 14/Pdt.G/1994/PTA.JK yang amarnya berbunyi:a. menyatakan bahwa permohonan banding pembanding diterimab. membatalkan putusan pengadilan Agama Jakarta Pusat No. 337/Pdt.G/1993/PA.JP tanggal 4 November 1993dalam pokok perkara putusan No. 14/Pdt.G/1994/PTA.JK, disebutkan:a. mengabulkan gugatan penggugat sebagianb. mengabulkan ahli waris sah dari almarhum H. Sanusi adalah:1) istri almarhum H. Sanusi yang bernama Hj. Suyatmi2) anak-anak almarhum masing-masing bernama Djoko, Untung, Bambang, Siti dan Esti3) menyatakan turut tergugat II (Sri Widyastuti binti H. Sanusi) berhak mendapat bagian dari harta peninggalan almarhum H. Sanusi, berdasarkan wasiat wajibah sebesar ¾ dari bagian seorang perempuan ahli waris almarhum H. SanusiNamun putusan tersebut tidak diterima oleh Penggugat maupun tergugat, kemudian Penggugat mengajukan permohonan pemeriksaan kasasi ke Mahkamah Agung. Pemohon kasasi (penggugat asal) mengajukan keberatan-keberatan dalam memori kasasi, yaitu bahwa PTA telah salah menerapkan hukum karena memberikan bagian kepada ahli waris tidak beragama Islam dari harta peninggalan pewaris muslim yang tidak ada ketentuannya dalam UU serta bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits. Hal mana keberatan-keberatan ini tidak dapat dibenarkan oleh MA karena PTA Jakarta tidak salah menerapkan hukum. Karena pada hanya mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan yang tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan tingkat kasasi. Sehingga MA sependapat dengan putusan PTA Jakarta yang memberikan bagian kepada anak tidak beragama Islam dari harta peninggalan orang tuanya yang beragama Isalm atas dasar wasiat wajibah. Isi putusan MA No. 368 K/AG/1995 menetapkan bahwa besarnya ahli waris almarhum Hj. Suyatmi bahwa bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua orang perempuan serta menyatakan turut tergugat II (Sri Widyastuti) berhak mendapatkan harta peninggalan Hj. Suyatmi berdasarkan wasiat wajibah sebesar bagian anak perempuan almarhumah.
Download Karakterisasi
File Putusan