Karakterisasi Yurisprudensi No : 27/K/PDT.SUS/2013

  • Post : 2024-06-28 10:51:47
  • Download ()
Kaidah Yurisprudensi : 27/K/PDT.SUS/2013
Sengketa yang timbul dari perjanjian pembiayaan baik dengan hak tanggungan maupun fidusia tidak tunduk pada UU Perlindungan Konsumen sehingga bukan kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
Pertimbangan Hukum
Meneliti hubungan hukum antara Penggugat dan Tergugat didasarkan pada perjanjian pembiayaan bersama dengan penyerahan milik secara fidusia, yang menerapkan hubungan hukum perdata dan tidak termasuk sengketa konsumen, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, oleh karenanya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Padang, tidak berwenang untuk mengadilinya.
Anotasi Oleh : Ardianto Budi Rahmawan
Latar Belakang

Yurisprudensi atau yang kerap kali disebut judicature, rechtspraak adalah pelaksanaan hukum dalam hal konkret terjadi tuntutan hak yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara, serta bebas dari pengaruh eksternal melalui putusan yang mengikat dan berwibawa. Menurut Van Apeldoorn dan Lemaire, yurisprudensi turut andil dalam pembentukan hukum. Secara lebih sempit yurisprudensi juga dimaknai sebagai putusan Mahkamah Agung (MA) yang mencakup terobosan hukum untuk diikuti oleh pengadilan-pengadilan di bawah hierarki MA. Secara normatif juga disebutkan bahwa yurisprudensi adalah kewenangan eksklusif MA. Namun, dalam perkembangannya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) juga dijadikan rujukan yurisprudensi.Yurisprudensi memiliki peran krusial dalam segi keilmuan dan penerapan hukum, diantaranya sebagai kebutuhan fundamental untuk mengisi celah dalam peraturan perundang-undangan sekaligus menjadi sumber hukum; memperlancar fungsi dan kewenangan badan peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman; agar ketentuan dalam undang-undang tetap aktual, berlaku secara efektif, dan meningkatkan wibawa badan peradilan.[ Lilik Mulyadi, Kompilasi Hukum Perdata Perspektif Teoritis dan Praktik Peradilan (Hukum Acara Perdata, Hukum Perdata Materil, Pengadilan Hubungan Industrial, Pengadilan Perkara Perdata Niaga) (Bandung: PT. Alumni, 2009), 147.] Meski demikian,  yurisprudensi hanya mengikat pihak-pihak yang bersangkutan atau terhukum. Adapun, Indonesia tidak menganut asas binding force of precedent yakni hakim tidak terikat pada yurisprudensi yang telah dijatuhkan sebelumnya terhadap perkara yang serupa.[ Enrico, Op. cit, hlm. 149.]   Namun, dalam praktik hakim kerap kali menjadikan yurisprudensi sebagai rujukan dan secara tidak langsung memiliki kekuatan persuasif. Dengan begitu, suatu yurisprudensi harus memiliki kaidah yang mencerminkan tiga tujuan hukum yakni kemanfaatan, kepastian, dan keadilan. Jika suatu yurisprudensi salah dalam menerapkan hukum, maka berpotensi tinggi untuk menciptakan preseden buruk bagi putusan pengadilan selanjutnya.

Tinjauan Pustaka

Pacta Sunt Servanda adalah asas common good dalam asas perjanjian yakni perjanjian tersebut berlaku seperti undang-undang bagi kedua pihak. Asas Pacta Sunt Servanda berasal dari bahasa latin memiliki arti janji harus ditepati.[ Khairani, Ridwan.“Dasar Filosofi Kekuatan Mengikatnya Kontrak”. Jurnal Hukum UII, Edisi Khusus Vol 18, (2011):5.] Asas ini lahir dari doktrin praetor Romawi, yakni pacta conventa sevabo, memiliki arti saya menghormati atau menghargai perjanjian.[ Ibid.] Doktrin tersebut didukung oleh perintah suci motzeh Sfassecha tismar (engkau harus menepati perkataanmu), dan dari maksim hukum Romawi kuno, yakni pacta sunt servanda.[ Ibid.] Dalam teori hukum kontrak klasik, pacta sunt servanda merupakan sesuatu yang suci dan perjanjiannya harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Jika yang diperjanjikan antara para pihak melakukan wanprestasi, maka yang melakukan wanprestasi dianggap memiliki dosa besar.[ Ibid.] Tidak ada alasan lain untuk tidak dapat memenuhi isi suatu perjanjian yang telah disepakati bersama oleh para pihak atau lazimnya disebut sebagai penerapan asas pacta sunt servanda.[ Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.] Para pihak harus memenuhi perjanjian sebagaimana yang telah diatur bersama. Hak Tanggungan adalah jaminan kebendaan untuk melunasi suatu hutang. Hak tanggungan adalah hak jaminan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lainnya.[ Penjelasan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.] Hak tanggungan dapat dibebankan pada hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan.[ Ibid.] Bahwa hak tanggungan dapat memberikan perlindungan hukum terhadap pihak ketiga dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan. Apabila debitur cidera janji, Undang-Undang tentang Hak Tanggungan memberikan tiga macam alternatif pemenuhan piutang kreditor. Pemegang hak tanggungan dapat melakukan eksekusi fidusia, melakukan lelang, atau melakukan perjanjian pengalihan hak atas obyek hak tanggungan.[ Denico Doly, “Aspek Hukum Tanggungan dalam Roya”. Negara Hukum 2, no. 1 (Juni, 2020); 105.]

Pembahasan
  1. Akibat Hukum Putusan 27/K/Pdt/Sus/2013 bagi para pihak Akibat hukum adalah suatu tindakan yang muncul akibat suatu putusan pengadilan dan berpotensi untuk menciptakan hubungan hukum baru, menghapuskan hukum baru atau mewajibkan untuk melakukan sesuatu. Dalam kasus ini, akibat hukum yang diterima penggugat adalah menerima haknya kembali atas pembatalan Putusan Pengadilan Negeri 14/Pdt.G/2012/PN.Slk yakni atas hak mobilnya yang sempat dilelang oleh tergugat. Namun, hemat penulis Ny. Yusmaniar jika nantinya terbukti melakukan wanprestasi maka harus segera melunasi angsurannya terlepas majelis hakim telah mengabulkan permohonannya. Sedangkan bagi tergugat, ia harus membayar biaya perkara sebesar lima ratus ribu rupiah dan memproses mobil yang dilelang secara baik-baik. Jika memang suatu hari Ny. Yusmaniar belum juga membayar angsuran, maka dapat diajukan gugatan kembali ke pengadilan negeri sebagaimana bunyi amar putusan majelis.
  2. Pertimbangan Hukum Hakim Putusan 27/K/Pdt.Sus/2013 Dalam setiap putusannya, hakim bertugas untuk melakukan penemuan hukum. Sudikno Mertokusumo menyebutkan bahwa tugas hakim adalah menetapkan peristiwa yang terbukti, mengkualifikasi peristiwa konkret sebagai peristiwa hukum, dan membentuk hukum. Selain itu, hakim juga tidak boleh hanya melihat dari sisi normatif, melainkan juga harus melihat sisi filosofis dan sosiologis. Hal tersebut bertujuan untuk dapat menciptakan kepastian, ketertiban, mencerminkan elemen Pancasila untuk menunjang kepentingan Pembangunan nasional.
Pada pertimbangannya, hakim berpendapat bahwa karena didasarkan oleh perjanjian pembiayaan bersama dengan penyerahan milik melalui fidusia maka termasuk ranah perdata dan bukan termasuk lingkup Undang-undang Konsumen sehingga BPSK tidak berhak mengadili. Melalui pertimbangan tersebut, hakim kembali menempatkan asas Pacta Sunt Servanda sebagai pijakan. Perjanjian pembiayaan yang bersifat privat, hanya mengikat kedua belah pihak sehingga masuk pula ke ranah hukum privat bukan ke ranah konsumen yang lebih berorientasi ke hukum publik. Melalui putusan ini, hakim telah menetapkan hukumnya dengan baik karena tidak hanya melihat dari sisi formal saja, melainkan juga melihat ke dalam substansi yakni bentuk perjanjian yang melandasi sengketa dan menarik benang merah dengan mengaitkannya dengan asas pacta sunt servanda.Melalui putusan ini juga menjadi preseden bagi hakim lainnya untuk bisa menempatkan suatu sengketa dari sumber pemicunya. Sebagaimana tiga tujuan hukum yakni kepastian, keadilan, dan kemanfaatan yang mana juga menjadi tujuan akhir yang harus dicapai oleh seorang hakim. Dalam konteks putusan ini, hakim telah menciptakan kepastian karena berpendapat bahwa fakta perjanjian pembiayaan dan penyerahan milik melalui fidusia maka termasuk ranah perdata. Dengan begitu tercipta kepastian mengenai forum mana yang berhak menangani kasus para pihak. Kemudian, terkait keadilan pada tahap kasasi majelis dengan tegas membatalkan putusan pengadilan negeri sebelumnya karena berpendapat judex facti salah. Keadilan terlukis melalui pembatalan putusan sebelumnya yang mana pada putusan pengadilan negeri sebelumnya Ny. Yusmaniar mendapati fakta bahwa pihak lawan melelangkan mobil dan majelis hakim tidak objektif dalam mempertimbangkan pendapat kedua belah pihak. Padahal seorang hakim terikat asas audi et alteram partem merupakan prinsip dalam Hukum acara perdata yang hakikatnya bermakna hakim mendengar kedua belah pihak berperkara di persidangan. Maka dengan jelas putusan pengadilan negeri solok belum mencerminkan keadilan dan kemudian disempurnakan majelis di tingkat kasasi.Terakhir, terkait dengan kemanfaatan hukum tertulis melalui pendapat majelis yang menilai kasus ini lebih efektif untuk dibawa ke pengadilan karena ranah perdata sehingga berkaitan dengan hal-hal penjatuhan sanksi dan eksekusi akan lebih relevan dan dapat dieksekusi. Berbeda jika diselesaikan di forum BPSK yang merujuk pada hukum konsumen. Dengan begitu, yurisprudensi ini masih relevan untuk diterapkan pada sengketa kasus yang duduk perkaranya serupa dengan kasus ini.

Kesimpulan
  1. Akibat hukum adalah suatu tindakan yang muncul akibat suatu putusan pengadilan dan berpotensi untuk menciptakan hubungan hukum baru, menghapuskan hukum baru atau mewajibkan untuk melakukan sesuatu. Dalam kasus ini, akibat hukum yang diterima penggugat adalah menerima haknya kembali atas pembatalan Putusan Pengadilan Negeri 14/Pdt.G/2012/PN.Slk yakni atas hak mobilnya yang sempat dilelang oleh tergugat. Sedangkan bagi tergugat, ia harus membayar biaya perkara sebesar lima ratus ribu rupiah dan memproses mobil yang dilelang secara baik-baik. Namun, baik penggugat maupun tergugat harus tetap memenuhi kewajibannya sebagai debitur dan kreditur sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati.
  2.  Dalam setiap putusannya, hakim bertugas untuk melakukan penemuan hukum. Sudikno Mertokusumo menyebutkan bahwa tugas hakim adalah menetapkan peristiwa yang terbukti, mengkualifikasi peristiwa konkret sebagai peristiwa hukum, dan membentuk hukum. Selain itu, hakim juga tidak boleh hanya melihat dari sisi normatif, melainkan juga harus melihat sisi filosofis dan sosiologis. Dalam konteks putusan yang duduk perkara, hakim telah menetapkan hukumnya dengan baik karena tidak hanya melihat dari sisi formal saja, melainkan juga melihat ke dalam substansi yakni bentuk perjanjian yang melandasi sengketa dan menarik benang merah dengan mengaitkannya dengan asas pacta sunt servanda. Melalui putusan ini, hakim telah menciptakan kepastian karena berpendapat bahwa fakta perjanjian pembiayaan dan penyerahan milik melalui fidusia maka termasuk ranah perdata. Dengan begitu tercipta kepastian mengenai forum mana yang berhak menangani kasus para pihak. Selain itu, putusan ini juga menjadi preseden bagi hakim lainnya untuk bisa menempatkan suatu sengketa dari sumber pemicunya. Sebagaimana tiga tujuan hukum yakni kepastian, keadilan, dan kemanfaatan yang mana juga menjadi tujuan akhir yang harus dicapai oleh seorang hakim.        
  Download Karakterisasi   File Putusan

Majelis Hakim

  • H. Djafni Djamal -
  • Soltoni Mohdally -
  • Nurul Elmiyah -

Ringkasan Putusan

  •    Tanggal : 2010-06-17  
  • Perjanjian Pembiayaan Bersama Dengan Penyerahan Milik Secara Fidusia Nomor 065710200299 telah ditandatangani antara Pemohon Keberatan (Ny. Yusmaniar) dan Termohon Keberatan (PT. Adira Dinamika Multi Finance Tbk).

    Termohon keberatan melakukan penunggakan biaya angsuran selama delapan bulan dan akhirnya PT, Adira melakukan penarikan atas satu mobil Merek Mitsubishi Colt. Atas penarikan tersebut, Ny. Yusmaniar tidak terima dan mengajukan keberatan pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Kemudian, BPSK menolak karena bukan kewenangannya.


    Pemohon keberatan mengajukan Pengadilan Negeri solok sebagaimana termaktub dalam perjanjian jika ada sengketa dan BPSK tidak berwenang, maka akan diselesaikan di Pengadilan Negeri Solok.

  •    Tanggal : 2012-08-30  
  • Melalui Putusan Nomor 14/Pdt.G/2012/PN.Slk tanggal 30 Agustus 2012 PT, Adira dimenangkan. Sehingga, Ny. Yusmaniar mengajukan upaya hukum kasasi.

  •    Tanggal : 2010-06-17  
  • Termohon tidak melaksanakan kewajibannya dalam membayar angsuran sebagaimana telah ditandatangani oleh kedua belah pihak dalam Perjanjian Pembiayaan Bersama dengan Penyerahan Milik Secara Fidusia Nomor 065710200299 pada tanggal 17 Juni 2010.
  •    Tanggal : 2012-05-05  
  • Atas tunggakan Termohon dalam membayar kewajiban angsuran selama 8 (delapan) bulan, Pemohon melakukan penarikan atas 1 (satu) unit mobil Merek Mitsubishi Colt atas nama Yusmaniar.

Frasa Terkait Karakterisasi

Author Info