Karakterisasi Yurisprudensi No : 3-Yur-TUN 2018 (13 B PK PJK 2013)
Ketentuan yang ada di dalam Kontrak Karya merupakan Lex Specialis dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
kontrak karya adalah perjanjian Pemerintah R.I dengan pemohon peninjauan Kembali yang mengikat dari Pemerintah Pusat sampai Pemerintah daerah. Kemudian, merujuk pada surat dari Menteri Keuangan Nomor: S-1032/MK.04/1988 tanggal 15 Desember 1988, maka ketentuan dalam kontrak karya merupakan Lex Specialis dari ketentuan umum yang berlaku. Dalam perkara a quo surat ketetapan pajak daerah terkait Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Jenis Alat Berat dan Besar Tahun Pajak 2009 Nomor: 353/XI/AB/07-E tanggal 25 September 2009 yang diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat dikesampingkan. Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 13 (1) kontrak karya harus dimaknai bahwa pada saat persetujuan Kontrak Karya ditandatangani , ketentuan mengenai pajak-pajak atau pungutan/retribusi yang berlaku adalah yang telah ada sebelumnya sehingga besarnya tarif pajak tersebut tidak boleh lebih berat atau lebih besar dari undang-undang dan peraturan retribusi pajak pada saat kesepakatan kontrak karya.
Yurisprudensi atau yang kerap kali disebut judicature, rechtspraak adalah pelaksanaan hukum dalam hal konkret terjadi tuntutan hak yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara, serta bebas dari pengaruh eksternal melalui putusan yang mengikat dan berwibawa. Menurut Van Apeldoorn dan Lemaire, yurisprudensi turut andil dalam pembentukan hukum. Secara lebih sempit yurisprudensi juga dimaknai sebagai putusan Mahkamah Agung (MA) yang mencakup terobosan hukum untuk diikuti oleh pengadilan-pengadilan di bawah hierarki MA. Secara normatif juga disebutkan bahwa yurisprudensi adalah kewenangan eksklusif MA. Namun, dalam perkembangannya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) juga dijadikan rujukan yurisprudensi.Yurisprudensi memiliki peran krusial dalam segi keilmuan dan penerapan hukum, diantaranya sebagai kebutuhan fundamental untuk mengisi celah dalam peraturan perundang-undangan sekaligus menjadi sumber hukum; memperlancar fungsi dan kewenangan badan peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman; agar ketentuan dalam undang-undang tetap aktual, berlaku secara efektif, dan meningkatkan wibawa badan peradilan. Meski demikian, yurisprudensi hanya mengikat pihak-pihak yang bersangkutan atau terhukum. Adapun, Indonesia tidak menganut asas binding force of precedent yakni hakim tidak terikat pada yurisprudensi yang telah dijatuhkan sebelumnya terhadap perkara yang serupa.Namun, dalam praktik hakim kerap kali menjadikan yurisprudensi sebagai rujukan dan secara tidak langsung memiliki kekuatan persuasif. Dengan begitu, suatu yurisprudensi harus memiliki kaidah yang mencerminkan tiga tujuan hukum yakni kemanfaatan, kepastian, dan keadilan. Jika suatu yurisprudensi salah dalam menerapkan hukum, maka berpotensi tinggi untuk menciptakan preseden buruk bagi putusan pengadilan selanjutnya. Secara kontekstual, dalam kaitannya dengan Putusan MA Nomor 13/B/PK/PJK/2013 yang menjadi salah satu yurisprudensi di Indonesia. Pada tulisan ini Penulis akan menganalisis dua pembahasan pokok. Pertama, akibat hukum Putusan MA Nomor 13/B/PK/PJK/2013 bagi para pihak. Kedua, putusan hakim a quo ditinjau dari kondisi sekarang dan kaitannya dengan pembangunan ekonomi Indonesia.Lex specialis adalah prinsip hukum yang menyatakan bahwa hukum yang lebih khusus mengesampingkan hukum yang lebih umum ketika terjadi konflik antara keduanya. Prinsip ini sering digunakan dalam penyelesaian konflik antara peraturan perundang-undangan dan perjanjian antara suatu pihak. Dalam hal ini, ketentuan lex specialis harus sederajat dengan ketentuan lex generalis (misalnya, undang-undang dengan undang-undang) dan harus berada dalam lingkungan hukum (rezim) yang sama dengan lex generalis. Menurut Bagir Manan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam asas lex specialis derogat legi generalis, yakni, Pertama, semua ketentuan yang terdapat dalam pengaturan hukum umum harus diberlakukan, kecuali diatur secara khusus dalam suatu hukum tersendiri; Kedua, seluruh ketentuan lex specialis harus tercantum dalam suatu hukum atau sejajar dengan lex generalis.Kontrak karya merupakan akses untuk penanaman modal asing. Terminologi kontrak karya merupakan terjemahan dari kata Contract of Works. Kontrak karya diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan dimana sebelumnya dimulai oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang dijadikan gerbang oleh para investor asing untuk menanamkan modalnya dalam bisnis pertambangan. Dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 disebutkan bahwa penanaman modal asing di bidang pertambangan didasarkan pada suatu kerja sama dengan pemerintah atas dasar kontrak karya atau bentuk lain sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. Kontrak karya adalah perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan perusahaan tambang yang memberikan hak eksplorasi dan eksploitasi atas sumber daya mineral di wilayah Indonesia. Kontrak karya berisi unsur perjanjian yang berlaku bukan hanya untuk pemerintah, melainkan juga masyarakat. Kontrak karya ini telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia, seperti dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Kontrak karya merupakan salah satu bentuk perjanjian yang diatur dalam hukum perjanjian di Indonesia. Dalam kontrak karya, terdapat unsur-unsur perjanjian seperti adanya kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat, adanya objek yang menjadi pokok perjanjian, dan adanya kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak.Pacta Sunt Servanda adalah asas common good dalam asas perjanjian yakni perjanjian tersebut berlaku seperti undang-undang bagi kedua pihak. Asas Pacta Sunt Servanda berasal dari bahasa latin memiliki arti janji harus ditepati. Asas ini lahir dari doktrin praetor Romawi, yakni pacta conventa sevabo, memiliki arti saya menghormati atau menghargai perjanjian. Doktrin tersebut didukung oleh perintah suci motzeh Sfassecha tismar (engkau harus menepati perkataanmu), dan dari maksim hukum Romawi kuno, yakni pacta sunt servanda. Dalam teori hukum kontrak klasik, pacta sunt servanda merupakan sesuatu yang suci dan perjanjiannya harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Jika yang diperjanjikan antara para pihak melakukan wanprestasi, maka yang melakukan wanprestasi dianggap memiliki dosa besar. Tidak ada alasan lain untuk tidak dapat memenuhi isi suatu perjanjian yang telah disepakati bersama oleh para pihak atau lazimnya disebut sebagai penerapan asas pacta sunt servanda. Para pihak harus memenuhi perjanjian sebagaimana yang telah diatur bersama.Akibat Hukum Putusan MA 13/B/PK/PJK/2013Pada kasus ini majelis hakim mengabulkan permohonan banding pemohon di tahap peninjauan Kembali yang meminta dibatalkannya putusan pengadilan pajak Nomor Putusan 35507/PP/M.XII/04/2011 tanggal 12 Desember 2011. Selain itu majelis hakim juga membatalkan Surat Keputusan Terbanding Nomor:973/3239/PJK/2010 dan Surat Ketetapan Pajak Daerah Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Jenis Alat Berat dan Besar Tahun Pajak 2009 Nomor: 353/XI/AB/07-E Tanggal 25 September 2009. Dengan demikian, akibat hukum yang diterima tergugat adalah: biaya perkara dalam peninjauan Kembali sebesar Rp.2.500.000, pada besarnya pungutan pajak yang tertera pada kontrak karya yakni Undang-Undang Darurat No. 11 tahun 1957, Perpu No. 8 Tahun 1995 dan Perpu No. 27 Tahun 1959 sehingga mengesampingkan surat ketetapan pajak terbaru dari Gubernur Nusa Tenggara Barat.Sedangkan akibat hukum yang diterima Penggugat adalah mendapat kepastian hukum mengenai besarnya tarif pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah sehingga memiliki kewajiban untuk membayar pajak sesuai dengan ketentuan kontrak karya. Selain itu penggugat juga berhak menerima Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau terbebaskan dari hutang terkait kurang bayar pajak.Pertimbangan hakim dalam Putusan MA Nomor 13/B/PK/PJK/2013 ditinjau dari kondisi masa kini.Dalam setiap putusannya, hakim bertugas untuk melakukan penemuan hukum. Sudikno Mertokusumo menyebutkan bahwa tugas hakim adalah menetapkan peristiwa yang terbukti, mengkualifikasi peristiwa konkret sebagai peristiwa hukum, dan membentuk hukum. Selain itu, hakim juga tidak boleh hanya melihat dari sisi normatif, melainkan juga harus melihat sisi filosofis dan sosiologis. Hal tersebut bertujuan untuk dapat menciptakan kepastian, ketertiban, mencerminkan elemen Pancasila untuk menunjang kepentingan Pembangunan nasional. Tak hanya itu, putusan yang baik adalah putusan yang bisa dieksekusi dan mempertimbangkan kedua pendapat para pihak.Dari yurisprudensi ini tampak hakim melakukan interpretasi gramatikal dan interpretasi sosiologis. Interpretasi gramatikal adalah cara pemaknaan/penafsiran suatu peraturan melalui bahasa, susun kata, ataupun bunyinya. In casu, hakim menerapkan interpretasi gramatikal melalui pemaknaan pasal 13 (11) Kontrak Karya yang pada pokoknya berisi pemberlakuan tarif pungutan tidak boleh lebih berat daripada ketentuan undang-undang dan peraturan yang berlaku pada saat Kontrak Karya tersebut ditandatangani. Dalam hal ini hakim memutuskan karena biaya tarif pajak dari Gubernur besarnya lebih besar daripada landasan hukum yang ada di Kontrak Karya maka dikesampingkan dan yang berlaku adalah tarif dalam kontrak karya. Lebih lanjut, interpretasi sosiologis juga tersirat dalam yurisprudensi ini karena selain melihat bunyi pasal dalam Kontrak Karya hakim juga melihat kondisi sosiologis kedua belah pihak. Mengingat Kontrak Karya ini dibuat jauh sebelum keputusan Gubernur yang terbaru dan mempertimbangkan kemanfaatan dari penetapan tarif terbaru pajak berpotensi memberatkan penggugat sekaligus tidak menciptakan keadilan.Selain itu menjadi menarik karena dalam kasus ini terjadi benturan antara norma hukum dan asas hukum. Pada dasarnya asas hukum adalah dasar pijakan bagi suatu sistem hukum dan menjadikan batu uji. Jika dikaitkan dengan putusan hakim, asas dapat dijadikan rujukan untuk mengkualifikasi fakta-fakta yang relevan dengan kasus. Pada putusan 13/B/PK/PJK/2013 hakim dengan baik menerapkan asas hukum Lex Specialis Derogat Legi Generalis dan memandang bahwa Kontrak Karya adalah perjanjian yang lebih khusus dan spesifik mengatur mengenai tarif pajak diantara para pihak dibanding Surat Ketetapan Pajak dari Gubernur NTB. Pada putusan ini juga dipertegas mengenai pemaknaan asas Pacta Sunt Servanda.Kemudian, jika ditilik dari segi Pembangunan ekonomi Indonesia, yurisprudensi ini telah menjadi yurisprudensi yang baik untuk memberikan kepastian hukum bagi para investor khususnya di sektor pertambangan. Sebagaimana yang diketahui bahwa kontrak karya adalah perjanjian Perusahaan minerba dengan pemerintah untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi. Secara tidak langsung, hakim seperti melihat faktor tersebut. Pertama, bahwa pertambangan adalah salah satu sektor usaha yang pelaksanaanya diutamakan dibanding sektor lain karena hasil pemanfaatannya yang besar, Kedua, dalam skema eksplorasi tambang Indonesia belum memiliki teknologi yang canggih sehingga mau tidak mau membutuhkan pihak luar untuk membantu, Ketiga, investor adalah satu penyokong terbesar kemajuan perekonomian Indonesia. Dengan begitu, yurisprudensi ini berhasil mengakomodir ketiga poin sebelumya dan ikut andil dalam meningkatkan minat investor untuk bekerja sama dengan Indonesia.Hakim juga melihat sisi kemanfaatan dan kepastian para pihak karena jika didasarkan pada peraturan terbaru, jelas akan memberatkan penggugat. Selain itu tidak adil karena pada kesepakatannya tertulis pasal 13 ayat (1) Kontrak Karya tentang besarnya pungutan yang harus dibayar. Mempertimbangkan juga jika hasil putusan akhir tidak melihat esensi dari kontrak karya maka akan berpotensi menciptakan preseden buruk pada hakim yang juga memeriksa kasus serupa. Berkaca dari paparan argumen tersebut, maka yurisprudensi ini sangat relevan untuk dijadikan acuan dalam kondisi kini.
Dalam kasus ini, majelis hakim mengabulkan permohonan banding pemohon di tahap peninjauan kembali yang meminta dibatalkannya putusan pengadilan pajak Nomor Putusan 35507/PP/M.XII/04/2011 tanggal 12 Desember 2011. Selain itu, majelis hakim juga membatalkan Surat Keputusan Terbanding Nomor:973/3239/PJK/2010 dan Surat Ketetapan Pajak Daerah Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Jenis Alat Berat dan Besar Tahun Pajak 2009 Nomor: 353/XI/AB/07-E Tanggal 25 September 2009. Akibat hukum yang diterima tergugat adalah membayar biaya perkara dalam peninjauan Kembali sebesar Rp.2.500.000,- dan tunduk pada besarnya pungutan pajak yang tertera pada kontrak karya yakni Undang - Undang Darurat No. 11 tahun 1957, Perpu No. 8 Tahun 1995 dan Perpu No. 27 Tahun 1959 sehingga mengesampingkan surat ketetapan pajak terbaru dari Gubernur Nusa Tenggara Barat. Sedangkan akibat hukum yang diterima Penggugat adalah mendapat kepastian hukum mengenai besarnya tarif pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah sehingga memiliki kewajiban untuk membayar pajak sesuai dengan ketentuan kontrak karya.Dalam setiap putusannya, hakim bertugas untuk melakukan penemuan hukum. Sudikno Mertokusumo menyebutkan bahwa tugas hakim adalah menetapkan peristiwa yang terbukti, mengkualifikasi peristiwa konkret sebagai peristiwa hukum, dan membentuk hukum. Dari yurisprudensi ini tampak hakim melakukan interpretasi gramatikal dan interpretasi sosiologis. Selain itu menjadi menarik karena dalam kasus ini terjadi benturan antara norma hukum dan asas hukum. Kemudian, jika ditilik dari segi Pembangunan ekonomi Indonesia, yurisprudensi ini telah menjadi contoh yang baik untuk memberikan kepastian hukum bagi para investor khususnya di sektor pertambangan. Sebagaimana yang diketahui bahwa kontrak karya adalah perjanjian Perusahaan minerba dengan pemerintah untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi. dalam skema eksplorasi tambang Indonesia belum memiliki teknologi yang canggih sehingga mau tidak mau membutuhkan pihak luar untuk membantu, Ketiga, investor adalah satu penyokong terbesar kemajuan perekonomian Indonesia. Dengan begitu, yurisprudensi ini berhasil mengakomodir ketiga poin sebelumnya dan ikut andil dalam meningkatkan minat investor untuk bekerja sama dengan Indonesia. Hakim juga melihat sisi kemanfaatan dan kepastian para pihak karena jika didasarkan pada peraturan terbaru, jelas akan memberatkan penggugat.
Download Karakterisasi
File Putusan
Dalam kasus ini, majelis hakim mengabulkan permohonan banding pemohon di tahap peninjauan kembali yang meminta dibatalkannya putusan pengadilan pajak Nomor Putusan 35507/PP/M.XII/04/2011 tanggal 12 Desember 2011. Selain itu, majelis hakim juga membatalkan Surat Keputusan Terbanding Nomor:973/3239/PJK/2010 dan Surat Ketetapan Pajak Daerah Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Jenis Alat Berat dan Besar Tahun Pajak 2009 Nomor: 353/XI/AB/07-E Tanggal 25 September 2009. Akibat hukum yang diterima tergugat adalah membayar biaya perkara dalam peninjauan Kembali sebesar Rp.2.500.000,- dan tunduk pada besarnya pungutan pajak yang tertera pada kontrak karya yakni Undang - Undang Darurat No. 11 tahun 1957, Perpu No. 8 Tahun 1995 dan Perpu No. 27 Tahun 1959 sehingga mengesampingkan surat ketetapan pajak terbaru dari Gubernur Nusa Tenggara Barat. Sedangkan akibat hukum yang diterima Penggugat adalah mendapat kepastian hukum mengenai besarnya tarif pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah sehingga memiliki kewajiban untuk membayar pajak sesuai dengan ketentuan kontrak karya.Dalam setiap putusannya, hakim bertugas untuk melakukan penemuan hukum. Sudikno Mertokusumo menyebutkan bahwa tugas hakim adalah menetapkan peristiwa yang terbukti, mengkualifikasi peristiwa konkret sebagai peristiwa hukum, dan membentuk hukum. Dari yurisprudensi ini tampak hakim melakukan interpretasi gramatikal dan interpretasi sosiologis. Selain itu menjadi menarik karena dalam kasus ini terjadi benturan antara norma hukum dan asas hukum. Kemudian, jika ditilik dari segi Pembangunan ekonomi Indonesia, yurisprudensi ini telah menjadi contoh yang baik untuk memberikan kepastian hukum bagi para investor khususnya di sektor pertambangan. Sebagaimana yang diketahui bahwa kontrak karya adalah perjanjian Perusahaan minerba dengan pemerintah untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi. dalam skema eksplorasi tambang Indonesia belum memiliki teknologi yang canggih sehingga mau tidak mau membutuhkan pihak luar untuk membantu, Ketiga, investor adalah satu penyokong terbesar kemajuan perekonomian Indonesia. Dengan begitu, yurisprudensi ini berhasil mengakomodir ketiga poin sebelumnya dan ikut andil dalam meningkatkan minat investor untuk bekerja sama dengan Indonesia. Hakim juga melihat sisi kemanfaatan dan kepastian para pihak karena jika didasarkan pada peraturan terbaru, jelas akan memberatkan penggugat.